Oleh : Anna Ummu Maryam
Empat partai politik kompak menyatakan tak bakal mengusung mantan narapidana korupsi sebagai jago pada Pilkada 2020.
Keempatnya adalah PDIP, PKB, Partai Golkar, dan PKS, yang berikrar seusai mendengarkan pemaparan Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai kajian skema ideal pendanaan partai politik di Gedung KPK Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (Suara.com, 11/12/2019).
Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan gugatan UU Pilkada terkait mantan eks korupsi menjadi calon kepala daera. Dalam putusnnya MK mengabulkan permohonan gugatan untuk sebagian.
"Amar Putusan mengadili dalam provisi mengabulkan permohonan profesi para pemohon untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ujar Ketua Majelis Anwar Usman dalam sidang putusan di MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (detikNews.com, 11/12/2019).
Demokrasi Suburkan Korupsi
Menarik saat kita mengamati tentang narapidana korupsi yang diberikan kesempatan untuk kembali maju dan dipilih kembali oleh rakyat agar dapat kembali menduduki kursi jabatan kepemimpinan dalam pemerintahan.
Padahal seperti yang kita ketahui, para narapidana dalam kasus korupsi ini adalah orang yang bertanggung jawab akan kerugian keuangan negara karena disalahgunakan pada kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
Namun anehnya, seperti ada upaya sekelompok orang tertentu yang berusaha mengubah UU agar memberi kesempatan para narapidana koruptor untuk kembali menduduki kursi di pemerintahan.
Hal itu terbukti dalam putusannya MK, memutuskan melakukan pengubahan bunyi untuk pasal 7 ayat 2 huruf g. Di mana dalam pengubahan disebutkan, pencalonan dapat dilakukan bagi mantan terpidana yang telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana
(11/12).
Sedangkan pada posisi yang lain banyak partai yang berkomitmen untuk tidak mencalonkan anggota partainya jika memang terbukti tersangka kasus korupsi atau mantan narapidana.
Inilah wajah demokrasi yang memang tidak memiliki sebuah kepastian hukum. Hukum dapat berubah sesuai zaman dan yang menduduki kekuasaan. Bahkan sebuah keputusan hukum sangat rentan akan tekanan. Sehingga wajar jauh dari keadilan.
Padahal jika dipikirkan tentu hal itu amat bertentangan dengan hati dan akal. Bagaimana tidak, seseorang yang terbukti bersalah dan kehilangan kepercayaan rakyat masih dianggab mampu mewakili suara rakyat.
Terpilihnya para koruptor ini untuk dapat menduduki kursi jabatan dipemerintahan pada sejatinya telah melukai hati rakyat. Bagaimana tidak, merekalah yang menjadikan rakyat tidak makmur dan sejahtera karena kebijakan mereka tidak berpihak pada rakyat.
Akar dari permasalahan ini adalah sisitem yang mengatur negeri ini. Yaitu sistem kapitalis demokrasi. Dalam sistem kapitalis ini, pemegang kekuasaan tertinggi adalah para konglomerat yang bergandengan dengan pejabat.
Tindakan demikian dimaklumi serta dibolehkan dalam sistem demokrasi. Maka wajar kita akan dapati bahwa demokrasi adalah alat bagi para kapital untuk memuluskan tujuan mereka yaitu meraup keuntungan sebesar-besarnya dari jerih payah rakyat.
Maka sistem demokrasilah yang telah melahirkan para koruptor tanpa hati dan akal sehat tumbuh subur dalam setiap kegiatan yang ada didalam segala sisi kehidupan.
Bahkan tak dapat dipungkiri, kasus korupsi telah membuat negara kehilangan dana 9 triliun atau lebih disetiap tahunnya. Sebuah angka yang fantastis namun anehnya cukup dimaklumi sebagai tindakan kejahatan biasa.
Apakah hingga negeri ini terjual semuanya barulah dianggab perlu tindakan kongkrit menghentikan korupsi hingga ke akarnya.
Posisi Narapidana Korupsi Dalam Islam
Agama Islam adalah agama yang berasal dari yang Maha Sempurna yaitu Allah SWT. Islam hadir bukan hanya mengajak manusia menyembah pada Tuhan yang sebenarnya.
Namun juga dalam Islam melahirkan peraturan. Peraturan ini sebagai solusi atas segala permasalahan manusia dalam kehidupannya. Karena pada hakekatnya setiap zaman akan mengalami banyak peristiwa dari aktivitas manusia.
Islam memandang bahwa manusia adalah hamba Sang Pencipta, maka untuk terikat dengan hukum Allah SWT adalah sebuah kewajiban dan konsekwensi iman.
Dalam pandangan Islam setiap manusia memang berpotensi untuk melakukan kejahatan, karena manusia bukanlah malaikat yang tidak mempunyai hawa nafsu.
Namun tindakan tersebut dapat ditanggulangi dengan ketaqwaan individu, kontrol masyarakat dan pengayoman negara.
Dalam Islam, tindakan kejahatan adalah segala tindakan manusia yang melanggar hukum yang telah ditentukan Allah SWT. Maka siapapun uang melanggarnya harus dikenai sanksi sesuai perbuatan yang dilakukan.
Sanksi dalam Islam adalah sebagai penebus dosa dan pemberi efek jera pada siapapun yang mempunyai niat jahat. Seperti dalam hal pencurian, sebagaimana firman Allah:
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya”.
QS. Al-Maidah, 5:38.
Maka jika sudah hilang tangan dan kaki apa lagi yang hendak dicuri. Artinya setiap pelaku kejahatan akan menerima sanksi yang berat sehingga akan membuatnya berfikir seribu kali jika hendak melaksanakan niat jahatnya.
Islam menjamin hak kepemilikan dan negara wajib memberikan perlindungan serta keamanan. Oleh sebab itu hukuman berat bagi pencurian merupakan upaya pemeliharaan dan perlindungan terhadap hak kepemilikan barang oleh individu maupun masyarakat.
Dalam negara Islam setiap pelaku kejahatan akan merasa amat malu dengan tindakannya dan masyarakat dalam Islam adalah masyarakat yang cerdas dalam memilih seseorang, karena landasan ketaqwaan dan kemampuan lah mereka terpilih.
Maka jika taqwa saja tidak ada dan kemampuanpun dinodai dengan melakukan tindakan kejahatan mana mungkin dipilih kembali dan mendapat kepercayaan dari rakyat.
Selain sanksi yang tegas kemakmuran dan kesejahteraan hidup pun terjamin dalam Islam. Karena diatur berdasarkan syariat Allah semata.
Islam melandasi aktivitas manusia dengan iman dan tanggung jawab yang besar dalam memberi pelayanan terbaik bagi setiap individu masyarakat.
Negara akan menumpas tuntas hingga keakar bagi setiap pelaku kejahatan dan mengusut setiap kasus hingga tuntas sehingga keadilan benar benar dapat dirasakan oleh setiap warga negara.
Negara juga dituntut untuk memberikan perhatian dalam segala aspek yang ada di tengah tengah masyarakat. Maka tugas negara adalah memenuhi segala kebutuhan warga negara untuk mendapatkan kesejahteraan benar benar dapat dirasakan oleh seluruh warga negara begitu juga warga negara non muslim.
Negara Islam kuat karena ditopang dengan sisitem Islam dalam segala aspek. Begitulah para Khalifah memimpin dan memberangus para pelaku kejahatan termasuk korupsi.
Post a Comment