Oleh : Risnawati
(Penulis Buku Jurus Jitu Marketing Dakwah)
Akhir-akhir ini isu radikalisme kembali menggema di seluruh Nusantara, tak terkecuali dalam ranah pendidikan, dari Kampus hingga PAUD bahkan Majelis Taklim. Isu pendidikan terpapar radikalisme bukanlah hal yang baru, pada tahun sebelumnya pun isu ini begitu massif dinarasikan oleh rezim yang berkuasa. Kini yang di bidik PAUD dan Majelis Taklim.
Dilansir dalam Jakarta - PP Muhammadiyah tak masalah majelis taklim harus terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag). Namun Muhammadiyah meminta pemerintah tak bersikap diskriminatif.
"Untuk kepentingan administrasi negara, terdaftarnya majelis taklim di Kemenag baik asal jangan jadi mempersulit dan diskriminatif," kata Ketua PP Muhammadiyah, Dadang Kahmad, kepada wartawan, Sabtu (30/11/2019) malam.
Dadang mengingatkan pemerintah agar jangan menjadikan pendaftaran majelis taklim itu sebagai jalan untuk mengawasi kegiatan masyarakat. Dadang meminta pemerintah tak 'alergi' dengan masyarakat yang berbeda paham keagamaan.
"Ya eksesnya itulah yang harus dijaga. Kalau hanya sampai terdaftar tidak apa. Tapi kalau sampai diatur dan diawasi sehingga mereka dipaksa harus mengikuti aliran keagamaan penguasa itulah yang harus dihindari. Penyeragaman paham keagamaan itu tidak baik. Bahkan melarang atau menutup majelis taklim karena berbeda dengan paham keagamaan pejabat kemenag itu yang disebut arogan atau memaksakan kehendak atau truth claim," tutur Dadang.
Diberitakan juga dalam Republika.Co.Id, Yogyakarta -- Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah menyayangkan pernyataan Wakil Presiden KH Maruf Amin yang mengindikasikan PAUD sudah terpapar radikalisme.Tudingan itu dinilai tidak dapat digeneralisir.
Ketua Umum PP Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini merasa tudingan itu bisa berdampak luas terhadap keberadaan PAUD di Indonesia.
"Berdampak luas terhadap keberadaan PAUD di Indonesia yang selama ini berkhidmat dalam mencerdaskan anak usia dini sebagai tunas bangsa yang diajari karakter yang mulia bagi masa depan Indonesia," kata Sitti Noordjannah.
Tak habis pikir, mengapa yang diobok-obok seputar isu radikalisme sebagai alat menutupi kebobrokan yang sesungguhnya? Dilihat dari target dan modus operasi penguasa, sulit untuk dipungkiri bahwa yang dimaksud radikal itu adalah Islam. maka deradikalisasi yang dimaksud sebenarnya adalah de- Islamisasi. Menjadi pertanyaan bahwa, Mengapa seolah penerapan syariat ditakutkan. naiknya minat umat muslim untuk mengkaji agamanya justru menjadi momok dan ancaman? Atau jangan-jangan penguasa sadar bila mereka sendiri yang sebenarnya tak Islami?
Kapitalisme Global Biang Masalahnya
Kondisi dunia hari ini termasuk Indonesia berada dalam cengkeraman kapitalisme global. Maka isu Radikalisme adalah proyek barat untuk menjaga kepentingan mereka untuk menguasai dunia.
Kata Radikalisme sudah terbiasa terdengar di rezim saat ini. Ya, memang itulah isu yang membidik Umat Muslim saat ini setelah isu terrorisme gagal mematikan geliat umat Islam. Semenjak negara adidaya (Amerika) yang memimpin dunia memiliki presiden baru (Donald Trump), semenjak itulah Global war of Radicalism dimulai.
Donald Trump sudah tidak lagi menutupi permusuhannya terhadap Islam. Tidak seperti presiden sebelum-sebelumnya, mereka masih menggunakan isu Global war of Terrorism sebagai alat untuk membidik Umat Muslim. Namun, cara tersebut dirasa kurang efektif dalam membidik Umat Islam secara luas. Maka digunakanlah isu baru: Global war of Radicalism.
Agenda Amerika ini diawali dari melangsungkan Arab Islamic America Summit atau KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) Arab Islam Amerika yang dilaksanakan di Riyadh, Arab Saudi pada bulan Mei 2017 yang lalu. Agenda tersebut diikuti oleh 55 pemimpin negeri Muslim dan Amerika yang membahas mengenai pemberantasan terorisme dan radikalisme. Melalui agenda tersebut, para pemimpin negeri Muslim diminta untuk bekerjasama dalam memberantas terorisme dan radikalisme.
Agenda tersebut berdampak besar bagi kelangsungan Umat Muslim di dunia. Dengan keloyalannya terhadap Amerika, Arab Saudi bahkan memecat ribuan Imam Masjid yang terindikasi memiliki pemahaman radikal. Mereka menunjukkan bahwa seolah-olah kata radikal memiliki makna negatif yang hanya bisa ditujukan kepada kaum Muslim. Padahal, menurut KBBI kata radikal merupakan segala sesuatu yang sifatnya mendasar sampai ke akarnya atau sampai pada prinsipnya. Berdasarkan definisi tersebut, muslim radikal berarti orang Islam yang melasanakan ajaran Islam kaffah (menyeluruh). Sebutan Islam radikal hanya ditujukan kepada Umat Muslim yang taat terhadap syari’at Islam. Tidak ada yang salah dengan istilah ini, sejatinya.
Pemerintah Indonesia juga tak kalah dalam memerangi paham radikalisme. Menangkal radikalisme dan Intoleransi sebagai masalah besar yang ada di Indonesia. Cara yang diambil pemerintah dalam menangkal radikalisme dengan target utama melalui pendidikan dan pemuda akan berpengaruh besar bagi bangsa Indonesia. Pemikiran yang di dapat melalui proses pendidikan akan mempengaruhi tingkah laku manusia. Sedangkan pemuda merupakan tonggak bangsa untuk melanjutkan kehidupan bernegara di masa depan. Dua hal tersebut diperkirakan sukses untuk menjadi agen dalam rangka memberantas radikalisme dan intoleransi yang ada.
Begitu pula Islamofobia berlanjut dengan dimunculkannya Khilafah sebagai bahasa yang bermasalah. Hal ini dalam rangka menghadang kebangkitan Islam. “Kenapa Khilafah dimusuhi? Karena hanya Khilafah yang bisa menghentikan hegemoni barat atas dunia Islam.” Radikalisme ingin menjadikan islamofobia untuk melenyapkan pemikiran ideologi Islam. Bagaimana mungkin mereka memisahkan ideologi yang melekat dengan akidah Islam.
Jadi proyek besar barat saat ini adalah gerakan pemojokkan Islam dengan isu radikalisme hakekatnya adalah gerakan anti Islam. Padahal Islam adalah solusi atas semua persoalan manusia dan Khilafah adalah ajaran islam yang akan mempersatukan umat Islam dengan menerapkan semua hukum Islam. Lalu, atas dasar apa memusuhinya ?
Kembali Kepada Islam
Memang benar bahwa orang-orang kafir akan terus memusuhi Islam dengan apapun caranya, termasuk melalui pemimpin-pemimpin Muslim yang sepakat menjadi agen untuk membungkam Umat Muslim sendiri. Mereka senang jika Umat Muslim jauh dari agamanya. Hal tersebut telah diberitakan oleh Allah dalam beberapa firmannya, salah satunya melalui surat As-Shaff ayat 8 yang berbunyi: “Mereka (orang-orang kafir) bermaksud memadamkan cahaya agama ALLAH dengan perkataan-perkataan mereka, tapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya (agama)-Nya walaupun orang-orang kafir itu tidak menyukainya..”
Allah SWT telah mengingatkan bahwa manusia sering memandang suatu perbuatan itu baik, padahal ia amat buruk dan sebaliknya mengatakan sesuatu itu buruk, padahal ia baik. Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 216:“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
Semua isu radikalisme dan intoleransi ini semata-mata hanya akan menjauhkan Umat Islam dari agamanya sendiri, sehingga kita akan takut menjalankan Syari’at sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah yang diperintahkan oleh Allah SWT, Sang Pencipta dan Pengatur Alam Semesta ini. Nyatanya, mereka yang menggelontorkan isu ini sangat takut akan kebangkitan Umat Islam yang akan meruntuhkan kekuasaan mereka di muka bumi seperti pada masa kekhalifahan yang wilayahnya 1/3 dunia.
Padahal, bangkitnya umat Islam justru akan membawa rahmat bagi seluruh alam. Tidak hanya umat Islam, non Islam dan alam semesta pun akan merasakan kebaikan saat Syari’at Allah yang sempurna ini diterapkan secara mengakar, menyeluruh tanpa terkecuali. Inilah perubahan radikal yang akan menyelamatkan negeri ini, dunia dan akhirat. Ingatlah! Isu radikalisme adalah upaya untuk menghalangi kebangkitan Islam dan hanya digunakan kepada Islam saja, tidak bagi yang lain. Wallahu a’lam.
Post a Comment