Oleh : Bunda Fakhrina
Nasehat dalam Islam adalah suatu hal yang menjadi kewajiban, mulia serta mendapat pahala yang sangat besar bagi pelakunya. Nasehat terhadap siapapun, terhadap diri sendiri, keluarga, teman bahkan kepada penguasa sekalipun. Aktivitas nasehat menasehati berangkat dari seruan Allah
“Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka”
Kemudian “hendaklah ada segolongan umat yang menyeru kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar”
Amal sholeh yang paling mulia adalah mengajak orang ke dalam Islam dengan dakwah, menyeru, menasehati supaya selalu tunduk patuh kepada ajaran Allah. Aktivitas mengkritik atau menasehati kepada penguasa bertujuan untuk mengoreksi, menjaga dari kerusakan, kesalahan kebijakan yang diambil, karena bisa jadi memberlakukan aturan dan undang-undang yang akan menyengsarakan rakyat, dzolim dan bahkan menghancurkan kehidupan, berbuat dosa.
Fungsi pemimpin adalah perisai, melindungi rakyat serta melaksanakan seluruh aturan dengan benar, melaksanakan seluruh perintah Allah dan Rasulnya bukan semata duduk menikmati fasilitas dan gaji dari rakyat. Menikmati kekuasaan dengan berbagai fasilitas dan dana tunjangan dengan suka cita dan poya-poya, sementara rakyat menuai derita dengan kebijakan yang dikeluarkannya.
Listrik mahal, PAM mahal, iuran BPJS naik 100%,memaksa dan bisa ditagih dengan tindakan keras jika menunggak membayarnya. Ribuan petugas khusus penagih sudah disiapkan menjerat anggota yang menunggak iuran.
BBM naik diam-diam tanpa pemberitahuan. Sumber daya alam disewa dan dijual kepada swasta, bahkan swasta asing diperkenankan menguasai bumi, air, jalan tol, Bandara Udara, Pelabuhan serta menyerahkan kekayaan negara yang strategis untuk dimiliki para penguasa asing.
Jeratan utang negara yang semakin besar, membuat negara terjerat Riba, yang semakin hari semakin membahayakan kedaulatan negeri ini. Atas restu sang pemimpin dan para wakil rakyat, negara kita lambat laun sudah dikuasai asing.
Apakah ini bisa dibiarkan saja? Jelas kita harus melakukan kritik, masukan dan tidak boleh membiarkan, kita harus menasehatinya, kita harus bergerak.
Menjelang berkuasa dalam pilpres lalu, penguasa dan pejabat beramai ramai datang ke ulama, ke Pesantren, berpakaian koko, peci, gamis, melakukan umroh dan berbagai cara supaya umat mendukungnya, kesan pencitraan menyeruak dengan jelas, karena berharap mendapatkan suara mayoritas, namun begitu terpilih, pergi dan melupakan konstituennya, bahkan menyengsarakan seluruh umat dengan kebijakan yang dikeluarkannya. Aturan dibiarkan sesukanya menyeret, mencengkram erat, kita disuruhnya mengerti….ya mengerti penguasa, bukan sebaliknya penguasalah yang harus mengurusi, mengerti kesulitan rakyat?
Kita benar benar bingung dan aneh dibuatnya…..
Post a Comment