Oleh : Mustika Lestari
(Mahasiswi UHO)
Generasi muda merupakan kunci kemajuan bangsa. Maju tidaknya suatu negara, bergantung pada tangan generasi para pemudanya. Generasi muda juga diakui perannya dalam mendobrak kemajuan bangsa. Dalam kacamata sejarah Islam, pemuda adalah tonggak kebangkitan umat. The best agent of change merupakan frasa yang paling tepat menggambarkan sepak terjang pemuda dalam perspektif Islam maupun dunia. Namun sayangnya, miris tatkala menyaksikan media yang dengan gencarnya memberitakan masalah-masalah kriminalitas dan berbagai kasus penyimpangan seperti LGBT, tawuran, seks bebas, pengguna bahkan pengedar narkoba dan lain sebagainya yang sebagian besar aktornya adalah remaja sebagai bibit bangsa.
Lima siswa SMPN 3 Kendari diamankan personel Koramil 1417-10 Kota Kendari, Senin (21/10/2019). Mereka diduga memiliki barang mencurigakan mirip tembakau gorila. Pengamanan para siswa berawal dari adanya seorang siswa yang berinisial I yang kedapatan memiliki lintingan tembakau dari dalam tasnya oleh satpam sekolah.
“Satpam sekolah mendapati siswa I saat setelah jam istirahat memiliki linting yang diduga tembakau gorila di tasnya, lalu gurunya datang melapor ke mako,” terang Komandan Koramil Kota Kendari, Mayor Hadi Prayitno di Koramil 1417-10 Kendari.
Tembakau gorila bukan hal yang baru di Kota Kendari. Terlebih kasus ini pernah mencuat dengan adanya penangkapan pengedar barang haram tersebut oleh BNN Kendari. Barang bukti hasil penangkapan menunjukkan bentuk tembakau gorila dikemas dalam bentuk lintingan menyerupai rokok tembakau. Kertas pembungkusnya perpaduan warna putih dan kuning (http://sultrakini.com, 21/10/2019).
Gaya Hidup Remaja Sekular-Kapitalisme
Membahas tentang remaja memang tak pernah ada habisnya, mereka memiliki segudang rasa penasaran dan keingintahuan yang tinggi. Remaja sebagai generasi pelanjut adalah tulang punggung bangsa, penyambung tongkat estafet penerus bangsa. Sejarah Islam memandang, generasi muda sebagai tonggak kebangkitan umat. Namun sayangnya, remaja hari ini bukannya banyak mencetak prestasi gemilang layaknya remaja Islam dulu, melainkan banyak mencetak prestasi yang buram dan membuat hati siapa saja tersayat-sayat.
Betapa memilukan, saat menyaksikan berita yang disuguhkan media mengenai remaja saat ini. Lagi-lagi bukan karena prestasi gemilangnya, melainkan prestasi bobroknya. Misalnya kasus mesum, narkoba, seks bebas dimana pelakunya adalah para pelajar yang masih belia. Tentu, semua orang dibuat tercengang dengan apa yang terjadi pada generasi muda kita hari ini, sebagai manusia yang sedang mencari pola hidup yang paling sesuai bagi dirinya. Fatalnya, mereka mencoba-coba sesuatu tanpa memfilter baik dan buruknya sesuatu itu.
Kita bisa melihat sendiri bagaimana pergaulan remaja hari ini, pergaulan bebas tanpa batas. Mereka cenderung tak mengenal etika, tak mengenal sopan santun, tidak mengenal malu, tidak tahu aturan dan tidak takut peraturan. Tidak dapat dipungkiri, globalisasi adalah pemegang kendali terbesar dalam penyebaran virus ini dan itu merambah secara cepat di negeri ini. Tidak hanya menjangkiti kota-kota besar seperti Jawa tetapi juga sampai ke pelosok-pelosok negeri. Salah satunya Sulawesi Tenggara.
Baru-baru ini remaja kembali menjadi sorotan, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Baubau kembali melakukan razia siswa bolos. Saat melakukan razia, mirisnya terdapat sepasang siswa SMP yang diduga hendak melakukan tindakan mesum di belakang ruko dealer motor di Kelurahan Wangkanapi. Saat ditangkap keduanya masih berada di dekat kandang ayam. Kabid Tibum Satpol PP Kota Baubau, Muh. Husni Ganiru mengungkapkan bahwa kegiatan razia dilakukan berdasarkan laporan masyarakat yang resah dengan tindakan bolos para siswa (http://baubaupost.com, 25/10/2019).
Tidak hanya itu, lima orang pelajar disalah satu Sekolah Menengah Pertama di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), diamankan di Kantor Markas Komando Rayon Militer 1417-10 Kendari, senin (21/10), karena diduga membawa satu linting tembakau gorila. Setelah diamankan diduga kelima siswa itu membawa tembakau gorila. Mereka kemudian dibawa ke Kantor Koramil. Saat ditemui Kendarinesia, salah seorang siswa mengaku bahwa barang tersebut adalah tembakau gorila. Menurut siswa tersebut, salah seorang rekannya berinisial IK yang membeli barang tersebut disuruh oleh siswa berinisial CK (http://m.kumparan.com, 21/10/2019).
Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatat angka pecandu Narkoba di Sultra mencapai 28 ribu jiwa. Kepala BNN Provinsi Sultra, Brigjen Pol Imron Korry mengungkapkan data tersebut berdasarkan hasil survei tiga tahun terakhir, terhitung sejak 2017 sampai 2019. Ia mengatakan, para pecandu ini rata-rata didominasi usia produktif antara 18 sampai 30 tahun. Untuk jenis Narkoba paling banyak digunakan adalah sabu serta ada juga jenis ganja.
Selain itu lanjut Imron, pihaknya juga mengintensifkan untuk mencegah penyalahgunaaan lem yang biasa menyasar anak-anak. Dikatakannya, saat ini BNNP Sultra sementara merehabilitasi sekitar 20 orang pecandu lem. Rata-rata para pecandu lem ini merupakan pelajar SMP (http://m.rri.co.id, 8/9/2019).
Berbagai kasus tindakan brutal remaja selalu menjadi konsumsi media berita setiap hari. Remaja negeri kini tengah mengalami dekadensi moral yang luar biasa. Atas nama globalisasi, remaja diseret dalam kubangan lumpur liberalisme yang menuhankan kebebasan sehingga meningkatkan gaya hidup tanpa aturan. Begitu pula tentang fakta kita hari ini. Remaja, yang memiliki julukan sebagai agent of change tidak pernah luput dari pemberitaan media mengenai kasus-kasus bobrok mereka. Narkoba, tawuran hingga pergaulan bebas yang berujung hamil diluar nikah atau bahkan bunuh diri dan banyak lagi yang lainnya.
Maraknya kerusakan hari ini tentunya tidak lahir dengan sendirinya, melainkan lahir dari sistem yang diadopsi negara kita saat ini, sistem kapitalis-sekularisme. Sungguh, bukan kapitalisme namanya jika tidak merusak. Sebab,sudah tabiat daripaham-paham ini untuk meratakan kerusakan dimuka bumi.
Pertama, paham sekularisme, pemisahan agama dari kehidupan jelas telah menuntun manusia agar menjauhkan agama dari pengaturan kehidupannya. Salah satu penerapannya adalah sistem yang mewarnai pendidikan, dimana pendidikan agama hanya sebatas formalitas belaka, tidak ada strategi untuk menjadikan tuntunan agama dipahami dan diamalkan anak didik, sehingga berpengaruh dalam perilaku kesehariannya. Justru, agama dianggap sebagai racun penghambat kemajuan manusia, sehingga generasi yang tumbuh dalam sistem ini menjadi generasi yang gampang ingkar dan tidak takut akan murka-Nya.
Kedua, paham liberalisme, kebebasan dan serba boleh yang dipuja dalam sistem kapitalisme, sehingga mendorong manusia untuk berbuat sesuai kehendaknya. Paham ini menggerogoti pemikiran umat dengan kebebasannya, terutama kebebasan beragama dan perilaku, terlebih diperkuat dengan ide HAM (Hak Asasi Manusia). Tak ada standar hidup seperti halal-haram, benar-salah, terpuji-tercela, sebagaimna dipandu oleh agama. Akibatnya, semua orang termasuk remaja merasa berhak berbuat apapun, tidak peduli perbuatan itu halal atau haram, baik atau buruk. Perbuatan asusila pun dianggap biasa. Sehingga tak mengherankan jika generasi yang hidup dalam kubangan sistem ini banyak yang terperosok ke dalam berbagai jurang kemaksiatan.
Ketiga, perilaku hedonisme, paham kesenangan atau hura-hura dan serba boleh yang ditumbuh-suburkan oleh kapitalisme, datang menghipnotis manusia termasuk remaja. Paham serba boleh yang ditawarkan tentu sangat menarik bagi mereka. Boleh berpakaian seksi untuk mengekspresikan diri, boleh berpacaran dan bermesraan, apabila terjadi hal yang tidak diinginkan seperti terjerat obat-obatan terlarang, terkena penyakit kelamin, hingga hamil di luar nikah. Maka, langkah cepat yang diambil adalah dinikahkan atau aborsi. Na’udzubillah.
Pada dasarnya, gaya hidup hedonis cenderung berlomba menikmati kesenangan duniawi. Sehingga tidak perlu heran, jika hari ini banyak ditemukan generasi muda yang gemar bersenang-senang di tempat karaoke misalnya, sedangkan masjid sepi, laksana jamur di padang pasir.
Keempat, kapitalisme menyuguhkan pemahaman bahwa materi sebagai sumber kebahagiaan dan kesuksesan. Sehingga manusia terinspirasi untuk mengejar materi dimanapun mereka berada. Begitu pula dengan generasi yang dibesarkan dalam sistem kapitalis tentu pula berlomba mengejar materi. Standar terpuji-tercela, halam-haram, benar-salah seolah tidak dihiraukan lagi.
Jika berkaca pada Islam, tingkah laku mereka sangatlah jauh dari nilai-nilai keislaman. Bobroknya moral generasi bangsa ini sungguh menjadi sebuah bencana di masa depan. Bagaimana tidak, remaja yang seharusnya menjadi tonggak estafet kepemimpinan di masa depan, namun jauh dari harapan. Remaja seharusnya menjadi pewaris budaya luhur, justru menjadi korban budaya kufur.
Remaja Berprestasi Gemilang, Hanya dalam Islam
Melihat kondisi remaja hari ini, mungkin kita akan sulit membayangkan bagaimana remaja hebat sesungguhnya. Sebab, kini yang kita saksikan dari remaja itu sendiri sangat jauh dari prestasi. Kebanyakan dari mereka lebih memilih menghabiskan masa mudanya dengan jalan maksiat.
Sejatinya, remaja berprestasi adalah remaja yang mampu melejitkan segala potensi dirinya untuk kemaslahatan umat. Prestasi yang tidak diukur oleh materi atau ketenaran belaka layaknya pemahaman yang dilahirkan para kapital-sekuler, melainkan pahala dan keridhoan Allah SWT. Remaja dapat dikatakan berprestasi bila berhasil mendidik dirinya dengan kecerdasan yang maksimal dan menghasilkan perilaku mulia dan beramal positif di tengah-tengah masyarakat.
Seperti dicontohkan pada masa kejayaan peradaban Islam, remaja-remaja digembleng sejak dini sebagai aset umat. Dimulai dari pendidikan agama yang kuat, dididik untuk menjadi pribadi yang haus ilmu. Cinta pada Al-qur’an, getol mempelajari, mengamalkan dan megajarkannya. Tujuannya bukan untuk mengeruk materi, melainkan semata-mata mengharap ridho Allah.
Melihat pada sejarah Islam, begitu banyak remaja yang amat hebat dan mengukir prestasi yang gemilang dalam naungan sistem Khilafah. Imam Syafi’i misalnya, seorang ulama yang begitu luar biasa. Diumur 7 tahun beliau sudah bisa menghafal al-Qur’an. Usamah bin Zain, sosok pemuda tangguh serta senang berjihad di jalan Allah SWT. Di umur 15 tahun, ia mengikuti debut jihad pertamanya pada perang Khandaq, kemudian ia juga ikut berperang bersama ayahnya Zaid bin Haritsah pada perang Mut’ah. Pada perang itulah, ia menyaksikan ayahnya mati syahid. Tapi keadaan itu, tidak lantas membuatnya mundur. Ia juga pernah menjadi panglima pasukan untuk melawan pasukan Romawi pada usianya yang ke-18 tahun.
Selain itu, Zaid bin Tsabit diusianya 13 tahun menjadi penulis wahyu dan dalam 17 malam mampu menguasai bahasa Suryani sehingga menjadi penerjemah Rasulillah SAW. Sultan Muhammad Al-Fatih, diusia 22 tahun mampu menaklukan konstantinopel ibukota Byzantium dikala semua Jenderal merasa putus asa. Abu Ali Al-Husein Ibnu Sina, ialah ilmuwan muslim dan filosof besar pada waktu itu, hingga kepadanya diberikan julukan Syeh Al-Rais. Istimewanya, umur 10 tahun sudah hafal Al-qur’an, usia 18 tahun sudah mampu menguasai semua ilmu yang ada pada waktu itu. Bidang keahliannya adalah ilmu Kedokteran, ilmu Fisika, Geologi dan Mineralogi. Wajar jika namanya harum sepanjang zaman. Dan masih banyak lagi generasi-generasi muda di masa Islam yang prestasinya tercatat dalam sejarah dengan tinta emas.
Sejarah Khilafah telah membuktikan betapa dunia Islam melahirkan banyak remaja yang hebat dalam banyak bidang. Tidak hanya bidang sains, tetapi juga agama. Semua itu karena remaja dididik dengan suasana keimanan sejak kecil. Suasana yang hanya akan terwujud jika kehidupan ini berada dalam naungan sistem Islam yang Kaffah, menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Sebab, suatu hal yang utopis dapat melahirkan generasi tangguh nan berprestasi gemilang dalam sistem sekuler-kapitalis yang secara nyata telah menghasilkan generasi rusak seperti saat ini. Wallahu a’lam bi shawab.
Post a Comment