Konsep Green City Ibukota, Anatara Harapan dan Kenyataan

Oleh : Dyan Indriwati Thamrin, S. Pd
Pemerhati Masalah Sosial dan Politik

Presiden Jokowi telah mengumumkan perpindahan ibu kota di 2 kabupaten yang ada di Kalimantan Timur, yaitu di Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kertanegara di Istana, Senin, 26 Agustus 2019.
Salah satu alasan ibu kota negara dipindahkan ke Kalimantan seperti yang disampaikan Kementerian PPN/Bappenas dalam acara Youth Talks di Jakarta, Selasa, 20 Agustus 2019 karena Pemerintah berencana mencanangkan Living With Nature (Konsep Forest City). https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/mengenal-konsep-green-city-ibu-kota-baru-di-kalimantan-timur-eg9t

KONSEP FOREST CITY
Konsep Forest City diantaranya adalah penerapan Ruang Terbuka Hijau (RTH) minimal 50% dari total luas area yang meliputi taman rekreasi, taman hijau, kebun binatang, botanical garden, dan sport complex, yang terintegrasi dengan bentang alam yang ada seperti kawasan berbukit dan Daerah Aliran Sungai (DAS), serta struktur topografi. 
Kemudian, pemanfaatan energi terbarukan dan rendah karbon (Solar Energy, Gas, dan seterusnya) untuk Power and Gas Supply, Efficient Power Grid, Street and Building Lighting.
Untuk efisiensi dan konservasi enargi, maka diperlukan Green Building Design melalui penerapan sistem manajemen Circular Water Management System, Efficient Lighting System, dan District Cooling System.
Konsep “green and smart city” mengombinasikan antara kota pemerintahan berbasis keberlanjutan dan teknologi serta memperhatikan efisiensi, sehingga tidak melupakan aspek lingkungan, budaya dan ekonomi, dan tetap mengikuti perkembangan teknologi di era 4.0 saat ini. 
Perpindahan ibu kota tersebut satu sisi membuka lokasi baru, di sisi lain membuka atau membabat hutan. Namun, dengan adanya konsep “green and smart city”, membuat hutan tidak dibuka semua. Sejumlah tanaman di lokasi ibu kota pemerintahan itu tidak ditebang dan tetap dipelihara. 
Presiden Jokowi merencanakan membangun ibu kota baru yang mengusung konsep modern, smart, and green. Konsep ini dianggap perlu diterapkan di Indonesia, agar negara tidak bergantung pada energi fosil serta bisa merepresentasikan bangsa Indonesia. Jokowi menegaskan, ibu kota baru di pulau Kalimantan ini dirancang bukan hanya sebagai simbol identitas negara, melainkan juga representasi kemajuan bangsa Indonesia. 
Kelebihan dari konsep Green City adalah dapat memenuhi kebutuhan keberadaan RTH di suatu kawasan, sehingga dapat mengurangi bahkan memecahkan masalah lingkungan, bencana alam, polusi udara rendah, bebas banjir, rendah kebisingan dan permasalahan lingkungan lainnya. https://www.kompasiana.com/ratizarizkian/green-city-sebagai-solusi-manajemen-pengembangan-kota-di-indonesia_550bcad1813311822bb1e18b

TANTANGAN KONSEP GREEN CITY
Dari sisi penerapan, konsep Green City pada masing-masing kawasan tidak dapat disamaratakan karena tiap-tiap daerah memerlukan kajian tersendiri. Setidaknya harus diketahui tentang karakteristik lokal, iklim makro, dan sebagainya. Misalnya, untuk daerah pegunungan, RTH difungsikan untuk menahan longsor dan erosi, di pantai untuk menghindari gelombang pasang dan tsunami, di kota besar untuk menekan polusi udara, serta di perumahan, difungsikan untuk meredam kebisingan. 
Jadi RTH di masing-masing kota memiliki fungsi ekologis yang berbeda. Di samping itu, penerapannya saat ini kebanyakan pelaksanaan penghijauannya tidak terkonseptual, sehingga menimbulkan citra penghijauan asal jadi tanpa melihat siapa yang dapat mengambil manfaat positif dari penghijauan. 
Bagaimana dengan kondisi Kalimantan Timur sendiri? Menurut Akademisi bidang Sosiatri Universitas Mulawarman (Unmul), Samarinda, Sri Murlianti menjelaskan, ada beberapa aspek tantangan yang harus dihadapi Pemerintah ketika memindahkan ibu kota ke Kaltim. 
Aspek pertama yang harus diperhatikan kata Murlianti, yakni soal daya dukung lingkungan. Menurut Murlianti, Kaltim merupakan wilayah yang mengalami krisis lingkungan paling parah sejak Orde Baru (Orba). “Mulai dari eksploitasi kayu melalui sistem HPH hingga lanjut ke pertambangan batubara dan pola perkebunan sawit dan karet. Kaltim menjadi wilayah yang sangat kritis,” kata Murlianti kepada Okezone, Jumat (30/8/2019).
Berdasarkan data yang dikantongi Murlianti, ada ribuan lubang tambang yang membentuk cekungan di Kaltim. Lubang-lubang tersebut, imbuhnya, telah memakan 36 korban jiwa serta membunuh mata pencaharian masyarakat yang mengandalkan dari hasil hutan. “Dari daya dukung lingkungan, mestinya bicara Kaltim pertama-tama adalah bicara pemulihan ekologis dulu, bukan tiba-tiba langsung ditetapkan jdi ibu kota,” ucapnya. 
Dari data yang dibeberkan Murlianti, 73% wilayah Kaltim merupakan daerah eksplorasi Sumber Daya Alam (SDA) dengan rincian, 13,83 juta hektar untuk Hak Pengusaha Hutan (HPH) dan 5,2 juta hektar untuk tambang. “Jika kita lihat kondisi lahan yang disebut-sebut dipilih menjadi ibu kota, ada 1.190 IUP (Izin Usaha Pertambangan) dengan rincian, di Kabupaten Kutai Kertanegara ada 625 IUP, Samboja 90, Bukit Suharto 44,” paparnya. 
Sementara di Penajam Paser Utara, tepatnya di daerah Sepaku, kata Murlianti, ada 2 perusahaan raksasa yang memanfaatkan kayu dari hutan untuk hasil kekayaan. Dua perusahaan raksasa tersebut yakni, PT ITCI Hutami Manunggal dan PT ITCI Kartika Utama. “Di Penajam Paser Utara, tepatnya Sepaku ada 2 raksasa IUPHHK (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu) milik PT ITCI Hutami Manunggal (Komisaris Prabowo) dan Kartika Utama (Komisaris Hasyim) memakan area 173.395 hektar. Pertanyaannya, sudah adakah riset yang komprehensif tentang minimal mapping sosial masyarakat di sekitar area ini?,” tekannya. 
Murlianti menyoal soal kajian Pemerintah yang selama ini berkutat pada permasalahan lokasi ekstablis untuk dijadikan ibu kota. Namun, menurut Murlianti, Pemerintah belum menyentuh riset pendahuluan yang mendalam dan komprehensif soal lingkungan. “Misalnya, jika pesisir Balikpapan akan menjadi lalu lalang kegiatan ibu kota, akan diapakan para nelayan gurem yang ada di sepanjang pesisir itu yang pasti akan tersingkir oleh hiruk pikuk ibu kota?,” tanyanya. 
Bagaimana peta awal masyarakat penyangganya dan apa saja yang kemungkinan akan menjadi ancaman bagi eksistensi mereka sama sekali belum diperhitungkan papar Murlianti. https://nasional.okezone.com/read/2019/08/31/337/2098925/menilik-aspek-sosio-kultural-lingkungan-di-tanah-kalimantan-timur

PERLUKAH PINDAH IBU KOTA? 
Islam sebagai agama yang paripurna telah mengatur, bahwa setiap kebijakan pembangunan dalam Islam berorientasi pada kemaslahatan rakyat, tak terkecuali pindah ibu kota. Pelaksana utama pembangunan tentulah Pemerintah sebagaimana Rasulullah SAW bersabda : “Pemimpin adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR. Al-Bukhari). 
Pemindahan ibu kota wajib berorientasi pada pemenuhan kesejahteraan rakyat dan memerlukan suatu perencanaan yang luar biasa. Pemindahan harus optimal dari sisi kota yang baru dibangun, kota yang ditinggalkan, selama transisi, semua urusan pelayanan rakyat tidak boleh terganggu. Lalu setelah pemindahan selesai, efisiensi pemerintahan harus meningkat. http://www.fahmiamhar.com/2013/02/ketika-khilafah-pindah-ibu-kota.html
Pindah ibu kota dalam sejarah peradaban Islam juga bukan hal baru. Sejarah pernah mencatat, pindahnya ibu kota Khilafah dari Baghdad ke Turki. Saat ibu kota berada di Baghdad, kota tersebut dibangun secara besar-besaran dan dijadikan pusat pemerintahan oleh Khalifah Abbasiyah ke-8, Al Mu’tashim. Sebelum Islam datang, penguasanya adalah Byzantium, dengan kondisi kota yang hanya dibangun di atas puing-puing kuno. Khalifah mendatangkan arsitek pilihan dari berbagai negeri Islam untuk membangun kota dan mendirikan istana. Mempercantik kota dengan taman, danau buatan dan lapangan. Bahkan keindahan istananya menjadi inspirasi para arsitektur di negara-negara Islam lain. 
Setelah itu, ibu kota Khilafah berpindah dari Baghdad ke Turki. Konstantinopel menjadi ibu kotanya, yang kemudian berganti menjadi Istambul. Kota ini terpadat di Turki, yang kemudian menjadi pusat perekonomian, budaya dan sejarah negara. Ekonominya maju karena pemerintah mengendalikan rute-rute perdagangan darat utama antara Eropa dan Asia. Di bawah kepemimpinan Kekhilafahan Utsmaniyah, Turki disegani oleh negara-negara lain karena menjadi kekuatan laut terbesar yang mengendalikan sebagian besar laut Mediterania. https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1252463424931470&id=812692572241893
Penerapan konsep Green City pada ibu kota baru nanti diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup dan pelayanan kepada masyarakat. Yang menjadi pertanyaan, mungkinkah mewujudkan konsep Green City dalam waktu dekat setelah melihat beberapa aspek tantangan yang telah dijabarkan sebelumnya? 
Pemulihan ekologis sudah pasti membutuhkan biaya yang bombastis. Kalkulasi pemindahan ibu kota membutuhkan dana sebesar Rp 466 T. Apakah biaya pemulihan ekologis juga telah diperhitungkan? Sudahkah termasuk dalam anggaran Rp 466 T itu? 
Membahas adanya dana tidak bisa dilepaskan dari membahas adanya utang. Saat ini negara sudah memiliki utang mencapai Rp 4.570 T. Artinya, situasi keuangan negara hari ini sedang dalam keadaan morat-marit. APBN defisit terus. Utang luar negeri terus ditambah. Akhirnya demi alasan menutup defisit anggaran, Pemerintah berkali-kali mengeluarkan kebijakan yang membuat hidup rakyat makin kesulitan. 
Mengapa Pemerintah tidak fokus saja pada masalah-masalah yang lebih mendesak dan lebih membutuhkan pembiayaan? Misalnya, rakyat lebih membutuhkan pasokan air bersih di beberapa daerah, tempat tinggal, lapangan pekerjaan, pakaian, makanan, pendidikan gratis, keamanan, serta kesehatan gratis. Saat ini, masyarakat dibuat ketar-ketir dengan naiknya biaya BPJS, yang bahkan langsung didebet dari rekening tabungan pribadi mereka. Tentunya ini jauh lebih membutuhkan perhatian dan penyelesaian Pemerintah. 
Kalimantan adalah salah satu paru-paru dunia. Konsep Green City masih membuka peluang kurang maksimal diterapkan, karena wilayah Kaltim mengalami krisis lingkungan sebagaimana yang sudah disinggung sebelumnya. Apalagi pertumbuhan kawasan-kawasan ekonomi baru adalah keniscayaan dan dampak berikutnya memicu konversi besar-besaran lahan hutan. 
Islam dengan tegas melarang negara membuat kebijakan yang merugikan rakyat. Islam mengatur negara untuk memaksimalkan kebijakan yang menyejahterakan rakyat semata. Pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan komunal atau layanan publik menjadi perhatian utama negara untuk segera dipenuhi bagi rakyatnya. 
Darimana sumber dananya? Dengan penerapan sistem ekonomi Islam, negara akan memiliki modal cukup dalam membiayai kebijakan-kebijakan apa pun untuk pemenuhan kesejahteraan rakyat. Dalam sistem ekonomi Islam, pengaturan soal kepemilikan kekayaan memang menjadi hal yang mendasar. Islam menetapkan seluruh sumber daya alam yang depositnya melimpah adalah milik rakyat. Demikian pula sumber-sumber kekayaan berupa air, energi dan hutan. Sehingga tidak diperkenankan pihak mana pun menguasainya, sekalipun atas izin negara. Negara menjadi kuat dan mandiri tanpa bergantung pada pihak lain. 
Sesungguhnya kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh negara akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Karena kepemimpinan adalah amanah. Manakala mereka lalai atau khianat, maka mereka diancam dengan siksa yang pedih. Rasulullah SAW bersabda : “Siapa pun yang mengepalai salah satu urusan kaum Muslimin, dan tetap menjauhkan diri dari mereka dan tidak membayar dengan perhatian pada kebutuhan dan kemiskinan mereka, Allah akan tetap jauh dari dirinya pada hari kiamat… “ (Abu Dawud, Ibnu Majah, Al-Hakim).

Post a Comment

Previous Post Next Post