Gerakan Piara Satu Ayam Tak Dapat Atasi Stunting

Oleh : Ummu Salman 
(Ibu Rumah Tangga)

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mendukung usulan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko agar setiap keluarga memelihara satu ekor ayam untuk mencegah stunting. Menurutnya, kebutuhan ayam nasional akan terpenuhi jika usulan itu terealisasi.(cnnindonesia.com, 24/11/2019)

Masih tingginya angka kasus stunting di Indonesia, membuat desakan dari banyak pihak menguat, agar pemerintah serius menurunkan angka stunting. Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2019, angka stunting di Indonesia mencapai 30,8 persen. “Angka 30,8 persen itu tinggi. Pemerintah sendiri menargetkan untuk menurunkan hingga di bawah 20 persen, itu perlu upaya yang lebih keras. Kalau enggak bersama-sama mungkin akan kewalahan,” ujar Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih di sela Penyuluhan Kesehatan tentang Stunting dan Kesehatan Reproduksi Remaja IDI di Taman Ekspresi Kota Bogor, Minggu, (20/10/2019).(beritasatu.com, 21/10/2019)

Muncullah ide dari pemerintah terkait upaya menurunkan jumlah stunting tersebut, melalui lisan pak Moeldoko, yang didukung oleh Mentan Sahrul yasin limpo yaitu meluncurkan gerakan nasional piara 1 ayam tiap rumah. Dengan program tersebut diharapkan masalah gizi buruk/stunting yang dialami keluarga miskin dapat terselesaikan.

Ide tersebut dipertanyakan keefektifannya dalam menyelesaikan kasus stunting. Apalagi sepatutnya negara tidak sekedar membuat gerakan nasional yang lagi-lagi bertumpu pada keaktifan anggota masyarakat menjalaninya. Negara perlu melihat apa faktor penyebab kasus stunting tersebut terus meningkat. Menurut Faqih, ada dua penyebab kasus stunting di Indonesia tinggi. Pertama, pola asuh orangtua yang salah mengenai asupan gizi. Kedua, kondisi perekonomian orangtua yang masuk dalam kategori miskin. Saat ini, kasus stunting sendiri paling banyak dijumpai di wilayah Indonesia bagian timur. (beritasatu.com, 21/10/2019)

Jika melihat pada penyebab, seharusnya negara membuat kebijakan untuk menekan faktor penyebabnya. Misalnya, jika penyebabnya adalah kurangnya ilmu dari para orang tua terkait asupan gizi, maka penyuluhan tentang gizi sampai ke daerah-daerah pelosok dan daerah dengan kasus stunting yang tinggi perlu dideraskan. Namun penyuluhan ilmu gizi tersebut tentu tidak akan efektif jika angka kemiskinan terus bertambah. Tingginya angka kemiskinan berbanding lurus dengan tingginya angka stunting. Karena sepaham apapun masyarakat tentang ilmu gizi, mereka tetap tidak dapat memenuhi gizi tersebut jika tak mampu membelinya. Disinilah peran negara, agar bagaimana negara bisa memberikan jaminan kepada seluruh individu rakyatnya untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka yang salah satunya adalah pangan. 

Maka negara perlu mengeluarkan kebijakan yang menyeluruh untuk menghapus kemiskinan dengan pengelolaan yang benar terhadap SDA, yang dengannya negara dapat memaksimalkan pemberian layanan kebutuhan pangan masyarakat. Masyarakat memiliki kemampuan dan kemudahan untuk memperoleh kebutuhan pangannya. Bukan seperti saat ini yang hanya dipastikan stok ketersediaan pangannya, namun apakah masyarakat bisa mendapatkannya atau tidak, negara tak peduli. Jika sikap negara seperti itu, lalu bagaimana angka stunting tadi bisa turun?  yang terjadi  malah akan terus meningkat.

Tak hanya persoalan pangan, persoalan kesehatan pun harus menjadi perhatian negara. Kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar masyarakat. Maka negara harus memberikan pelayanan kesehatan secara gratis dan berkualitas. Semua kebutuhan masyarakat akan dapat dipenuhi jika para pengelola negara benar-benar bekerja untuk rakyatnya. Maka sekedar mengandalkan pada gerakan nasional memelihara 1 ayam setiap keluarga justru menunjukkan posisi negara sebagai pihak yang melepaskan tanggung jawabnya terhadap pemenuhan kemaslahatan rakyatnya. Bahkan, program tersebut tak menyentuh sama sekali akar penyebab tingginya angka stunting yaitu kemiskinan.
Wallahu 'alam bishowwab

Post a Comment

Previous Post Next Post