Umat Butuh Ulama Pewaris Nabi

Oleh : Ade Noer Syahfitri 
(Aktivis Muslimah Jakarta Utara) 

Indonesia adalah negeri yang kaya, bukan hanya keanekaragaman hayati namun juga keanekaragaman  suku, budaya dan agama. Namun sayang seribu sayang  keanekaragaman ini justru menjadi pelunturan aqidah, khususnya bagi umat Islam. Ya kita ketahui bersama bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam.

Rasanya belum pancasila dan tidak toleransi apabila pejabat dan penguasa negeri ini belum mengucapkan salam pembuka lintas agama, sehingga  begitu banyak pejabat negeri ini yang akhirnya menggadai aqidah nya dan rela kehilangan identitasnya sebagai seorang muslim karena tuntutan tersebut. 

Menanggapi fenomena yang kian marak ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengimbau umat Islam dan para  pejabat untuk menghindari pengucapan salam dari agama lain saat membuka acara resmi. Mengucapkan salam semua agama merupakan sesuatu yang bidah, mengandung nilai syuhbat, dan patut dihindari oleh umat Islam.

Toleransi Gaya Sekuler Merusak Aqidah Menggerus Identitas
"Kaitannya dengan toleransi, kita setuju dalam perbedaan, saling menghormati, menghargai. Bukan berarti kalau orang salam nyebut semua itu wujud kerukunan. Itu perusak kepada ajaran agama tertentu," kata Ketua MUI Jatim KH. Abdusshomad Buchori dalam Imbauan yang termaktub di surat edaran bernomor 110/MUI/JTM/2019
Sejak awal negeri ini berdiri, umat Islam tidak pernah berhenti berjuang dalam memerangi penjajah, karena dalam Islam melawan penjajah dan intervensi asing adalah Jihad. Akan tetapi kita bisa lihat bagaimana akhirnya perjuangan itu dianggap tidak seberapa mulai dari saat perumusan dasar negara hingga saat ini. Islam terpojokkan dan istilah-istilah Islam diberangus karena tidak sesuai dengan tabiat negeri ini yang beragam.

Semua itu akibat melekatnya sistem kehidupan Sekuler dan paham-paham barat yang merusak. Sekuler  adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan negara harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan.(Wikipedia.org)

Taat dalam beragama dan memegang teguh syariat Islam hari ini bukan lagi suatu hal yang dibanggakan dalam kehidupan yang berasaskan sekuler ini. Ketika semua agama dinilai sama dan ridho Allah bukan lagi standar dalam melakukan aktivitas itulah realitas yang ada di dalam kehidupan sekuler. 

Menatap umat Islam hari ini bagai gajah tanpa gading atau singa tanpa taring. Mayoritas yang ditakuti, namun setiap gerak-geriknya senantiasa tertuduh dan terpojokkan. Tertuduh tatkala ia berpegang teguh dengan ajaran agamanya dan terpojokkan sehingga agar tetap eksis ia pun rela bermanis-manis walau ajaran agamanya ia tabrak habis. 

Untukmu Agamamu Untukku Agamaku
"Untukmu agamamu, dan untukku agamaku." (QS. Al-Kafirun 109: Ayat 6)
Aku di sini, dan kamu di sana! Tidak ada penyeberangan, tidak ada jembatan, dan tidak ada jalan kompromi antara aku dan kamu! Ini adalah pemisahan yang total dan menyeluruh perbedaan yang esensial dan total, yang tidak mungkin dapat dipertemukan di tengah-tengah jalan.(Tafsir Fi Zilalil Quran Sayyid Qutb) 

Islam adalah agama yang sempurna, tidak perlu diajarkan berbagai teori untuk mengajari umat Islam tentang toleransi dan menjaga kerukunan di tengah-tengah keberagaman. Bagaimana Islam menyudahi perang tiada henti selama 120 tahun antara suku Aus dan suku Khazraj di Madinah dengan Rasul dan seperangkat aturan dari Allah Swt berupa Al-Qur’an dan as-sunnah.
Islam adalah sistem kehidupan, sekuler pun sistem kehidupan hanya saja keduanya tidak bisa dibandingkan sejajar karena jelas Islam lah satu-satunya sistem kehidupan yang tinggi dan gemilang. Selama 13 abad mampu memimpin 2/3 dunia,  tanpa harus menindas dan mengusik keyakinan selain Islam, keadilan tercipta, dan seluruh umat manusia pun hidup sejahtera serta terjamin baik keamanan, kerukunan, kesehatan, dan pendidikannya. 

Langkah yang diambil MUI adalah hal cerdas yang patut diapresiasi. Ketika pejabat bahkan pemimpin negeri ini yang mereka  adalah seorang muslim, namun tanpa rasa malu mereka memberikan contoh yang tidak benar dan merusak aqidah kepada ratusan juta rakyatnya. Berharap bukan hanya sampai di sini sikap kritis MUI karena banyak hal yang harus diluruskan di negeri ini. Karena bagaimana pun juga umat butuh ulama-ulama pewaris nabi yang lantang menyuarakan kebenaran. 

Sejarah mencatat bagaimana K.H.Hasyim Asyari seorang ulama yang revolusioner, melalui  revolusi jihad 1945 yang dengannya mengobarkan api perjuangan umat melawan ketertindasan asing di saat para nasionalis masih setia menunggu hadiah kemerdekaan dari para kafir penjajah. 

Masalah negeri ini bukan tentang toleransi dan radikalisme seperti narasi para penguasa negeri, tetapi kesadaran umat atas ajaran agamanya dan memahami makna tauhid sesungguhnya yakni tidak mencari sembahan dan aturan yang lainnya  selain dari Allah Swt. 
Wallahu’alam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post