.
Oleh : Aubi Atmarini Aiza
(Penulis)
.
Dilansir oleh detik.com, Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi mengadakan rapat koordinasi dengan jajaran Kementerian Agama di daerah. Fachrul meminta jajarannya menjalankan perintah Presiden Jokowi soal radikalisme. Rapat koordinasi digelar di Kantor Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin, Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (29/10/2019). Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid turut hadir.
.
Berita di atas baru-baru ini kembali booming. Setelah episode pembubaran ormas HTI, kini isu radikalisme kembali hadir menghiasi pemberitaan sejak dilantiknya rezim baru periode 2019-2024. Kabinet Indonesia Maju (KIM) ramai-ramai memfokuskan visi-misi memberantas terorisme dan radikalisme di Indonesia. Ini sangat membingungkan, mengingat kondisi negeri ini sangat memprihatinkan menjelang pelantikan rezim baru. Mulai dari bencana alam yang belum diatasi secara tuntas, harga-harga bahan pokok naik, BPJS naik, layanan masyarakat dipersulit, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), konflik di Wamena dan terakhir kontroversi RUU KPK/RUU KUHP, belum juga teratasi dengan tuntas.
.
Namun, rezim ini seolah menyembunyikan kegagalannya, dengan cara membuat pengalihan isu dan membuat rakyat merasa ketakutan dengan isu terorisme yang sekarang dipasarkan hingga mengorbankan demokrasi. Semua dibungkam oleh rezim baru di negeri berkolam susu. Sementara para pemuda disibukkan dengan kebebasan ala Barat. Ada pula yang berkabung dan berjuang menghidupkan demokrasi yang telah mati itu.
.
Namun, tentu semua perjuangan menghidupkan kembali demokrasi yang telah mati, adalah kesia-siaan. Radikalisme seolah dagangan yang dipasarkan secara global. Ternyata, sistem kapitalis yang menjadi biang kerok dipasarkannya isu radikalisme secara global. Targetnya adalah Islam. Semua yang berhubungan dengan Islam adalah radikal, kecuali haji dan zakat yang memiliki dana untuk dijadikan modal infrastruktur. Hal itu disebabkan pusat penggagas kapitalisme memasarkan pada negara-negara di bawahnya. Mudah bagi mereka menyebarkannya, karena hampir semua petinggi negeri-negeri Islam adalah antek-antek mereka.
.
Problem sebenarnya ada pada sistem yang mengatur kehidupan. Sistem kapitalislah yang membuat Barat berusaha untuk menguasai negeri lainnya. Begitulah, kapitalisme bisa dengan mudah merusak negeri bawahannya. Isu radikalisme dipasarkan oleh mereka yang membenci Islam. Mereka memberikan label teroris hanya pada Islam. Peristiwa 9/11 dijadikan sarana untuk memunculkan dan menyebarkan Islamofobia ke seluruh dunia, bahkan juga di kalangan umat Islam. Dengan tragedi itu pula, Barat berdalih membantai teroris dan menyerang negeri Syam.
.
Isu radikalisme, jika terus ditiupkan tanpa tahu apa definisi sebenarnya, akan menimbulkan gejolak massa yang lebih besar. Sebab, umat Islam dibuat apatis dan takut terhadap agamanya sendiri. Ini bagian dari hoaks yang terorganisir, dimana pembuatnya sendiri adalah penguasa. Terlebih lagi kebenaran ada di tangan penguasa, maka yang tidak sesuai dengan pemerintahan dihukum tanpa ruang diskusi. Seperti halnya dahulu masa penjajahan Belanda, saat para pejuang kemerdekaan disebut sebagai pemberontak dan kelompok radikal. Begitupun di masa ini, para antek penjajah menyebut kaum kritis yang peduli dengan keadaan bangsa, sebagai kelompok radikal. Sehingga jelas, siapa yang sebenarnya ingin merusak bangsa ini, pejuang--radikal atau penguasa yang rakus? Sebagaimana demokrasi telah mati, pemerintahan menjadi tirani. Masalah berkesinambungan, sementara penguasa fokus pada terorisme yang bahkan tidak lebih urgen dari pada konflik di Wamena.
.
Problematika sistematik ini tidak bisa diatasi hanya memberantas hoaksnya saja, karena hoaks terbesar dimiliki oleh penguasa. Karena itu, hanya bisa diberantas dengan kekuasaan pula. Maka, kekuasaan apa yang bisa mengatasi segala problematika yang terjadi? Jawabannya adalah kekuasaan yang mampu mencabut akar yang sudah rusak dan menggantinya dengan yang baru. Lalu sistem apa yang berpotensi menggantikan kapitalisme? Yaitu sistem Islam.
.
Melihat dari bukti sejarah, Islam melindungi pemikiran rakyatnya dalam satu institusi bernama khilafah yang dipimpin oleh seorang khalifah. Dengan berpegang pada sistem Islam yang rahmatan lil alamin, khilafah melindungi pemikiran rakyat dari paham/ide-ide sesat yang membuat rakyat lalai dari ketaatan pada Allah Swt. Khilafah menempatkan Allah Swt sebagai pengatur serta pembuat undang-undang. Dalam khilafah tidak ada yang namanya hoaks atau para penguasa zalim yang menyebarkan berita bohong untuk menutupi tanggung jawabnya dalam mengurus umat.
.
Hoaks tak akan beredar bebas jika sistem Islam berlaku di negeri ini. Media massa dalam Islam memiliki fungsi yang strategis bagi negara dan kepentingan dakwah Islam, yaitu melayani ideologi Islam baik di dalam maupun di luar negeri. Khalifah sebagai kepala negara dengan bantuan Departemen Penerangan akan mengatur dan mengawasi media sesuai perundangan yang ditetapkan oleh khalifah.
Sebagai contoh, orang yang mau menerbitkan majalah, koran, tabloid, atau mendirikan stasiun TV dan radio, juga membuat media daring misalnya, memang tidak disyaratkan meminta izin dari khalifah selaku kepala negara karena izin sudah diperoleh secara langsung dari syariah.
.
Sedang tindak pidana yang dilakukan oleh media massa juga mendapat sanksi tegas dari negara. Semua tindak pidana media massa ini masuk kategori ta’zîr, yakni hukuman yang tidak ditentukan kadarnya oleh syariah, kecuali menuduh berzina yang termasuk dalam kategori hudud. Beberapa contoh tindak pidana itu adalah melakukan provokasi, penghinaan, memfitnah dan menuduh berzina, menyebarkan gambar porno atau gambar aktivitas seksual dan menyebarkan berita hoaks.
Siapa saja yang di media memprovokasi publik agar tidak taat kepada khalifah, dipenjara maksimal satu tahun. Siapa saja yang di media menghina tuhan-tuhan atau akidah kaum kafir dzimmi, dipenjara maksimal enam bulan. Siapa saja yang memfitnah di media, misalnya menuduh si Fulan koruptor atau menerima suap, dipenjara maksimal dua tahun, kecuali ada bukti-buktinya (Ghazzal, Ziyad, RUU Media Massa dalam Negara Khilafah, 2003).
.
Dari gambaran tersebut, kita bisa melihat betapa khilafah menjaga pemikiran umat, menjaga dari paham-paham yang merusak. Karena Islam rahmatan lil alamin, menjadikan sebuah negeri berkah dan menjadi negara super power di seluruh dunia. Begitulah Islam membuktikan kompetensinya dalam mengatur kehidupan. Dalam khilafah manusia hidup dengan sejahtera. Pemikiran Islam yang terarah, keimanan terjaga, hukum tegas yang membuat jera dan jaminan kehidupan yang layak bagi seluruh manusia.
Wallaahu a'lam bishshawaab
Post a Comment