Derita Rakyat, Dibalik Kenaikan Premi BPJS Kesehatan

Oleh : Nurhalidah Muhtar

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hadir di tengah-tengah masyarakat. Dengan jargon asas gotong royong. Sehingga dapat menjamin pengobatan dan kesehatan rakyat indonesia tanpa terkecuali. Namun itu semua hanyalah alibi semata. Pada kenyataannya BPJS Kesehatan tidak lain adalah sebagai ruang bisnis.

Ketika mereka mengalami kerugian, lagi-lagi rakyat yang dijadikan budak untuk membayar    kerugian tersebut. Terlansir di laman Kompas.com, Minggu 3 November 2019. Mulai 1 Januari 2020 iuran BPJS Kesehatan naik hingga lebih dari dua kali lipat. Adapun besaran iuran yang harus dibayarkan yaitu Rp. 160.000 untuk kelas 1 dari sebelumnya Rp. 80.000, sedangkan pemegang premi kelas 2 harus membayar Rp. 110.000 dari sebelumnya Rp. 51.000. Sementara, kelas 3 dari Rp. 25.500 menjadi Rp. 42.000. Kenaikan iuran inipun tidak menjamin adanya peningkatan terhadap pelayanan kesehatan. Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter (IDI) Adib Khumaidi menduga, kenaikan ini tak lebih dari sekedar gali lubang tutup lubang.
(https://nasional.kompas.com/read/2019/11/03/18392241/iuran-bpjs-kesehatan-naik-obat-defisit-yang-picu-masalah-baru?page=all)

Ditengah hiruk pikuk beban ekonomi yang lain. Rakyat malah dibebani lagi dengan iuran BPJS Kesehatan. Belum lagi banyak rakyat yang mengeluh terhadap pelayanan yang diterima. Seharusnya kesehatan rakyat adalah tanggung jawab negara. Namun yang terjadi malah kesehatan rakyat menjadi ajang bisnis. Walaupun pada akhirnya nyawa rakyat melayang itu bukan menjadi masalah dalam negeri ini. Hal ini terjadi bukan lagi sesuatu yang mengejutkan. Karena negara masih menerapkan sistem sekuler demokrasi.

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar rakyat yang menjadi tanggung jawab negara. Bahkan di dalam Tap MPR X tahun 2001, ada amanat yang mewajibkan Pemerintah mengalokasi anggaran Kesehatan sebesar 15 persen di dalam postur APBN. Fakta yang terjadi negara malah melepas tanggung jawab terhadap pengurusan rakyat. Dengan kedok adanya BPJS yang diklaim sebagai jaminan kesehatan. Padahal BPJS Kesehatan menjadi tanggungan rakyat sendiri. Rakyat diwajibkan membayar iuran dan mendapatkan sanksi bila terdapat tunggakan. 

Selama sistem sekuler demokrasi masih diterapkan. Maka pengurusan negara terhadap rakyat, selamanya akan menjadi ilusi untuk rakyat. Sebaik-baik negara yang mengayomi rakyat yaitu negara yang di dalamnya diterapkannya islam.

Di dalam islam pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan dasar rakyat yang wajib disediakan oleh negara. Baik fasilitas maupun dalam pelayanannya secara gratis. Sebagai bentuk peran dan tanggung jawab penguasa (Kepala Negara) dalam hal mengurusi segala urusan rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasul saw bahwa pemimpin adalah pengurus rakyat.

«Ø§Ù„Ø¥ِÙ…َامُ رَاعٍ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ ÙˆَÙ…َسْؤُولٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ»

Pemimpin adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari).

Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa serombongan orang dari Kabilah ‘Urainah masuk Islam. Mereka lalu jatuh sakit di Madinah. Rasulullah saw. selaku kepala negara kemudian meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baitul Mal di dekat Quba’. Mereka diperbolehkan minum air susunya secara gratis sampai sembuh (HR al-Bukhari dan Muslim).

Saat menjadi khalifah, Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. juga menyediakan dokter gratis untuk mengobati Aslam (HR al-Hakim).

Beginilah potret para pemimpin dalam bingkai Islam. Mereka menjadikan Al-Quran dan hadist sebagai rujukan dalam tindakannya. Tidak ada asas kepentingan golongan tertentu yang ingin mereka kejar. Melainkan ridho illahi semata. Wallahu a'lam bish-showab

Post a Comment

Previous Post Next Post