Diskotek Ladang Kemaksiatan Bukan Ladang Rejeki

Oleh : Ilma Kurnia Pangestuti, S.P

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Jakarta memberikan Anugerah Adikarya Wisata 2019 kepada Colloseum Club 1001. Sebagaimana dikutip dari laman resmi Provinsi DKI Jakarta klab malam itu memenangkan penghargaan untuk kategori hiburan dan rekreasi-klab malam dan diskotik yang diberikan pada Jumat (6/12/2019). Pemberian penghargaan ini dipertanyakan oleh warganet. Pasalnya Colloseum Club 1001 termasuk dalam bisnis Alexis Group, sama dengan Alexis Hotel yang ditutup Gubnernur Anies Baswedan tahun lalu. Selain itu dikutip dari antaranews.com (13/12/2019) yang menyatakan bahwa diskotek Colloseum Club 1001Jakarta mendapatkan salah satu dari 31 kategori yang ada dalam penghargaan tersebut. 

Alberto Ali selaku pelaksana tugas Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta mengatakan sedikitnya ada tiga alasan mengapa Colloseum menang yaitu karena dedikasinya dan kinerjanya. Lebih lanjut Alberto mengatakan pemberiaan penghargaan tidak dilarang oleh peraturan. Karena menurutnya diskotek merupakan salah satu tempat usaha pariwisata. Padahal sebelumnya diskotek Colloseum sempat dirazia oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DKI Jakarta dan direkomendasikan untuk ditinjau ulang perijinan operasinya dari BNNP kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. 
Kejadian ini banyak menuai tanggapan dari masyarakat karena mengingat bahwa sebelumnya diskotek ini pernah dirazia untuk itu wajar jika Pemerintah Provinsi  Jakarta mendapat sorotan karena memberikan penghargaan Adikarya Pariwisata pada diskotik Colloseum. Penghargaan tersebut diberikan sebagai  wujud apresiasi terhadap kontribusinya terhadap pengembangan pariwisata dan sebagai bagian dari program prioritas pembangunan. Walau bagaimanapun tetap dalam kacamata pandangan  seorang muslim pasti sangat jelas bahwa tidak ada hal positif dari sebuah diskotek yang aktifitasnya tidak lepas dari miras, ikhtilath (campur baur antara pria dan wanita) dan bahkan dekat pada prostitusiserta kemaksiatan lainnya. Sementara dalam sistem kapitalis hari ini sebuah diskotik diatur dalam UU sehingga keberadaannya legal selama tidak melanggar aturan regulasi soal miras berijin, prostitusi legal dan tidak bisnis narkoba. 

Siapapun pemimpinnya selama regulasi yang ditegakkan berasas sekuler kapitalis maka ‘religiusitasnya’ tidak bisa menghalangi pemberian award di atas.  Meskipun pada akhirnya pemberian award ini dicabut, jika  diskotek yang dipilih ternyata dianggap tidak lolos salah satu kriteria yakni bebas dari bisnis narkoba.

Berbeda dengan Islam yang tidak memberi tempat pada bisnis sejenis itu. Dikarenakan dalam islam terdapat larangan keras pada tempat yang didalamnya menjual sesuatu yang haram, apalagi didalam diskotik terkenal dengan aktifitas yang negatif yakni lebih cenderung kepada banyaknya kegiatan maksiat didalmnya. Maka dari itu islam memerintahkan untuk menjauhi tempat-tempat yang haram merupakan sebuah keharusan karena ia mengandung bahaya yang banyak yaitu Itsarat asy-syahawat (menimbulkan gejolak syahwat). Hal ini dapat mengakibatkan dua hal negatif yakni keguncangan dan kegelisahan jiwa dan terjatuh kepada kemaksiatan selain itu dapat menimbulkan prasangka buruk orang lain, terjatuh kepada perbuatan melihat yang diharamkan oleh Allah SWT, melemahkan iman dan kehilangan kebencian kepada kemaksiatan,  terancam meninggal dalam su’ul khatimah, serta tempat maksiat menjadi sumber tersebarnya maksiat tersebut ke tengah masyarakat. 

Dalam institusi islam seorang pemimpin akan melarang beroperasinya diskotek meskipun bisa menyerap tenaga kerja, memberi sumbangan pajak dari miras berijin dan menarik devisa dari wisatawan manca negara. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan kaidah, hasil dari menjual sesuatu yang diharamkan Allah statusnya haram. Baik dijual kepada orang muslim maupun orang kafir. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Ketika Allah mengharamkan sesuatu, Allah haramkan hasil penjualnya. (HR. Ibnu Hibban 4938 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Dan hadis ini berlaku untuk semua transaksi barang haram, atau barang yang manfaatnya haram. Maka tidaklah layak uang dari penghasilan diskotek yang digunakan sebagai pemasukan negara karena bukan merupakan ladang rejeki yang halal yang dapat digunakan dalam kehidupan. Untuk itu pentingnya penerapan aturan yang sesuai dengan standart islam agar dalam menjalani aktivitas maupun mencari rejeki dapat diperoleh dari hasil yang halal yang nantinya akan memberikan keberkahan dalam hidup. Wallahua’lam bishawab......

Post a Comment

Previous Post Next Post