Oleh : Rahmatul Aini
(Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Mataram
Indonesia dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia serasa berada di Negara minoritas. Ia itulah kalimat yang terlontar dikalangan masyarakat Indonesia, bagaimana tidak akhir-akhir ini publik dibuat gempar dengan adanya kasus penusukan pak Wiranto dengan tersangka Abu Rara bersama istrinya. Namun anehnya kasus tersebut dikaitkan dengan agama sang pelaku *Muslim*, bahkan tak tanggung-tanggung Menteri Agama menghimbau pelarangan cadar dan celana cingkrang bagi ASN, bahkan dengan adanya kasus tersebut isu Radikalisme terus mencuat dikalangan masyarakat dan pejabat.
Radikal adalah suatu istilah yang bermakna positif (mengakar, mendalam) namun makna istilah ini akan berubah apabila ditambahkan dengan ISME menjadi Radikalisme adalah suatu paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaruan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis)
(Kbbi.web.com)
Namun melihat isu yang berkembang terutama di Indonesia seperti terorisme dan radikalisme yang selalu disematkan dengan Islam, pemerintah seharusnya bersikap adil dalam permasalahan tersebut, misal kasus wamena papua, OPM yang menginginkan Referendum atau bahkan seorang wanita yang memasuki masjid dan membawa anjingnya (detikNews.com), namun nyatanya kasus mereka tak pernah membawa identitas agama mereka atau bahkan termasuk terorisme dan radikalisme. Kasus mereka bak ditelan bumi meredup secara perlahan dan tak jelas kelanjutannya.
Terlihat pemerintah berpihak sebelah, condong kepada kaum Kafir bukan kepada kaum Muslim, seharusnya pemerintah fokus pada permasalahan utama Indonesia seperti memberantas para koruptor bukan cadar atau celana cingkrang yang itu adalah syariat Islam, atau menangkal terorisme radikalisme, karena jelas istilah-istilah ini tak akan pernah ditemukan di dalam ajaran Islam yang mulia, karena Islam tak pernah mengajarkan kekerasan, justru ia mengajarkan kemuliaan, sebagaimana kisah dahulu sebelum datangnya Islam bayi perempuan dikubur hidup-hidup namun dengan datangnya Islam memberikan kemuliaan tersendiri kepada kaum hawa.
Sudah saatnya para penguasa kembali kepangkuan muslim, berpihak pada kebenaran melindungi ummat ketika diderai permusuhan, dan menjadikan syariaat Islam sebagai acuan dan pedoman, bahkan dakwah dan jihad tak lagi dipermasalahkan.
Pemimpin harus sadar bahwa Ummat butuh dilindungi bukan hanya sekedar janji, ummat butuh diayomi bukan dikebiri, Islam tak perlu di bidik karena ia adalah agama yang termulia diatas agama sebelum-sebelumnya, nabi Muhammad SAW tak perlu di bandingkan dengan manusia biasa karena ia adalah Nabi termulia.
Maka kaum Muslim akan dilindungi apabila pemimpinnya Muslim yang sejati paham kepemimpinan kelak Allah pertanyakan tanggung jawabannya, pemimpin sejati ialah yang selalu mengutamakan kemasalahatan ummat bukan kepuasan dirinya, dan pemimpin seperti ini tidak akan kita jumpai dalam sistem kubangan Demokrasi, melainkan sebuah institusi yang diwarisi Nabi yakni Kekhilafahan yang akan menjaga darah dan kehormatan kaum Muslim, bukan menjadikan kaum Muslim umpan ketika ada kepentingan dan meninggalkannya ketika tak ada lagi kemanfaatan.
إنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ، فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ، وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ
“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad)
Wallahua'lam.
Post a Comment