Omong Kosong Demokrasi




Oleh : Sitti Sarni, S.P
Founder Komunitas Pejuang Islam

Media sosial akhir-akhir ini diramaikan berita Puan Maharani sebagai ketua DPR. Seperti yang dilansir oleh Tempo.co, politikus PDIP, Puan Maharani belum mau berkomentar banyak ihwal program kerjanya jika sudah menjadi Ketua DPR RI Periode 2019-2024. Puan menyebut, dia akan berkomentar lebih banyak jika sudah dilantik.

Kendati demikian, Puan mengatakan, bahwa di bawah kepemimpinannya, DPR tidak akan banyak menghasilkan Undang-Undang. "Saya ingin kerja yang produktif, tapi tidak banyak Undang-Undang. Terpenting produknya matang. Tidak perlu banyak," ujar Puan Maharani di Ruangan Fraksi PDIP, Lantai 7 Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan pada Selasa, 1 Oktober 2019. Belajar dari banyaknya protes atas kerja DPR dalam membuat produk legislasi, Puan memastikan UU yang dihasilkan merupakan hasil sinergi pemerintah dan DPR serta mengakomodir aspirasi masyarakat.

Puan adalah calon Ketua DPR RI yang diajukan PDIP. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, posisi Ketua DPR diberikan kepada partai pemenang pemilu. Kali ini, menjadi jatah PDIP. Jika dilantik nanti, Puan akan menjadi perempuan pertama di Indonesia yang menjadi Ketua DPR.

Tinggalkan Demokrasi

Umat membutuhkan perubahan. Namun, perubahan yang bagaimana yang dibutuhkan umat? Perubahan yang hanya ganti pemimpin atau yang bagaimana? Jika kita hanya menginginkan pergantian pemimpin, tanpa mengganti peraturan, hasilnya akan tetap sama. Sebab, dalam sistem demokrasi yang berhak membuat aturan adalah manusia itu sendiri. Dengan slogannya dari rakyat-oleh-untuk dan kembali ke rakyat.

Dari slogan tersebut, kita bisa melihat bahwa semua keputusan di tangan rakyat. Pasalnya, dalam demokrasi, kedaulatan itu di tangan rakyat dan kekuasaan di tangan penguasa. Berbeda dengan Islam, kedaulatan di tangan syara dan kekuasaan di tangan rakyat. Dalam Islam, yang berhak membuat aturan adalah Allah. Karena Allah Swt bukan hanya sebagai pencipta tetapi sekaligus pengatur (Alkhalik Almudabbir).

Apakah pelantikan Puan Maharani akan membawa perubahan hakiki? Tentu tidak. Pelantikan Puan, di tengah posisi Megawati sebagai pemegang kekuasaan dan Jokowi sebagai petugas partai menyiratkan bahwa konsep trias politica dalam sistem demokrasi bohong adanya.

Jadi, benarlah bahwa perubahan itu bukan hanya pada pemimpinnya, tapi juga pada aturannya.  Perubahan yang hakiki hanya akan terjadi bila kita kembali kepada aturan dari Yang Maha Pengatur. Perubahan hakiki akan terjadi, bila hukum-hukum Allah Swt diterapkan di seluruh aspek kehidupan. Maka, dengan meninggalkan kapitalisme-sekularisme demokrasi ini, perubahan yang hakiki akan terjadi.

Perubahan Hakiki, dengan Khilafah

Berdasarkan realitas kehidupan di negeri-negeri Islam saat ini, maka problematika utama (al-qadhiyatu al-mashiriyah) kaum muslim saat ini adalah bagaimana mengembalikan penerapan seluruh hukum yang diturunkan Allah, yakni syariat Islam, melalui penegakan kembali khilafah. Hanya melalui hal itulah kaum muslim dapat melakukan perubahan hakiki. Yakni, melepaskan diri dari jeratan ideologi Kapitalisme yang menyengsarakan, sekaligus mengembalikan masa kegemilangannya seperti pada saat mereka dulu di bawah naungan Khilafah Islamiyah.

Perubahan hakiki adalah transformasi yang mampu mengantarkan masyarakat menuju kebangkitan hakiki.  Sebuah perubahan tidaklah disebut perubahan hakiki, jika perubahan itu tidak menjadikan masyarakat berubah menuju keadaan yang lebih baik dibandingkan keadaan sebelumnya. Namun, jika hanya sekadar mengalami transformasi menuju peradaban yang lebih tinggi, tidak serta-merta perubahan tersebut disebut perubahan hakiki. 

Yang menentukan hakiki atau tidaknya sebuah perubahan adalah benar atau tidaknya peradaban yang ditegakkan.  Jika peradaban yang ditegakkan di tengah-tengah masyarakat itu benar (sahih), maka masyarakat tersebut dikatakan telah mengalami perubahan hakiki.  Sebaliknya, jika peradabannya batil, maka masyarakat tersebut tidak dikatakan mengalami kebangkitan hakiki. 

Adapun faktor yang menentukan benar tidaknya sebuah peradaban adalah akidah (pemikiran mendasar) yang menyangga peradaban tersebut.  Jika akidahnya benar dan lurus, maka peradaban tersebut dikatakan peradaban sahih.  Jika akidahnya batil, peradaban tersebut dikatakan peradaban batil. Perubahan sejati adalah transformasi menuju peradaban yang tegak di atas ideologi sahih yang memuaskan akal, sejalan dengan fitrah manusia, dan mampu menciptakan kemakmuran holistik.

Satu-satunya ideologi yang sesuai dengan fitrah manusia dan memuaskan akal hanyalah Islam. Karena Islam bukan hanya sebagai agama tetapi sebagai ideologi. Dengan demikian, perubahan hakiki adalah transformasi menuju tegaknya peradaban Islam (al-hadlarah al-Islaamiyyah).

Peradaban Islam hanya bisa diwujudkan dengan cara menerapkan Islam secara kafah dan menyebarkan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia.  Penerapan Islam secara menyeluruh dan penyebaran risalah Islam ke seluruh penjuru dunia hanya bisa diselenggarakan melalui penegakan kembali kekuasaan Islam yang digariskan baginda Nabi Saw, yakni Khilafah Islamiyyah.  

Sedangkan penegakan khilafah tidak mungkin diwujudkan tanpa adanya dukungan umat.  Sebab, umat adalah pemilik sejati kekuasaan. Umat tidak akan mungkin memberikan dukungan sebelum mereka menyadari kerusakan peradaban sekarang (kapitalisme), serta wajibnya menegakkan syariat Islam secara menyeluruh dalam koridor Khilafah Islamiyyah. 

Penyadaran dan pengorganisasian umat untuk penegakan Khilafah Islamiyyah, tidak mungkin dilakukan seorang diri.  Di tengah-tengah umat harus ada gerakan Islam yang tidak pernah lelah mendidik, mengembalikan kesadaran, mengorganisasi, dan memimpin mereka untuk mendirikan Khilafah Islamiyyah.  Gerakan inilah yang akan mengorganisasi, memimpin, dan mengantarkan umat menuju perubahan hakiki. Wallaahu a'lam

Post a Comment

Previous Post Next Post