Oleh : Azzah Sri Labibah SPd
(Pengurus Majelis Taklim Remaja Paciran)
Saat ini Pemerintah tengah merancang program sertifikasi pra nikah sebagai salah satu persyaratan menikah.
"Kita usahakan tahun 2020, kata Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis 14/11/2019.
Menteri Agama Fachrul Razi siap mendukung gagasan tersebut.
Menurutnya, untuk menjalani bahtera rumah tangga, kedua mempelai harus dibekali nasihat-nasihat.
Kebijakan ini akan diberlakukan untuk semua agama mulai 2020 dengan durasi kelas tiga bulan.
Program ini memang bagus tapi bisakah ikatan keluarga akan kuat hanya dengan sertifikat?
Menikah merupakan ibadah yang harus dijalankan sesuai amanah maka sudah sewajarnya diperlukan ilmu, keterampilan, dan bekal lainnya, yang tidak akan cukup hanya dalam waktu tiga bulan atau dengan selembar sertifikasi.
Ikatan keluarga bisa kuat di tengah himpitan sistem sekuler saat ini sangatlah sulit bahkan mustahil karena sistem inilah yang mengakibatkan rapuhnya ikatan keluarga. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan ini telah memunculkan banyak masalah bagi keluarga
Masalah yang muncul dalam berbagai aspek dan berdampak negatif pada ketahanan keluarga baik secara langsung ataupun tidak langsung. Baik masalah dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya, bahkan sampai masalah kepemimpinan.
sehingga masalah-masalah tersebut berdampak pada ketahanan kehidupan keluarga. Sulitnya kehidupan ekonomi menyebabkan keluarnya wanita dari fitrahnya sebagai al umm wa rabbah al bayt (Ibu dan pengatur rumah tangga).
Banyak wanita yang meninggalkan peran tersebut dan lebih memilih menjadi wanita karir demi membantu perekonomian keluarga.
Ujungnya adalah terabaikannya hak-hak anak-anak yang yang kita ketahui bersama mereka adalah tunas-tunas generasi. Ibu yang seharusnya menjadi al madrasah al ula (pendidik yang pertama dan utama) justru lebih memilih bekerja membanting tulang memeras keringat.
Selain itu, banyaknya wanita yang memilih menjadi wanita karir juga menyebabkan disharmonis antara suami dan istri. Yang berakibat pada meningkatnya angka KDRT dan perceraian.
Kemudian permasalahan sosial dan budaya melahirkan berbagai macam dampak negatif dalam masyarakat. Seperti menjamurnya seks bebas dan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) yang membawa dampak lain yaitu semakin tingginya kasus merebaknya HIV/AIDS. Dan hal-hal negatif tersebut sudah mengalir deras membanjiri kehidupan keluarga.
Masalah-masalah di atas diperparah dengan masalah kepemimpinan di negeri ini. Abainya pemerintah terhadap permasalahan-permasalahan tersebut, membuat ancaman terhadap ketahanan keluarga semakin besar. Tentunya akan membuat ketahanan keluarga semakin rapuh. Maka kita harus melakukan perubahan yang mendasar atau sistemik. Karena akar semua permasalahan ini adalah diterapkannya sistem demokrasi sekuler kapitalis. Wallahu A'lam
Post a Comment