Oleh : Nurul Miftahul Jannah
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi suatu negara. Bahkan menjadi faktor utama yang patut untuk diperhatikan, lebih-lebih di negara berkembang seperti Indonesia. Banyak problem di dunia pendidikan yang mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah dan salah satunya adalah problem kualitas output pendidikan yang memang menjadi masalah.
Namun kebijakan baru sang menteri untuk memperbaiki kualitas output pendidikan lebih beriontasi menyiapkan kerja saja. Sebagaimana yang dilansir Tempo.co, Jakarta, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, mengatakan "empat program pokok kebijakan pendidikan tersebut akan menjadi arah pembelajaran ke depan yang fokus pada arahan presiden dan wakil presiden dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia" Jakarta, Rabu, 11 Desember 2019.
Dari pernyataan tersebut Nadiem ingin menyiapkan pendidikan hanya sebagai wadah untuk meningkatkan SDM yang kemudian menjadikanya hanya kerja dan kerja saja.
Mendikbud Nadiem telah meluncurkan empat pokok kebijakan pendidikan dalam program "Merdeka Belajar" meliputi perubahan pada Ujian sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi. Untuk penyelenggara USBN pada 2020 akan diterapkan dengan ujian yang diselenggarakan hanya oleh sekolah. Melalui hal itu, guru dan sekolah lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar siswa. Untuk anggaran USBN sendiri dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah, guna meningkatkan kualitas pembelajaran.
Nadiem menilai merdeka belajar sama dengan merdeka berpikir dimulai dari guru yang diturunkan untuk ditanamkan di siswa. Program ini juga menuntut agar siswa bebas untuk belajar serta bebas untuk memaknai apa yang dipelajarinya tanpa memperhatikan hukum syara. Guru yang seharusanya memberikan arahan terhadap apa yang diajarkan, dalam merdeka belajar ini tidak diberi ruang untuk membendung nalar siswa.
Diluncurkanya program merdeka belajar sama dengan merdeka berpikir bersamaan dengan kampanye masif melawan radikalisme dan intoleransi. Sementara sudah jelas cap radikal ditujukan pada muslim mana pun yang terikat untuk menjalankan tuntunan agamanya.
Rezim sekarang ingin mengajak dan menyuarakan anti radikal melalui kebebasan berpikir. Merdeka berfikir tidak lain memberikan kebebasan (liberal) dalam memaknai materi pelajaran dan berujung pada perilaku dan karakter liberal tanpa dikungkung batasan (agama Islam). Pelajar diberikan kebebasan untuk memahami makna radikal tanpa didasari oleh Islam. Lebih-lebih program yang dicanangkan ini diperuntukkan untuk remaja yang usianya masih labil sehingga dengan gamblang mereka asal menyimpulkan.
Memang dunia pendidikan tidak boleh menghasilkan SDM yang hanya pandai menghafal tanpa memahami makna dan menginternalisasi pemahamanya. Namun dunia pendidikan di era kapitalisme ini hanya akan menghasilkan generasi matrealistik dan egois bila pemahaman diisi oleh insan berliterasi dan berkarakter universal lepas dari tuntunan wahyu. Pendidikan dalam sistem ini juga hanya membentuk individu-individu yang menguasai ilmu dunia saja tetapi minim dengan ilmu akhirat. Lebih-lebih tujuan pendidikanya hanya semata-mata mendapatkan materi saja.
Berbeda dengan Islam, pendidikan bukan hanya wadah untuk mencari ilmu saja, akan tetapi mempunyai peranan penting dalam membentuk kepribadian Islam. Ilmu yang didapatkan bukan hanya diperuntukan untuk mendapatkan pekerjaan saja. Lebih dari itu bagaimana mengaplikasikan ilmunya untuk kemaslahatan orang banyak. Pola pikir yang ditanamakan bukan tentang keegoisan untuk mendapatkan peringkat yang memuaskan tetapi mengembakan potensi yang ada dalam diri agar bisa menjadi individu yang terampil. Semakin tinggi ilmu yang didapatkan semakin baik akhlaknya, itulah yang dibangun dalam sistem Islam.
Wallaahu a'lam.
Post a Comment