Oleh : Annadia Kirana
(Mahasiswi UIN Raden Fatah Palembang)
Joko widodo akan memimpin kembali pemerintahan untuk lima tahun ke depan. Dia akan menjadi presiden hingga 2024 ditemani oleh Wakil Presidennya, Ma’ruf Amin. Sejumlah visi dan misi yang telah dipaparkan pada saat kampanye Pilpres 2019 lalu. Jokowi-Ma’ruf Amin mengatakan akan bertekad menjalankan program-program tersebut. Akan tetapi, bukan berarti Jokowi mampu memenuhi dan fokus merealisasikan janjinya lalu mengabaikan permasalahan yang muncul diperiode pertama. (https://m.cnnindonesia.com/)
Karhutla merupakan salah satu dari masalah yang belum usai juga bahkan hingga setelah pelantikan Jokowi untuk yang kedua kalinya. Asap yang membumbung tinggi ke langit di berbagai daerah khususnya di bagian Sumatera dan Kalimantan. Asap karhutla ini bahkan sampai memakan korban jiwa khususnya anak-anak.
Greenpeace Indonesia mencatat 3,4 juta hektare lahan terbakar selama 2015-2018. Ditambah catatan dari BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) yang menyebut 328.742 hutan dan lahan terbakar, bahkan angka itu tidak statis dan masih bisa bertambah. Greenpeace menilai bahwa itu adalah dampak dari pemerintah yang lemah dalam penegakan hukum terhadap perusahaan yang terbukti membakar hutan dan lahan tersebut.
Pemerintah juga dinilai cenderung pasif terhadap perusahaan yang sudah divonis tetapi belum membayar ganti rugi. Walhasil, perusahaan lain menjadi tidak takut untuk melakukan pembakaran hutan dan lahan bahkan termasuk tindakan laiinnya yang merugikan banyak orang.
Selain karhutla masih ada beberapa permasalahan lainnya yakni persoalan defisit yang dihadapi BPJS Kesehatan. Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih memiliki tunggakan dibeberapa rumah sakit, salah satunya ialah sebesar Rp 20 miliar kepada RSUD Ungaran. Bahkan surat tagihan dari RSUD Ungaran sudah dikirimkan sejak Mei 2019, namun hingga saat ini belum mendapat respon (Kompas 17/10/2019).
Tampaknya bukan sibuk dengan pembenahan dan menuntaskan semua permasalahan, pemerintah malah lebih fokus dengan urusan lain. Masing-masing parpol dan elitnya saling bermanuver memperebutkan kursi. Bahkan yang awalnya kontra rezim, sekarang berusaha melakukan rekonsiliasi. Tentu semua hal itu tak lain hanya demi jabatan dan kekuasaan. Begitulah realitasnya politik demokrasi sekuler hari ini. Banyak kalangan yang telah diperbudak nafsu jabatan dan kekuasaan. Bahkan bisa saja tidak sedikit diantara mereka yang tak peduli soal halal-haram, baik-buruk atau benar-salah.
Kepemimpinan sesungguhnya adalah sebuah amanah, maka siapa saja yang memegang amanah tersebut haruslah melayani rakyatnya dengan sebaik mungkin. Rasulullah saw bersabda: “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.(HR. Abu Nu’aim)”. Dan Rasulullah saw pun bersabda: “Tidak seorang hamba pun yang diserahi oleh Allah untuk memelihara urusan rakyat, lalu dia tidak melingkupi rakyat dengan nasihat (kebaikan), kecuali ia tidak akan mencium bau surga. (HR. Al-Bukhari)”
Dari banyaknya permasalahan yang di alami negeri ini seharusnya pemerintah cekatan dalam menanggapinya, karena amanah jabatan dan kekuasaan akan dimintai pertanggungjawaban bukan hanya dari rakyat tetapi juga dari Allah SWT di akhirat kelak. Rasulullah saw, bersabda: “Seorang iman (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus (HR. Al-Bukhari dan Muslim).”
Rasulullah saw juga bersabda: “Tidaklah seorang penguasa diserahi urusan kaum Muslim, kemudian ia mati, sedangkan ia menelantarkan urusan mereka, kecuali Allah mengharamkan surga untuk dirinya (HR. Al-Bukhari dan Muslim).”
Islam sangat mendorong agar para pemimpin penguasa maupun pejabat negara selalu bersikap adil dan melayani ummat.
Namun, pemimpin seperti ini tidak mungkin lahir dari rahim sistem demokrasi sekular yang sangat jauh dari tuntunan Islam.
Pemimpin seperti ini hanya mungkin lahir dari rahim sistem yang adil juga. Yakni sistem Islam yang diterapkan dalam institusi pemerintahan Islam. Sejak Rasulullah saw. diutus, tidak ada masyarakat yang mampu melahirkan para penguasa yang amanah dan adil kecuali dalam masyarakat yang menerapkan sistem Islam. Kita mengenal Khulafaur Rasyidin yang terkenal dalam kearifan, keberaniaan, dan ketegasannya dalam membela Islam dan kaum Muslim.
Andai saja kekeliruan sistem asing ini bisa dipahami dengan jelas oleh setiap anggota masyarakat, maka mereka akan mulai mempertimbangkan Islam sebagai alternatif politik yang riil untuk mengatasi kerusakan, kehinaan, kelemahan, perpecahan, dan keputus-asaan.
WalLahu a’lam bi ash-shawab.
Post a Comment