Oleh : Alfira Khairunnisa
(Muslimah Peduli Negeri, Riau/Founder Komunitas Yuk Hijrah Kaffah)
Kesehatan adalah dambaan setiap orang. Hidup sehat menjadikan setiap diri dapat melakukan berbagai aktifitas dengan nyaman dan lancar. Sebaliknya jika kesehatan terganggu maka bisa jadi aktifitas yang dijalankan juga akan terganggu dan tidak dan tidak berjalan produktif. Sehingga masyarakat sangat mendambakan pelayanan kesehatan yang baik dan nyaman. Namun, apa jadinya jika kini pelayanan kesehatan itu sulit sekali didapat?
Pelayanan kesehatan saat ini menjadi hal yang langka dan mahal harganya. Bagaimana tidak? Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan setiap diri harus merogoh kocek dengan nominal yang besar. Sehingga ada istilah pelayanan kesehatan hanya bisa didapat oleh orang-orang berduit, sementara orang miskin dilarang sakit. Benarkah demikian?
Fakta yang terjadi dilapangan menunjukkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Dimana pertumbuhan luar biasa dalam kekayaan dan sumber daya alam di negeri yang bergelar Zamrud di Khatulistiwa ini ternyata tak dapat memberikan jaminan layanan kesehatan bagi masyarakatnya. Kekayaan alam yang melimpah ruah namun tak dapat memberikan kesejahteraan terhadap rakyatnya sendiri. Hal ini sangatlah memilukan. Bahkan justru malah memalak rakyat atas nama BPJS. Di bawah Kapitalisme, ketidakamanan kesehatan terus menghantui individu dan negara.
BPJS sesungguhnya justru membebani masyarakat. Belum lagi kenaikan iuran dan keharusan seluruh masyarakat terdaftar sebagai anggota BPJS Kesehatan di tahun 2019. BPJS adalah sebuah lembaga swasta yang ditunjuk pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan seluruh rakyat Indonesia. Sejatinya BPJS tidak ubahnya seperti praktik asuransi konvensional. Hanya saja BPJS merupakan lembaga swasta yang telah mendapat izin resmi dari pemerintah untuk melakukan asuransi kesehatannya bagi seluruh rakyat Indonesia, sedangkan bedanya dengan asuransi konvensional, bahwa asuransi konvensional harus bekerja keras untuk mendapatkan pelanggannya sendiri.
Namun ada sebahagian yang mengatakan bahwa, BPJS menolong jutaan rakyat miskin di Indonesia untuk mendapatkan jaminan kesehatan secara gratis dari negara. Ini adalah sebuah kekeliruan. Jika jaminan kesehatan gratis oleh BPJS lalu mengapa ada iuran yang harus dibayar setiap bulannya?
Agaknya pendapat tersebut perlu ditarik kembali, karna fakta menunjukkan tidak demikian. Adanya sejumlah premi yang harus dibayar setiap bulannya oleh beberapa golongan masyarakat yang ikut dalam BPJS, menunjukkan bahwa negara sama sekali tidak menjamin kesehatan rakyat manapun secara gratis.
Padahal melalui kebijakan di atas pemerintah telah mengubah kewajiban negara yang seyogyanya memberikan jaminan pelayanan kesehatan kepada masyarakat menjadi kewajiban rakyat, serta mengubah jaminan sosial menjadi asuransi sosial. Padahal makna ‘jaminan sosial’ jelas berbeda sama sekali dengan ‘asuransi sosial’.
Jaminan sosial adalah kewajiban Pemerintah dan merupakan hak rakyat, sedangkan dalam asuransi sosial, rakyat sebagai peserta harus membayar premi sendiri. Itu artinya rakyat harus melindungi dirinya sendiri. menjamin pelayanan kesehatannya sendiri secara berbayar dan tidak gratis. Maka suatu kekeliruan jika ada yang mengatakan BPJS itu gratis.
Pada jaminan sosial, pelayanan kesehatan diberikan sebagai hak dengan tidak membedakan usia dan penyakit yang diderita, sedangkan pada asuransi sosial peserta yang ikut dibatasi baik dari segi usia, profesi maupun penyakit yang diderita. Disamping itu, akad dalam asuransi termasuk akad batil dan diharamkan oleh syariat Islam.
Sistem Islam Menjamin Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Dalam Islam, negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya berupa pangan, papan dan sandang untuk tiap-tiap individu. Negara juga wajib menyediakan pelayanan keamanan, pendidikan dan pelayanan kesehatan untuk seluruh rakyat. Hal itu merupakan bagian dari kewajiban mendasar negara yakni penguasa atas rakyatnya. Penguasa tidak boleh berlepas tangan dari penunaian kewajiban itu. Karna para pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kewajiban ini di akhirat kelak.
Namun sayangnya, penguasa saat ini tampak berlepas tangan dari kewajiban untuk menjamin berbagai kebutuhan dasar yang menjadi hak rakyatnya. Salah satunya adalah jaminan kesehatan. Padahal dalam Islam, kebutuhan atas pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi kewajiban negara. Seperti rumah sakit, klinik dan fasilitas kesehatan lainnya merupakan fasilitas publik yang diperlukan oleh rakyat dalam terapi pengobatan dan berobat.
Jadilah pengobatan itu sendiri merupakan kemaslahatan dan fasilitas publik. Kemaslahatan dan fasilitas publik itu wajib disediakan oleh negara secara cuma-cuma yakni gratis sebagai bagian dari pengurusan negara atas rakyatnya. sebagaimana sabda Rasul saw.:
"Pemimpin adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus" (HR al-Bukhari).
Dan sebagai salah satu tanggung jawab pemimpin adalah menyediakan layanan kesehatan dan pengobatan bagi rakyatnya secara cuma-cuma. Begitulah yang diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam yang sangat bertolak belakang dengan kondisi saat sekarang di Negeri yang bergelar Zamrud di Khatulistiwa ini. Sungguh ironis.
Sebagai kepala negara, Baginda Rasulullah Muhammad SAW., pun menyediakan dokter secara gratis untuk mengobati Ubay kala itu. Yakni ketika Baginda Nabi mendapatkan hadiah seorang dokter dari Muqauqis, Raja Mesir, dan kemudian beliau menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi masyarakat (HR Muslim). Masyarakat pun bisa berobat secara cuma-cuma sehingga tak terbebani biaya perobatan.
Kemudian dalam riwayat lain disebutkan, bahwa serombongan orang dari Kabilah ‘Urainah masuk Islam. Mereka lalu jatuh sakit di Madinah. Rasulullah SAW. selaku kepala negara kemudian meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baitul Mal di dekat Quba’. Mereka diperbolehkan minum air susunya secara gratis sampai sembuh (HR al-Bukhari dan Muslim). Luar biasa bukan?
Saat menjadi khalifah, Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. juga menyediakan dokter gratis untuk mengobati Aslam (HR al-Hakim). Dan masih ada nas-nas lainnya yang menunjukkan bahwa negara menyediakan pelayanan kesehatan secara penuh dan cuma-cuma untuk rakyatnya dimasa-masa kepemerintahan Islam.
Semua itu merupakan dalil bahwa pelayanan kesehatan dan pengobatan adalah termasuk kebutuhan dasar yang wajib disediakan oleh negara secara gratis untuk seluruh rakyat tanpa memperhatikan tingkat ekonominya. Apakah si kaya atau si miskin. Semua mendapat perlakuan dan pelayanan sama. Sama-sama mendapat pelayanan kesehatan terbaik.
Jaminan kesehatan dalam Islam itu memiliki empat sifat. Pertama, universal, dalam arti tidak ada pengkelasan dan pembedaan dalam pemberian layanan kepada rakyat. Kedua, bebas biaya alias gratis. Rakyat tidak boleh dikenai pungutan biaya untuk mendapat pelayanan kesehatan. Ketiga, seluruh rakyat bisa mengaksesnya dengan mudah. Keempat, pelayanan mengikuti kebutuhan medis, bukan dibatasi oleh plafon.
Dan tentunya pemberian jaminan kesehatan seperti itu tentu membutuhkan dana yang tidak kecil. Namun dalam sistem pemerintahan Islam, pembiayaannya bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariah. Di antaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum termasuk hutan, berbagai macam tambang, batu bara, minyak gas, dan lain sebagainya. Juga dari sumber-sumber kharaj, jizyah, ghanîmah, fa’i, ‘usyur, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya. Dan semua itu akan lebih dari cukup untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan secara memadai dan gratis untuk seluruh rakyat, secara berkualitas.
Sangat berbeda dengan negeri Indonesia yang kaya raya dengan sumber daya alamnya. Namun tidak mampu menyejahterakan rakyatnya dengan memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada rakyatnya. Malah menyerahkan SDA nya kepada asing. Hingga asinglah akhirnya yang diperkaya.
Maka, Islam adalah sistem yang sangat luar biasa. Dengan menerapkan syariah Islam secara menyeluruh. Maka kesejahtraan umat akan dapat dirasakan dan terwujud sebagaimana yang telah trrbukti lebih dari 13 Abad lamanya. Dan hal itu hanya bisa diwujudkan di bawah sistem pemerintahan Islam yang dicontohkan oleh Nabi SAW., lalu dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan generasi selanjutnya. Itulah sistem Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Wallahu'alam.
Post a Comment