Oleh : Linda Pusparini
(Ibu Rumah Tangga)
Memiliki gelar sarjana merupakan sebuah impian bagi sebagian besar mahasiswa. Disamping sebagai tanda bukti keseriusannya dalam menempuh pendidikan strata dengan gelar sarjana tersebut diharapkan mampu untuk mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai kemampuan akademisnya.
Namun fakta berbicara lain. Ditengah arus kapitalisme yang semakin ganas, kini nasib sarjana tak lagi seindah gelarnya. Seperti hal nya nasib Zulkarnain, pria yang akrab di panggil bang Zul tersebut dalam kesehariannya bekerja sebagai juru parkir di Duri, Kabupaten Bengkalis. Padahal beliau merupakan lulusan sarjana.
Seperti dilansir dari https://www.goodnewsfromindonesia.id/2019/06/20/kisah-zul-tukang-parkir-di-kota-duri-yang-ternyata-lulusan-sarjana. Pendidikan yang di enyam Zul tidak terbilang rendah, karena dirinya berhasil menyandang status sarjana muda (D-III) dari pahit getirnya kehidupan yang dijalani. Ia lulus dari salah satu sekolah tinggi Manajemen dan Ilmu Komputer di Dumai, Riau, tahun 2004 silam.
Hal ini bertolak belakang dengan apa yang disampaikan oleh Menkopolhukam Mahfud MD yang mana memberikan arahan agar lulusan PT Indonesia menjadi kaum intelektual yang kaya ilmu dan wawasan. Mahfud MD juga menyebutkan dunia perguruan tinggi (PT) sedang menjadi "terdakwa" dari kekacauan tata kelola pemerintan dan munculnya korupsi dimana-mana.
Mahfud berharap perguruan tinggi tidak hanya menghasilkan sarjana, tapi juga mencetak intelektual. "Jadilah ulul albab, orang yang cerdas dan mulia akhlak. Ini sebuah tantangan bagi perguruan tinggi. https://www.vivanews.com/berita/nasional/25933-mahfud-md-jadilah-sarjana-intelektual-bukan-sarjana-tukang?medium=autobext
Memang ada yang salah dengan sistem pendidikan yang saat ini tengah dilangsungkan. Disaat banyak sarjana menganggur disisi lain kita dihadapkan pada fakta bahwa sebagian besar para koruptor juga merupakan lulusan Perguruan Tinggi.
Hal ini tak lain merupakan buah diterapkannya sistem kapitalis sekuleris yang mana menghasilkan output pendidikan bermental materialistis dan hanya mengejar nilai akedemis tanpa dibarengi ketrampilan yang memadai. Di tambah lagi sedikitnya lapangan perkerjaan yang tersedia membuat para lulusan perguruan tinggi ini lebih memilih banting setir mencari pekerjaan seadanya. Dan bahkan praktek suap pun tumbuh dengan subur.
Inilah potret suram pendidikan ala kapitalisme. Dimana para sarjana dicetak menjadi buruh di negeri sendiri sedangkan posisi dan jabatan-jabatan penting di kuasai para pemilik modal dan antek-anteknya. Lebih parahnya generasi kita digiring menjadi manusia-manusia industrialis yang nyaris kehilangan nilai-nilai humanis. Mereka menjadi pribadi yang kering akan iman dan bahkan kehilangan moral. Serta menjadi individualis dan egois.
Hal ini sangat jauh berbeda dengan ketika sistem Islam masih diterapkan dimana negara memfasilitasi pendidikan secara gratis untuk rakyatnya . Karena dalam Islam, pendidikan merupakan hak dasar setiap individu. Disamping itu sistem pendidikan Islam telah terbukti mampu menghasilkan output manusia-manusia berkualitas, yang bertaqwa dan yang tidak hanya mementingkan dunia, melainkan menjadikan akhirat sebagai tujuan hidupnya. Allah berfirman :
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu."(QS. Az-Dzariyat : 56)
Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung."(QS. At Taubah : 111)
Disamping itu negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan yang banyak. Sehingga seluruh laki-laki yang menjadi kepala keluarga atau wali memiliki pekerjaan tanpa memandang status pendidikannya. Terkecuali orang-orang yang cacat, maka negara bertanggung jawab penuh atas mereka.
Ekonomi dalam islam pun memastikan kesejahteraan bagi setiap penduduknya dengan terpenuhinya kebutuhan pokok berupa sandang, pangan dan papan. Dan berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan aparatur pemerintah, Rosul dalam hadist riwayat Abu Dawud berkata, "Barang diapa yang diserahi pekerjaan dalam keadaan tidak mempunyai rumah, akan disediakan rumah, jika belum beristri hendaknya menikah, jika tidak mempunyai pembantu hendaknya ia mengambil pelayan, jika tidak mempunyai hewan tunggangan (kendaraan) hendaknya diberi. Dan barang siapa mengambil selainnya, itulah kecurangan (ghalin)."
Memang hanya dengan kembali kepada Islamlah segala carut marut permasalahan di
negeri ini dapat teratasi dan hanya Islamlah satu-satunya sistem yang dapat memuliakan para sarjana sehingga mereka tak hanya menjadi para intelektual yang ulul albab tetapi juga bevisi akhirat.
Post a Comment