Ironi Program ABAT dan Solusinya

Oleh : Ilma

Pemberian materi pendidikan IMS pada anak didik di tingkat SMP, adalah edukasi tentang pemakaian kondom, serta diperkenalkan (ditunjukkan) pada peserta, bahwa pentingnya memakai kondom.(www.koran-pagi.net/2019/11)

Cukup menggelitik, apa yang dilakukan lembaga kesehatan di sebuah kota ini saat memberikan penyuluhan kepada siswa SMP. Tujuan penyuluhan adalah untuk sosialisasi bahaya IMS (Infeksi Menular Seksual) kepada siswa SMP dengan tajuk ABAT (Aku Bangga Aku Tahu).  Pasalnya, dalam sosialisasi itu ditunjukkan juga pada siswa tentang penggunaan kondom dan edukasi tentang pentingnya memakai alat kontrasepsi itu. Diharapkan, siswa yang merupakan perwakilan dari beberapa sekolah itu, bakal jadi duta ABAT. Apa yang bisa dibanggakan dengan pengetahuan hasil sosialisasi ini? 

Di tahun-tahun sebelumnya juga ada sosialisasi KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja). Agar remaja aman dan sehat dalam masalah reptroduksinya, peserta yang merupakan siswa SMP atau SMA diberi tips dengan rumus ABCD.

A= _Abstinentia_ , artinya jangan bergaul bebas. B= _be Faithful_ , artinya setia. Maksudnya, bila tak bisa hindari gaul bebas,  bolehlah asal tidak gonta- ganti pasangan. C = _use Condom_ . Pakailah kondom agar tak hamil dan tak tertular HIV. Sedangkan D = _no Drug,_ jangan mengonsumsi narkoba. Nah, disinilah ada kaitannya dengan program ABAT. Bila dulunya sekedar pesan jangan pakai kondom, sosialisasi kali ini bahkan sampai pada tataran penggunaan alat kontrasepsi itu.

Problem sosial berkait kesehatan yang ada adalah meluasnya HIV /AIDS sebagai salah satu jenis IMS.  Pertanyaanya, apakah dengan sosialisasi alat kontrasepsi tersebut mampu mencegah HIV /AIDS ? Tentu tak nyambung. Yang ada malah  mensosialisasikan bolehnya pergaulan bebas bagi siswa, asal pakai kondom.  Apalagi ditunjukkan pula cara pemakaiannya, jelas tindakan ini merupakan sebuah kecerobohan. 

Kita ketahui bahwa program penanggulangan HIV /AIDS di Indonesia secara umum mengadopsi strategi yang digunakan oleh dua lembaga internasional, yaitu WHO dan UNAIDS. Bisa dipastikan keduanya adalah merujuk pada pandangan sekuler liberal. 

Ironis, di negeri yang mayoritas penduduknya muslim, kondomisasi dijadikan sebagai solusii atas penanggulan penyakit,  yang sumber utama penularannya melalui sex bebas. Seharusnya kebijakan pemerintah diarahkan untuk membasmi  akar masalah, yaitu  mencegah pergaulan bebas. Hal itu bisa dilakukan dengan memberantas dan memblokir situs-situs porno, memberantas perzinahan dengan memberi hukuman yang berat bagi pezina. Juga memberantas tempat maksiyat serta menutup pabrik khamr atau minuman keras. 

Bagi para praktisi kesehatan, apa tujuan memperkenalkan kondom kepada anak pelajar? Bukankah sebaiknya penyuluhan yang dilakukan adalah edukasi tentang buruknya pergaulan bebas, baik  dalam pandangan kesehatan dan juga agama. Juga tentang bagaimana menjaga pergaulan laki-laki dan perempuan  secara benar, bukan sekedar agar aman.

Jelaslah bahwa kondomisasi adalah  solusi sekuler liberal yang mengandung racun untuk merusak generasi muda muslim. Sudah saatnya kita campakkan sistem yang rusak dan merusak ini. Saatnya kita pakai sistem yang memuliakan manusia  dan menjaga generasi. Itulah sistem Islam yang berasal dari Alloh ta'ala. Dengan penerapan Syariah Islam secara kaffah telah terbukti menjaga generasi selama 13 abad lamanya. _Wallahu a'lam bishowab._

Post a Comment

Previous Post Next Post