Oleh : Elfia Prihastuti
Praktisi Pendidikan
Tahun 2019 Masehi semakin merangkak menuju pergantian tahun. Berbagai masalah, baik nestapa ataupun bahagia dengan segala lika-liku kehidupan yang ada di tahun ini akan beranjak pergi. Namun, apakah kita sudah melakukan muhasabah pada diri kita? Marilah kita mulai amati dan renungkan. Apakah diri dan sekitar kita sudah melakukan perubahan? Baik posisi kita sebagai manusia maupun sebagai seorang muslim. Posisi manusia sebagai makhluk yang paling mulia dibandingkan makhluk lain atau posisi seorang muslim sebagai umat terbaik di antara umat yang lain. Mengapa hidup kita masih terus berada dalam posisi yang terpuruk di dalam kezaliman dan kesengsaraan? Dengan berbagai permasalahan yang terasa kian sulit dan pelik. Tidak sesuai dengan gelar yang disematkan kepada kita sebagai makhluk mulia dan umat terbaik di dunia.
Lihatlah, apakah kebutuhan pokok masyarakat seperti pangan, air bersih, perumahan, energi dan transportasi maupun jasa seperti kesehatan dan pendidikan sudah dipenuhi dengan baik? Apakah kita dapat menikmati dengan mudah hak dan pelayanan dari penguasa? Alih-alih kita mendapatkan pelayanan, yang ada justru seluruh fasilitas tersebut dijadikan sebagai komoditas ekonomi yang dikomersialkan. Kita dipaksa untuk membayar dengan harga yang terus melonjak naik. Bahkan untuk mendapatkannya terkadang kita masih merasa kesulitan. Contohnya adalah BBM yang sering langka di pasaran, dan pendistribusian yang tidak jelas dengan alasan mekanisme harga.
Akhirnya membuat rakyat semakin merasa terzalimi. Bahkan, kadang kala para korporasi tak segan-segan melakukan pemusnahan. Seperti yang terjadi baru-baru ini dengan melakukan pemusnahan 10 juta bibit ayam atau Day Old Chick (DOC) per minggu dan jutaan ton beras yang membusuk di gudang Bulog yang rencananya akan dimusnahkan juga. Hal ini sungguh ironi di tengah puluhan juta jiwa menderita kelaparan justru pemusnahan ribuan ton beras dilakukan.
Hal ini jelas membuktikan bahwa penguasa yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat, justru menyerahkan urusan hajat hidup orang banyak kepada korporasi yang lebih memikirkan untung dan rugi. Salah satu contohnya adalah pelayanan kesehatan. Penguasa telah menyerahkan urusannya kepada lembaga swasta BPJS. Sehingga rakyat harus berhadapan dengan kepentingan bisnis BPJS yang terus menaikkan tarif iurannya. dengan alasan demi mendapatkan pelayanan yang semakin baik. Nyatanya hal tersebut tidak serta-merta mengubah pelayanan BPJS menjadi lebih memadai. Bahkan, nyawa terkadang menjadi taruhannya disebabkan oleh buruknya sistem pelayanan BPJS.
Penderitaan yang kita alami saat ini, banyak menorehkan luka. Semua terjadi akibat penguasa yang abai dalam periayahan umat. Mereka yang tengah duduk di kursi kekuasaan hanya fokus pada kekuasaan dan tidak peduli terhadap masyarakat miskin. Hanya mampu memberikan pelayanan yang minimal dan ala kadarnya.
Kita sering menjerit, bahkan telah kehabisan suara untuk berteriak meminta hak. Alih-alih didengarkan, mulut kita malah disumpal dengan tuduhan radikalisme dan terorisme. Para penguasa menjadikan jeruji besi terbuka untuk para pembela agama. Sementara untuk para penista Nabi Saw. pintu penjara akan berderit perlahan dan ditutup rapat-rapat. Sehingga pelakunya melenggang bebas dan perkara langsung ditutup. Adapun bagi pelapor yang melaporkan penistaan agama, mereka harus siap disibukkan dengan pemeriksaan polisi dan sikap para pedukungnya yang tergopoh-gopoh melakukan pembelaan.
Demikian pula dengan kondisi umat muslim di belahan negeri muslim yang lain. Air mata kita pun tak luput terus berderai, hati kita teriris pilu atas kondisi yang dialami saudara kita di sana. Kaum muslim Palestina dibantai Israel, muslim Uighur disiksa dan dipaksa dengan kekejaman teror dan doktrin Cina, muslim Rohingya ditindas Budha dan masih banyak lagi yang lainnya. Semua berada dalam penindasan umat lain.
Jadi, gelar umat terbaik bagi umat Islam untuk saat ini belum layak disematkan, karena pada kenyataannya kita masih diperlakukan seperti sampah. Begitu terhina, teraniaya, dizalimi dan kondisinya benar-benar tak berarti. Harusnya ini dapat diambil sebagai pelajaran. Sungguh patut direnungkan peringatan Allah Subhanahu wata'ala atas firman :
ظهرالفسادفي البروالبحربماكسبت ايدى الناس ليذيقهم بعض الذى عملوالعلهم يرجعون
"Telah tampak kerusakan di darat dan lautan akibat perbuatan tangan manusia, supaya Allah Swt. merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (TQS Ar Rum : 41).
Kita adalah umat terbaik. Maka tak ada jalan lain bagi kita kecuali mengambil kembali gelar itu. Jangan biarkan kita terlalu lama tidur panjang. Kita tak boleh mati dalam kondisi bersama nestapa. Kita harus kembali pada masa awal untuk kembali meraih cahaya Islam yang akan mengembalikan gelar satu-satunya umat terbaik. Dengan mengerahkan daya upaya semaksimalnya agar kembali pada kedudukan kita seperti yang dijanjikan Allah dalam firmanNya yang artinya : "Hai orang-orang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (TQS Muhammad : 7).
Kondisi ini terjadi karena kita telah lama kehilangan seorang pemimpin yang mampu melepaskan kita dari sistem yang rusak dan merusak. Sudah saatnya kita mewujudkan kepemimpinan yang satu, yaitu kepemimpinan Islam yang menerapkan sistem yang mulia. Yaitu, sistem Islam kafah yang akan melindungi seluruh umat manusia.
Wallahu a'lam.
Post a Comment