Bank 'Emok' Bikin Emak Syok

Oleh: Kartika Linggawati, S.Pd 
(Aktivis Dakwah, Pembina Kajian Muslimah Masyarakat Tanpa Riba Kota Tasikmalaya)

Bank 'Emok'. Itulah istilah yang tengah menjadi viral terhadap fenomena merebaknya pinjaman bank beberapa pekan terakhir di Jawa Barat. Pinjaman mikro ini dianggap sebagai cara baru rentenir beroperasi. Emok sendiri berasal dari bahasa sunda yang artinya cara duduk perempuan lesehan dengan bersimpuh menyilangkan kaki ke belakang. Penyalur dana ini diberi nama bank emok lantaran saat terjadinya transaksi dilakukan secara lesehan dan targetnya adalah emak-emak.

Fenomena bank emok ini pun kembali diutarakan oleh Anggota Komisi XI Puteri Komarudin saat rapat dengan OJK di Gedung DPR. Puteri sendiri mengaku sudah melakukan penyelidikan di dapilnya selama 8 bulan terkait praktik bank emok itu. Ternyata banyak juga bank yang sudah mendapatkan izin dari OJK yang melakukan praktik tersebut.

"BPR juga ternyata menjadi penyalur utama pinjaman mikro ini. Yang disayangkan perempuan menjadi target utama dari bank emok ini karena sanksi sosial," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (detik.com, 18/11/2019).

Sebelumnya juga sudah heboh beredar tentang video emak-emak yang syok dan histeris saat ditagih uang utang oleh bank emok. Meski video yang viral belum diketahui lokasinya, keberadaan bank emok ini telah menjamur di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. 

Dalam praktiknya bank emok menyalurkan pinjaman kepada suatu kelompok tidak perorangan. Kelompok penerima pinjaman ini harus terdiri dari 10 orang atau lebih. Tujuan awalnya bank emok memberikan pinjaman kepada kelompok usaha. Namun pada kenyataannya bank emok memberikan juga pinjaman kepada emak-emak untuk kebutuhan konsumtif. Kebanyakan nasabah memilih bank emok karena persyaratannya sangat mudah dibanding bank. Cukup dengan fotokopi KTP, uang pinjaman sudah bisa diterima.

Bank emok akan menyalurkan pinjaman belasan hingga puluhan juta rupiah kepada kelompok tersebut. Nah pembagiannya berbeda-beda sesuai kesepakatan kelompok tersebut. Nah yang jadi masalah adalah pinjaman ini harus dibayarkan secara tanggung renteng. Artinya ketika ada satu atau beberapa anggota tak bisa bayar maka harus ditanggung oleh anggota lainnya. Tak jarang pada saat saling menagih inilah para anggota kelompok saling menuntut dan berujung perselisihan hingga histeris.

Bila kita cermati maraknya nasabah bank emok tidak lain karena 2 hal yakni yang pertama akibat gaya hidup konsumtif dan yang kedua murni karena himpitan ekonomi. Bagi nasabah yang meminjam pinjaman karena gaya hidup konsumtif, hal ini karena terpengaruh oleh corak kehidupan masyarakat kini yang cenderung berorientasi materialistis. Para emak yang menjadi korbannya menjadikan standar kebahagiaan adalah dengan terpenuhinya berbagai keinginan yang mampu menunjang gaya hidupnya. Namun keterbatasan biaya menjadikan mereka rela menjadi korban bank emok tersebut. Ibaratnya mereka menjadi emak-emak "BPJS" ( Biaya Pas-pasan Jiwa Sosialita). Lain halnya dengan emak-emak yang menjadi nasabah bank emok murni karena himpitan ekonomi. Mereka rela menanggung bunga bank yang begitu besar hanya demi menyambung hidup. Mahal dan sulitnya perolehan sandang, pangan dan papan telah cukup banyak membebani pikiran para ibu akibat penerapan sistem kapitalis-materialistik. Sistem yang hanya mengutamakan kepentingan para kapital untuk menguasai berbagai hal.yang menyangkut hajat hidup masyarakat. Mulai dari privatisasi hutan, tambang, gas alam, mata air pegunungan hingga pengelolaan sarana dan prasarana masyarakat. Semua dikuasai swasta dan asing atas nama investasi. Pada akhirnya semua penguasaan tersebut berimbas pada melambungnya harga-harga kebutuhan masyarakat baik kebutuhan  primer maupun sekunder.

Gaya hidup konsumtif serta jeratan ekonomi tersebut didukung pula oleh minimnya pemahaman masyarakat terhadap ilmu agama. Islam sebagai agama paripurna telah memberikan penjelasan tentang apa seharusnya yang menjadi standar kebahagiaan manusia yang hakiki. Islam pun telah menjelaskan secara gamblang bagaimana semestinya manusia mengusahakan perolehan kekayaan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. 

Di dalam Islam standar kebahagiaan seorang Muslim adalah ridho Allah semata. Tiada satu pun perbuatan yang dilakukan seorang Muslim melainkan hanya untuk meraih ridho Allah semata. Maka ketika seorang Muslim mencari penghidupan pun semuanya ditujukan demi mencari ridho Allah SWT. Dengan standar ini maka seorang Muslim akan menjalani kehidupan dengan bersahaja, tak tertipu dengan dunia yang melenakan. Ia akan menjadikan kecukupan hanya di sisi Allah SWT. Senantiasa bersyukur dengan apa yang telah Allah rizkikan kepadanya dan mampu  menundukkan keinginannya. Ia tidak akan mudah terseret arus gaya hidup materialistik yang tengah mendera masyarakat. Sabar dan qanaah akan menjadi rem baginya untuk menundukkan segala keinginan duniawi yang hina di mata Allah SWT.

Selain itu perihal perolehan kekayaan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup manusia, Islam telah mengaturnya dengan mekanisme yang sesuai dengan fitrah manusia. Islam tidak membatasi perolehan kekayaan dari sisi kuantitas nya namun Islam juga tidak membiarkan manusia berlebih-lebihan serta menumpuk-numpuk harta. Islam pun telah menggariskan upaya-upaya yang dilakukan manusia dalam rangka  perolehan kekayaan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Tentunya upaya-upaya tersebut haruslah sesuai dengan tuntunan syariah. Manusia harus mengupayakan pemenuhan kebutuhan hidupnya dengan jalan yang halal. Misalnya dengan bekerja maupun berniaga. Dalam hal ini pun Allah telah menegaskan dalam firmannya Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 275 yang artinya "..Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..". Rasulullah saw pun menyatakan bahwa terdapat tujuh dosa yang menghancurkan yakni salah satunya adalah memakan riba. Keharaman riba ini bukanlah tanpa sebab. Selain termasuk ke dalam dosa besar, riba juga bisa mengundang kehancuran bagi para penikmatnya. Beberapa korban dari bank emok ini saja misalnya, ada yang harus berakhir rumah tangganya dengan perceraian akibat perselisihan antara suami istri lantaran si istri meminjam uang tanpa persetujuan sang suami yang pada akhirnya membuat sang suami kesal karena harus menanggung beban berat untuk membayar pinjaman yang dipinjam istrinya. Fakta lain akibat bunga bank yang terus membengkak tak jarang juga kita temukan banyak nasabah yang harus kehilangan aset-aset yang dimilikinya karena terlilit utang ribawi semacam ini. Ada yang lebih memilih mengakhiri hidupnya karena tak kuasa menanggung beban hidup akibat dikejar-dikejar dept collector (DC) bahkan ada pula yang nekad melakukan tindakan kriminalitas dengan membunuh DC karena kesal terus menerus ditekan untuk membayar utang. 

Kondisi miris ini tentunya bisa dihentikan dengan menyelesaikan akar masalah sebagaimana yang telah diuraikan tadi, yakni gaya hidup konsumtif dan himpitan ekonomi akibat penerapan sistem kapitalis-materislistik serta minimnya pemahaman agama tentang standar kebahagiaan dan bahaya riba. Gaya hidup konsumtif dan himpitan ekonomi hanya bisa diubah manakala sistem yang diterapkan atas masyarakat berbasis aqidah. Dengan penerapan sistem politik-ekonomi Islam di tengah masyarakat akan menjadikan masyarakat memiliki orientasi hidup untuk tujuan akhirat semata. Kondisi masyarakat dimana Islam diterapkan di dalamnya akan mengarahkan masyarakat untuk hidup bersahaja, sejahtera dan meraih ridho Allah SWT karena semua perbuatan yang dilakukan masyarakat semuanya ditujukan bukan hanya demi mengurusi urusan perut dan hawa nafsu namun lebih dari itu semua perbuatan yang dilakukan hanya untuk  beribadah dan mencari ridho Allah SWT semata, termasuk dalam upaya-upaya mencari penghidupan sekalipun. Perwujudan corak kehidupan Islami seperti ini adalah solusi jangka panjang yang harus diupayakan dengan perjuangan sungguh-sungguh melalui dakwah. Menyeru kepada masyarakat akan urgensi penerapan aturan yang sesuai dengan fitrah manusia dan berbasis aqidah. Seruan ini harus diserukan oleh semua kalangan masyarakat, tak hanya kalangan ulama dan asatidz/asatidzah semata namun seluruh kaum Muslim. 

Sebab ini adalah tanggung jawab dan kewajiban bersama sebagaimana firman Allah SWT Qur'an  Surat At-Taubah ayat 71 yang artinya "Laki-laki yang Mukmin dan perempuan yang mukmin sebagian dari mereka menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar..". 

Sementara solusi jangka pendek yang bisa dilakukan adalah dengan membentuk sebuah komunitas yang bergerak dan berupaya melakukan pencerdasan serta pembinaan ke tengah masyarakat dengan pemahaman-pemahaman Islam tentang bahaya riba dan membimbing masyarakat serta mendampinginya dalam upaya membebaskan diri dari jeratan utang ribawi. Kedua solusi tersebut baik jangka pendek maupun jangka panjang harus diupayakan sekuat tenaga oleh kita sebagai bagian dari masyarakat yang peduli dengan kondisi masyarakat. Turut ambil bagian dalam upaya mencerdaskan dan pembinaan adalah langkah awal kita mengubah kondisi masyarakat yang tengah "sakit" ini menuju masyarakat "sehat" , sejahtera dan terbebas dari riba. Wallahu'alam.

Post a Comment

Previous Post Next Post