Ada yang Rugi Dibalik Reaktivasi Jalur Kereta Api

Oleh: Fitria Sarah Nurfajrin

         Akhir tahun 2019 kembali ramai berita seputar reaktivasi jalur kereta api Rancaekek-Tanjungsari yang sudah ditutup hampir selama 77 tahun. Ketua Pansus VII DPRD Jabar, Herlas Juniar, mengatakan reaktivasi jalur kereta api Rancaekek-Tanjungsari sepanjang 11,5 KM direncanakan beroperasi 2022-2023. Herlas menambahkan reaktivasi jalur kereta api dibutuhkan untuk mengurangi kemacetan dan menurunkan tingkat penggunaan kendaraan pribadi (dprd.jabarprov.go.id, 10/07/2019).
Kepala Dinas Perhubungan Jawa Barat, Heri Antasari mengatakan, progres reaktivasi jalur kereta api Rancaekek-Tanjungsari saat ini sudah memasuki tahap finalisasi penertiban dan pendataan aset lahan. Menurutnya, progres reaktivasi jalur tersebut tidak terlalu sulit lantaran asetnya milik PT KAI. "Progres reaktivasi jalur Rancaekek-Tanjungsari saat ini di persiapan rencana penertiban, pendataan terkait lahan, aset dari PT KAI, itu masih terus dilakukan, terus dilakukan finalisasi pendataan untuk dilakukan tahap penertiban selanjutnya," kata Heri saat On Air di Radio PRFM 107.5 News Channel. Heri mangatakan, rencana jangka panjangnya, jalur kereta Rancaekek-Tanjungsari akan dilanjutkan sampai Kertajati. Hal itu dilakukan menindaklanjuti adanya Bandara Kertajati (PRFM, 03/08/2019).
           Dana yang dibutuhkan untuk reaktivasi jalur kereta ini sangat besar. Menurut Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, dana yang dibutuhkan besar sekali sekitar Rp. 2-3 triliun. Saat ini, pemerintah pusat dan daerah Jawa Barat mempersiapkan sumber dana. Selain APBN, pemerintah juga akan mencari dana pinjaman (tirto.id, 05/10/2019). 
           Di Desa Tanjungsari sendiri kawasan yang merupakan bekas jalur kereta api ini sudah menjadi kawasan pemukiman padat dan kawasan ekonomi aktif untuk masyarakat. Ada sekitar 350 KK yang terdampak reaktivasi jalur kereta api ini. Akhir-akhir ini warga mulai resah dengan adanya sejumlah patok dari PT. KAI. Meskipun sudah ada patok namun belum ada kepastian kapan akan ada penertiban lahan. Reaktivasi jalur kereta api ini memang menuai pro-kontra bagi masyarakat. Terutama masalah dana penggantian bangunan milik warga. Warga memang tak menampik jika mereka membangun rumah diatas tanah milik PT. KAI. Namun, warga meminta keadilan untuk bangunan yang sudah mereka tinggali selama puluhan tahun.
Dampak dari reaktivasi jalur kereta api ini warga akan kehilangan tempat tinggal, harus mencari mata pencaharian baru, termasuk urusan sekolah anak yang harus dipindahkan. Warga ingin dana penggantian bangunan ini bisa mencukupi kebutuhan-kebutuhan tadi. Jika hanya diganti dengan uang untuk ongkos pindah saja, rasanya tidak adil. Karena sudah hak masyarakat mendapatkan tempat tinggal, pekerjaan, dan pendidikan. 
Sungguh tidak adil rasanya ketika saat ini pembangunan infrstruktur begitu gencar namun dibalik pembangunannya ada rakyat yang menjadi korban. Pembangunan infrastruktur memanglah hal penting dalam membangun ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Tetapi seharusnya pembangunan infrastruktur ini berorientasi pada kesejahteraan rakyat bukan justru merugikan rakyat. Inilah wajah sistem kapitalis yang mengutamakan kepentingan para pemilik modal daripada rakyatnya.
Dalam Islam, jika memang pemerintah harus bekerjasama dengan pihak ketiga maka haruslah kerjasama yang menguntungkan rakyat, bukan justru menjebak dalam hutang riba. Apalagi sampai bertekuk lutut karena tekanan hutang pihak asing. Hal ini pernah dicontohkan oleh Khalifah Umar, dengan spirit menerapkan syariah Islam, Khalifah umar merealisasikan pembangunan infrastruktur yang bagus dan merata diseluruh negeri Islam. Dengan menggunakan syariah Islam ini, pembangunan yang membutuhkan dana besar dapat dengan mudah dibangun tanpa berdampak pada kerugian rakyat ataupun merendahakan martabat rakyat karena tekanan pihak asing yang memberi pinjaman ribawi.  


        

Post a Comment

Previous Post Next Post