By : Hamsina Halisi Alfatih
Fenomena yang sangat tidak asing ditelinga masyarakat dan bahkan bisa dijadikan cemilan renyah, ketika suatu perkara yang diwajibkan dalam islam disandingkan dengan perkara kebathilan. Misal, ketika memandang dan menyandingkan seorang muslimah yang telah menutup aurat dengan sempurna disisi lain ada perkara bathil yang mungkin belum bisa ditinggalkannya salah satunya kemaksiatan. Sontak hal ini kemudian dijadikan bahan gunjingan masyarakat dengan berasumsi " alah berjilbab kok begitu...! " , " Itu si Fulanah sudah berjilbab syar'i tapi kelakuannya na'udzubillah " dan bla.. bla... lainnya.
Asumsi-asumsi buruk yang dengan mengaitkan antara perkara wajib dengan kebathilan merupakan kesalahan besar. Sebab dari asumsi buruk tersebut bisa menggiring opini ditengah masyarakat bahwasanya berhijab identik dengan kemaksiatan. Artinya muslimah yang sudah menutup aurat tidak menjamin keshalihan nya. Sehingga tidak heran jika saat ini kita masih melihat betapa banyaknya muslimah diluar sana yang masih bertahan dengan menampakkan auratnya dimuka umum.
Padahal Allah swt telah berfirman :
Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka !” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allâh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [al-Ahzâb/33:59]
Tak hanya itu penegasan Allah swt kepada para muslimah terkait menutup aurat pun diterangkan dalam firman-Nya :
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Tak hanya dua ayat tersebut yang menjelaskan tentang kewajiban menutup aurat bagi para muslimah. Dalam sebuah hadist, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menegur Asma binti Abu Bakar Radhiyallahu anhuma ketika beliau datang ke rumah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengenakan busana yang agak tipis. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memalingkan mukanya sambil berkata :
ÙŠَا Ø£َسْÙ…َاءُ Ø¥ِÙ†َّ الْÙ…َرْØ£َØ©َ Ø¥ِØ°َا بَÙ„َغَتِ الْÙ…َØِيضَ Ù„َÙ…ْ ÙŠَصْÙ„ُØْ Ø£َÙ†ْ ÙŠُرَÙ‰ Ù…ِÙ†ْÙ‡َا Ø¥ِÙ„َّا Ù‡َØ°َا ÙˆَÙ‡َØ°َا
Wahai Asma ! Sesungguhnya wanita jika sudah baligh maka tidak boleh nampak dari anggota badannya kecuali ini dan ini (beliau mengisyaratkan ke muka dan telapak tangan). [HR. Abu Dâwud, no. 4104 dan al-Baihaqi, no. 3218. Hadist ini di shahihkan oleh syaikh al-Albâni rahimahullah]
Dalil-dalil diatas sudah sangat cukup jelas dan menegaskan bahwa tidak ada pengecualian bagi seorang muslimah ketika sudah baligh untuk tidak menutup anggota tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangannya. Jika sekiranya kewajiban itu telah tertunaikan tanpa dibarengi dengan akhlak yang baik, maka tidak sepantasnya untuk menjadikan hijabnya sebagai objek yang buruk.
Hadirnya Islam sebagai agama paripurna dengan segala aturannya telah mengangkat derajat serta kemuliaan wanita dari masa kejahiliyaan. Namun ketika islam sedikit demi sedikit tergeserkan dengan berbagai paham yang di sebarluaskan dinegri ini maka tak perlu heran aqidah kaum muslimpun mulai tercokoli paham sekulerisme hingga qiyadah fikriyahnya pun tak sesuai dengan pemahaman islam.
Narasi " Sesat " Serampangan disebarluaskan seolah ajaran islam dianggap sebagai 'perusak'. Padahal antara menjalankan kewajiban dan akhlak merupakan dua perkara yang berbeda, dan hisabnya pun berbeda. Karenanya ketika ingin membangun sebuah narasi seyogyanya didasarkan pada dalil syar'i bukan hanya sekedar berlandaskan hawa nafsu. Sehingga opini yang ingin disampaikan kepada masyarakat bukanlah narasi yang " Sesat " .
Wallahu A'lam Bishshowab
Kendari, 3 November 2019
Post a Comment