MENELUSURI SMART CITY DI MASA KHILAFAH

Oleh : Masitah 
(Aktivis BMI Kolaka)

Sultrakini.com : Bandung – Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara akan mengembangkan konsep smart city dan E-government. Konsep itu dikembangkan 11 Kabupaten/Kota di Indonesia termasuk Koltim bersama Kota Bandung. Dalam perjanjian ini, diterangkan bahwa Pemda memiliki tugas untuk melaksanakan pembangunan yang berkeadilan dan demokratis secara bertahap, berkesinambungan, efektif, dan efisien dengan memanfaatkan berbgai potensi daerah yang dimiliki.

Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 363 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015, yang menyebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, Pemerintah Daerah dapat mengadakan kerja sama yang di dasarkan pada pertimbangan efesiensi dan efektivitas pelayanan public serta saling menguntungkan. 

Dalam kerjasamanya, Bupati Koltim, Tony Herbinsyah sebagai kedua dan Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil sebagai pihak pertama. Pihak kesatu memandang perlu untuk melakukan benchmarking atau tolak ukur kepada pihak kedua, sebagai salah satu kota yang telah lebih dulu menerapkan konsep Smart City dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik bagi masyarakat, agar dapat diperoleh transfer pengetahuan dan pengalaman dalam penyelenggaraan pemerintah pada umumnya dan penyelenggaraan Smart City khususnya.

Smart City, Kebijakan Pas ?
Di era revolusi industry 4.0 yang tengah berada dipuncaknya semakin membuat Negara-negara yang ada harus sejalan dan beriringan demi mewujudkan Negara yang adil dan berdaulat. Juga Negara yang akan mampu bersaing dengan Negara lain, sumber daya alam dan manusia menjadi pilar penting untuk mewujudkannya. Sehingga menuntut pembangunan yang lebih efisien dibidang pengelolaan jasa wisata. Sebab manusia modern hari ini sangat mencintai yang namanya berwisata.

Untuk membangunnya pemerintah membutuhkan sarana-sarana pendukung dalam mengelolanya baik data premier maupun sekunder, tak luput untuk menunjukkan kehebatan suatu Negara dibutuhkan koordinasi yang tepat antara pemerintah daerah dan pusat, untuk mengefisienkan koordinasi, dbangunlah sebuah konsep kota Smart City yang bertujuan tidak lain untuk memudahkan koordinasi antara pusat dan daerah dan sistem yang cepat tanggap yang mampu mengelola data dengan cepat. Sejalan dengan revolusi 4.0 yang memiliki peran penting dalam internet of thing dan big data. Dengan adanya konsep smart city diharapkan potensi-potensi yang ada disuatu daerah dapat di list jumlah dan potensinya serta peluang-peluang apa yang bisa dilakukan untuk mengembangkannya.

Jika dilihat kembali keberadaan konsep smart city memang sangat menguntungkan, pasalnya untuk melakukan pelaporan ataukah mencari data yang dibutuhkan tidaklah susah, serta adanya pelayanan pengaduan masyarakat yang cepat melalui internet membuat masyrakat tak perlu bersusah untuk dating ke kantor dan mengantri dalam melakukan urusan pemerintahan. Bukan hanya itu kemacetan lalu lintas dapat di atasi dengan tepat, sehingga tidak perlu merasakan kemacetan hingga berjam-jam. Namun sayangnya, di sistem kapitaslisme-sekulerisme ini justru dimanfaatkan para kapital sebagai peluang emas yang sangat besar. 

Mengapa tidak, dengan sistem yang cepat dalam mengelola data menjadikan peran perusahaan swasta sangat diuntungkan sebagai pemodal yang dapat mengembangkan potensi disuatu daerah. Serta sumber daya alam dan manusia yang ada lebih diketahui jumlah dan potensinya. Dampaknya liberalisasi dalam suatu wilayah yang ada akan semakin mengental karena keberadaan potensi wisata yang besar, sebab turis mancanegara akan datang silih berganti yang akan mengefek pada perubahan pola hidup masyarakat sekitar, yang berujung pada hilangnya akhlak masyarakat secara perlahan. Serta berpeluang semakin ketatnya pengawasan pemerintah pada aktivitas masyarakat, sebab akan ada cctv sebagai kamera pengawas yang akan mengawasi aktivitas masyarakat.Terutama saat derasnya isu radikalisme yang terus digulirkan di media tentang pengdiskreditan bahwa ada sekelompok orang-orang yang ingin mengubah tatanan aturan dalam kehidupan. Sehingga secara tidak langsung konsep smart city ini tidak harus untuk segera diterapkan dalam suatu wilayah.

Pasalnya, suatu kebijakan yang dibuat harus lebih mementingkan kesejahteraan dan keadilan masyarakat, jika dilihat dengan kondisi masyarakat hari ini yang jauh dari kata sejahtera harusnya menjadi poin penting pemerintah dalam membuat kebijakan. Pembangunan infrastruktur serta yang lainnya tidak mampu mengurangi jumlah masyarakat yang hidup dalam garis kemiskinan pun pengangguran. Sehingga pemerintah harus mempertimbangkan kembali konsep smart city tersebut terutama di wilayah kabupaten/kota yang jauh dari konsep hidup diperkotaan. Sejatinya konsep smart city untuk mewujudkan wilayah yang cerdas dan tepat dalam kemajuan industri sangatlah tepat, hanya saja dengan sistem kapitalisme sebagai induknya sangat tidak mampu mewujudkan apa yang di cita-citakan dalam membangun kota cerdas, sebab didalamnya sarat akan kepentingan para pemilik modal.

Sudah saatnya sistem induk ini diganti dengan sistem yang lebih baik, yakni islam. Dimana islam tidak hanya mengedepankan pembangunan infrastruktur saja melainkan penjagaan akidah sekalipun budaya asing keluar masuk di wilayahnya, sebab akan di lihat kembali sesuai dengan kepentingan bagi masyarakatnya. Dan islam tidak menolak dengan kemajuan industry yang ada seperti saat ini justru jauh sebelum teknologi berkembang pesat seperti saat ini, ilmuwan islam lebih dulu mengembangkan konsep dasar awalnya sehingga seiring perkembangan zaman konsep dasar ini semakin dikembangkan lebih pesatnya.

Pembangunan Infrastruktur Di Masa Khilafah
Dalam hal infrastruktur bisa terlihat dalam bagaimana tata ruang kota-kota besar pada era khilafah. Utamanya terdapat di dalam kota-kota besar Islam pada waktu itu yang pada waktu menjadi satu bentuk keagungan tersendiri dibandingkan peradaban lainnya, khsusunya barat.

Pada masa Bani Umayyah, Cordoba menjadi ibukota Andalus yang muslim. Kota ini dikelilingi dengan taman-taman hijau. Pada malam harinya diterangi dengan lampu-lampu sehingga pejalan kaki memperoleh cahaya sepanjang sepuluh mil tanpa terputus. Lorong-lorongnya dialasi dengan batu ubin, dan sampah-sampah disingkirkan dari jalan-jalan. Penduduknya lebih dari satu juta jiwa.

Tempat-tempat mandi berjumlah 900 buah dan rumah-rumah penduduknya berjumlah 283.00 buah. Gedung-gedung sebanyak 80.000 buah, masjid ada 600 buah dan luas kota Cordoba adalah 30.000 hasta. Tiinggi menaranya 40 hasta dengan kubah menjulang berdiri di atas batang-batang kayu terukir yang ditopang oleh 1093 tiang yang terbuat dari berbagai marner.

Pada malam hari ada sebuah masjid dengan 4.700 buah lampu yang meneranginya dan setiap tahunnya menghabiskan 24.000 ritl minyal. Di sisi selatan masjid tampak 19 pintu berlapiskan perunggu yang sangat menakjubkan kreasinya, sedang di pintu tengahnya berlapiskan lempengan-lempengan emas.
Di Granada terdapat bangunan di dalam Istana Al-Hamra yang merupakan lambang keajaiban dari masa ke masa. Istana ini didirikan di atas bukit yang menghadap ke kota Granada dan hamparan ladang yang luas dan subur mengelilingi kota itu sehingga tampak sebagai tempat terindah di dunia.
Jika beralih ke Baghdad akan dijumpai bahwa biaya yang dibelanjakan untuk membangun kota ini mencapai 4.800.000 dirham, sedang jumlah pekerja mencapai 100.000 orang. Kota ini mempunyai tidak lapis tembok besar dan kecil mencapai 6.000 buah di bagian timur dan 4.000 buah di bagian barat. Selain sungai Dijlah dan Furat, di situ juga terdapat 11 sungai cabang yang airnya mengalir ke seluruh rumah-rumah dan istana-istana Baghdad. Di sungai Dijlah sendiri terdapat 30.000 jembatan. Tempat mandinya mencapai 60.000 buah. Masjid-masjid mencapai 300.000 buah. Bukti majunya peradaban Islam dalam hal bangunan tentu tidak terbatas dalam tempat tersebut.

Kebijakan Khilafah dalam Menjamin Kejehateraan
Salah satu bentuk keagungan khilafah yang tidak dimiliki peradaban lainnya adalah kesempurnaan dan jaminan kehidupan terbaik bagi rakyatnya. Sejarah telah membuktikan secara jelas akan hal ini yang bertahan hingga seribu empat ratus tahun lebih yang pada akhirnya diruntuhkan pada 03 Maret 1924 M.
Jaminan kesejahteraan era khilafah dapat terwujud bukan karena kebetulan, namun karena khilafah memiliki seperangkat aturan atau kebijakan . Aturan maupun kebijakan ini bersumber dari Islam. Karena sejatinya khilafah adalah representasi dari penerapan Islam secara menyeluruh dan utuh. Aturan-aturan ini mencakup ranah individu, keluarga, masyarakat dan negara. Sehingga secara sederhana semua keagungan khilafah terwujud karena Islam diterapkan secara penuh.
Beberapa bentuk aturan atau kebijakan dalam khilafah sehingga ada keterjaminan kesejahteraan bagi rakyat antara lain: Pertama. Khilafah adalah sebuah negara yang Islam diterapkan menetapkan bahwa setiap muslim laki-laki, khususnya kepala rumah tangga memiliki tanggung jawab untuk bekerja guna memberikan nafkah baginya dan bagi keluarga yang menjadi tanggung jawabnya. Kedua. Islam mengatur ketika masih ada kekurangan atau kemiskinan yang menimpa seseorang, maka tanggung jawab itu menjadi tanggung jawab sosial. Maksudnya keluarga dan tetangga turut dalam membantu mereka yang masih dalam kekurangan dengan berbagai macam aturan Islam seperti zakat, sedekah dan lainnya. Ketiga. Khilafah melalui pemimpin tertingginya yaitu seorang khalifah adalah pihak yang mendapatkan mandat untuk mengayomi dan menjamin kesejehteraan rakyat. Dia yang akan menerapkan syariah Islam, utamanya dalam urusan pengaturan masyarakat seperti sistem ekonomi dan lainnya.
Dalam sistem ekonomi, khilafah memiliki kebijakan dalam mengatur kepemilikan kekayaan negara sesuai Islam. Ada kepemilikan individu, umum dan negara yang semua diatur sedemikian rupa untuk kemakmuran rakyat. Pengaturan tersebut kemudian akan masuk dalam Baitul Mal yang menjadi pusat kekayaan khilafah. Arahnya adalah untuk menjamin kehidupan per-individu rakyat agar benar-benar mendapatkan sandang, pangan dan papan. Serta untuk mewujudkan jaminan bagi rakyat dalam bidang pendidikan, kesehatan, keamanan, pertanian, industri, infrastruktur dan lainnya.
Alhasil, secara rinci akan dijumpai dan merujuk dalam aturan Islam mengenai pengaturan ekonomi dalam negara yang disebut dengan sistem ekonomi Islam. Dan dalam era khilafah dulu ataupun yang akan tegak nantinya, sistem ekonomi Islam menjadi salah satu paket dari sistem lainnya seperti politik-pemerintahan, hukum dan sebagainya yang akan diterapkan secara utuh dan menyeluruh. Wallahu a’lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post