Sertifikat Perkawinan Bukan Jaminan

Oleh : Jafisa 
(Aktifis Dakwah Remaja dan Penanggung Jawab Pena Muslimah Cilacap) 

Menjalin hubungan lawan jenis dengan ikatan pernikahan merupakan harapan setiap insan. Namun bagaimana jika menikah menjadi sesuatu yang rumit dan menakutkan. Seperti baru-baru ini Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengusulkan agar setiap pasangan yang ingin menikah punya sertifikat perkawinan. Sertifikat ini bisa diperoleh jika calon mempelai mengikuti pembekalan pranikah yang diselenggarakan negara.

Tentu saja, usulan ini pun juga menimbulkan pro kontra, sebagian setuju, sebagian lagi menganggap kewajiban ini hanya akan merepotkan. Targetnya tahun 2020 besok, pasangan yang akan menikah harus punya sertifikat perkawinan. Tanpa sertifikasi itu, mereka nggak diperbolehkan menikah.
Muhadjir mengusulkan regulasi baru terkait syarat pernikahan di Indonesia. Ia ingin agar tahun depan pasangan yang ingin menikah mengantongi sertifikat perkawinan sebagai salah satu syaratnya. Ide ini dibuat agar pasangan punya pengetahuan soal reproduksi sampai kondisi-kondisi berbahaya bagi anak seperti stunting. Pelatihan itu nantinya agar bekerjasama dengan Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan.

Selain seluk beluk kesehatan, pasangan akan dibekali pengetahuan soal ekonomi keluarga hingga saran yang bersifat spiritual. Usulan ini disambut baik oleh sejumlah pihak, seperti Komnas Perempuan. Tapi mereka mengimbau agar sertifikasi ini nggak cuma sebatas sertifikat.
Mereka ingin agar pemerintah justru fokus ke praktiknya pasca menikah. Takutnya, pasangan yang mau menikah nanti cuma berpikir gimana mendapatkan sertifikat doang, tapi ogah menerapkan ilmu yang diperoleh dari kursus pranikah.
https://islamidia.com/tahun-2020-nikah-bakal-butuh-sertifikat-semua-calon-pasangan-wajib-ikut-kursus-pranikah/

.

Tidak Masuk Akal 

Jika usulan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan reproduksi, spiritual dan kondisi berbahaya akibat bagi anak seperti stunting serta berbagai masalah kompleks lainya yang disebabkan karena kurangnya pemahaman pernikahan sangatlah keliru, sebab permasalahan yang dikemukakan hanya perkara cabang yang merupakan buah dari perkara pokok yang telah salah sejak awal. 

Mengenai pembekalan reproduksi misalnya, Indonesia termasuk dari 179 negara yang menandatangani hasil kesepakatan Konferensi Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development, ICPD) di Kairo pada tahun 1994. Konferensi tersebut menyepakati perubahan paradigma dalam mengelola permasalahan kependudukan dan pembangunan, yang semula berfokus pada pengendalian populasi dan penurunan fertilitas, kemudian mengutamakan pelayanan kesehatan untuk pemenuhan hak-hak reproduksi individu, baik bagi laki-laki maupun perempuan, sepanjang siklus hidupnya. Kesehatan Reproduksi.

 Definisi kesehatan reproduksi telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu merupakan keadaan sehat secara fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan. Keseriusan pemerintah dalam memberi perhatian akan penanganan permasalahan kesehatan reproduksi, dituangkan juga melalui kebijakan lain, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, yang menjamin pemenuhan hak kesehatan reproduksi bagi setiap orang, dan menjamin kesehatan ibu dalam usia reproduksi agar melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas, serta mengurangi angka kematian ibu.

Di samping itu, melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 Tahun 2014, Pemerintah juga menjamin kesehatan ibu, mengurangi angka kesakitan dan angka kematian ibu dan bayi baru lagir, menjamin tercapainya kualitas hidup dan pemenuhan hak-hak reproduksi, dan mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lagi yang bermutu, aman, dan bermanfaat sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ruang lingkup kesehatan reproduksi menurut ICPD (1994) meliputi 10 hal, yaitu: 1) kesehatan ibu dan bayi baru lahir, 2) keluarga berencana, 3) pencegahan dan penanganan infertilitas, 4) pencegahan dan penanganan komplikasi keguguran, 5) pencegahan dan penanganan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), Infeksi Menular Seksual (IMS), dan HIV AIDS, 6) kesehatan seksual, 7) kekerasan seksual, 8) deteksi dini untuk kanker payudara dan kanker serviks, 9) kesehatan reproduksi remaja, serta 10) kesehatan reproduksi lanjut usia dan pencegahan praktik yang membahayakan seperti Female Genital Mutilation (FGM). Peraturan yang lahir ditahun 2014 ini faktanya tak mampu menyelesaikan masalah kesehatan reproduksi. Bukan menyelesaikan masalah justru menimbulkan berbagai masalah.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Asia pada 2017. Angkanya mencapai 36,4 persen. Namun, pada 2018, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), angkanya terus menurun hingga 23,6 persen. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan lebih dari satu juta orang di dunia didiagnosis menderita penyakit menular seksual (PMS) setiap harinya. Penyakit menular seksual yang menyerang organ seksual itu meliputi klamidia, gonore, trikomoniasis, dan sifilis. Temuan yang baru saja dirilis WHO ini menemukan satu dari setiap 25 orang di dunia memiliki setidaknya satu dari penyakit infeksi menular tersebut.

Dalam masalah penyebaran HIV/AIDS di Indonesia seperti dilaporkan oleh Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 27 Agustus 2019, menunjukkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS yang mendekati angka setengah juta atau 500.000 yaitu 466.859 yang terdiri atas 349.882 HIV dan 116.977 AIDS. Sedangkan estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia pada tahun 2016 sebanyak 640.443. Dengan demikian yang baru terdeteksi sebesar 60,70 persen. Itu artinya ada 290.561 warga yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi. Dari aspek epidemiologi HIV/AIDS mereka ini jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Sejak HIV/AIDS ditemukan pertama kali di Bali tahun 1987 sampai dengan Juni 2019 HIV/AIDS sudah dilaporkan oleh 463 (90,07%) kabupaten dan kota dari seluruh provinsi di Indonesia.

Melihat sebagian angka peningkatan kasus stunting dan berbagai masalah sosial lainya tidak cukup dengan membuat manuver sertifikat pernikahan. Bahkan sertifikat yang diusulkan justru akan membuat masyarakat semakin kesulitan untuk menikah, realitasnya banyak yang memilih berzina dari pada menikah karena sulitnya administrasi dan mahalnya biaya pernikahan sudah menjadi beban. Usulan ini dikhawatirkan akan membuat masyarakat semakin memilih gaya hidup bebas tanpa batasan agama. Selain itu, usulan sertifikat pernikahan adanya kapitalisasi pernikahan. Padahal, menikah adalah aktifitas ibadah seharusnya dipermudah. 
.

Islam Memandang Perkawinan 

Setiap manusia telah Allah karuniakan gharizah an-na'u  (naluri kasih seksual) untuk menjaga eksistensi manusia yang pelampiasanya diwujudkan melalui ikatan pernikahan bukan yang lain, menjelaskan keburukan dan kekjian setiap hubungan yang tidak berdasarkan pernikahan yang sah dimata agama. Naluri seksual ini merupakan fitrah yang tidak bisa dipungkiri keberadaanya. Bahkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk menyegerakan pernikahan jika dianggap sudah siap. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda :

يامعشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج؛ فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج، ومن لم يستطع فعليه بالصوم؛ فإن له وجاء

“Wahai sekalian pemuda, apabila kalian mampu (lahir dan batin) untuk menikah, maka menikahlah. Hal tersebut akan menjaga pandangan dan kemaluan. Namun, bila kalian belum mampu berpuasalah. Karena di dalam puasa tersebut terdapat pengekang” (Muttafaqun ‘Alaihi).

Sementara itu, Islam juga menggambarkan ikatan pernikahan merupakan perjanjian yang berat "mitsaqan ghalidza" Sebuah pernikahan di bangun dalam sebuah ikatan yang suci. Ia tidak hanya sekedar menyatukan dua insan yang berbeda, tapi juga menyatukan dua keluarga besar yang berbeda kultur dan budaya, termaktub dalam firman-Nya :

"Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat". (QS. An-Nisa:21)

Bahkan di dalam Al-Quran hanya 3 kali Allah menyebutkan Mitsaqan Gholidzo (Perjanjian yang kuat). Yang pertama yang tersebut diatas, QS An-Nisa: 21 yang menyebut pernikahan adalah sebuah perjanjian yang kuat/teguh/kokoh.

Yang kedua terdapat dalam QS An-Nisa: 154, Ini adalah perjanjian Allah dengan orang-orang yahudi.

"Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka bukit Thursina untuk (menerima) Perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. dan Kami perintahkan kepada mereka: “Masuklah pintu gerbang itu sambil bersujud”, dan Kami perintahkan (pula) kepada mereka:
 “Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabtu”, dan Kami telah mengambil dari mereka Perjanjian yang kokoh". (QS An-Nisa: 154)

Yang ketiga terdapat dalam QS Al-Ahzab:7, ini adalah perjanjian Allah dengan para Nabi.

"Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil Perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka Perjanjian yang teguh." (QS Al-Ahzab:7)

Berikut undang-undang jaminan pernikahan pada pemerintahan Turki Utsmani. Undang-Undang Pernikahan pada masa kekhalifahan Utsmani tersebut berisi 16 pasal. Salah satunya berbunyi, “Usia pernikahan mulai umur 18-25 tahun. Bila sampai usia 25 tahun belum menikah, maka akan dipaksa menikah.” berikut 13 poin UU dimasa Khilafah Turki Utsmani :

1. Usia pernikahan mulai umur 18-25 tahun. Bila sampai usia 25 tahun belum menikah, maka akan dipaksa menikah.
2. Apabila seorang laki-laki pada umur 25 tahun terhalang menikah karena sakit, maka dilihat penyakitnya. Jika masih bisa diobati, maka akan diobati dan dinikahkan. Jika penyakitnya tidak bisa diobati, maka dia tidak akan dinikahkan.
3. Seseorang laki-laki yang terpaksa harus tinggal di luar kota untuk waktu yang lama – karena pekerjaan atau urusan syar’i lainnya – tetapi ia belum mampu mengajak istrinya, jika ia mampu untuk menikah lagi, maka ia sangat diharuskan menikah lagi. Jika urusannya sudah selesai, wajib bagi laki-laki tersebut mengumpulkan kedua istrinya di kota yang sama.

4. Jika ada seorang laki-laki umur 25 tahun yang sudah mampu menikah tetapi belum melakukan itu tanpa udzur syar’i, maka kelebihan hartanya akan diambil secara paksa baik itu berasal dari laba usaha atau upah yang diterimanya. Kemudian kelebihan harta itu di simpan di Bank khusus yang mengurusi pertanian, yang nantinya akan di distribusikan kepada para pemuda yang sudah siap menikah tetapi belum memiliki kemampuan untuk itu.
5. Laki-laki yang sudah menikah dan melakukan perjalanan ke luar kota karena suatu urusan, maka berlaku baginya pasal 3 di atas. Dan jika dia tidak mampu menikah lagi, maka diambil 15% dari harta pendapatannya dan berlaku pasal 4 di atas.. Tapi setelah masa 2 tahun dari kedatangannya, ia harus mengajak istrinya untuk ikut bersamanya.
6. Setiap orang yang belum menikah pada umur 25 tahun dan juga tidak diterima jadi PNS atau pegawai swasta dan juga tidak terikat oleh organisasi apapun, berlaku baginya pasal 4 di atas.

7. Laki-laki yang sudah menikah dan berusia 50 tahun akan tetapi hanya memiliki 1 istri, padahal secara materi ia mampu untuk menikah lagi, maka ia harus menikah lagi sebagai bentuk kontribusi menanggung kebutuhan masyarakat. Jika ia beralasan dengan alasan yang tidak masuk akal, maka ia harus membantu kehidupan dan pendidikan anak-anak fakir dan yatim. Jumlah yang disarankan antara satu sampai tiga orang sesuai kemampuan keuangan laki-laki tersebut.
8. Setiap lelaki yang menikah sebelum usia 25 tahun atau sebelum usia wajib militer, maka tugas militernya hanya 2 tahun. Adapun yang belum menikah pada usia wajib militer, maka tugas militernya 3 tahun.Setiap orang yang menikah dalam jangka umur 18-25 tahun dan dia fakir tidak memiliki sesuatu apapun, maka di berikan kepadanya tanah pemerintah seluas 150 sampai 300 hektar (satu hektar setara 920 meter) yang paling dekat dengannya. Pemberian ini dimulai sejak pernikahannya.Dan jika orang itu pemilik pabrik atau pedagang, maka di berikan kepadanya pinjaman sebanyak 50 sampai 100 Junaih Utsmani. Pinjaman ini dibayar secara angsuran selama 3 tahun tanpa bunga.

9. Laki-laki yang menikah sebelum umur 25 tahun, dan dia tidak memiliki saudara yang bisa menggantikannya untuk berbakti kepada kedua orang tuanya, maka masa wajib militer laki-laki yang sudah menikah tersebut di tunda. Begitupun dengan perempuan yang tidak memiliki saudara yang bisa menggantikannya untuk berbakti kepada kedua orang tuanya, maka masa wajib militer suaminya di tunda.Setiap orang yang menikah sebelum umur 25 tahun, dan telah memiliki 3 anak, maka seluruh anak-anaknya diterima di sekolah-sekolah negeri secara gratis. Dan jika memiliki 5 anak atau lebih, maka 3 anaknya akan disekolahkan secara gratis. Adapun sisa 2 anaknya, jika mereka warga kampung tersebut, maka setiap dari mereka akan diberikan 10 Junaih. Dan jika mereka termasuk warga Negara tersebut, maka setiap dari mereka akan diberikan 5 Junaih dari kas Negara. Hal ini berlaku sampai dengan umur 13 tahun. 
10. Setiap perempuan yang memiliki 4 anak laki-laki atau lebih akan dibantu untuk keperluan mereka sebanyak 20 Junaih.
11. Pelajar yang sedang menuntut ilmu di Universitas ditunda kewajiban untuk menikah sampai dia menyelesaikan pendidikannya.
12. Setiap laki-laki berumur 25 tahun yang tidak memiliki pekerjaan dan belum menikah, akan tetapi hal itu membuat status sosialnya mulia, maka akan di peringatkan dan ditunda (kewajiban menikahnya) selama setahun. Hal itu dimaksudkan untuknya mencari pekerjaan. Jika tidak bisa, maka orang tersebut akan dijadikan PNS secara paksa.Pasal 14 di atas tidak berlaku bagi orang yang berumur 50 tahun.Undang-undang ini berlaku setelah 3 bulan dari waktu ratifikasi. 

Begitulah sekelumit gambaran pandangan dalam Islam mengenai masalah pernikahan. Pernikahan dipandang sebagai perkara yang memiliki porsi penting dalam menjamin keberlangsungan negara, melalui pernikahan inilah akan menghasilkan generasi penerus bangsa sehingga negara menjamin secara utuh jaminan pra nikah dan pasca nikah.

Wallahu a’lam bish-shawab. [ ]

Post a Comment

Previous Post Next Post