Dengan UMP UMK Buruh Sejahtera?

Oleh: Sofia Ariyani S.S
Pegiat Opini dan Member Akademi Menulis Kreatif


Sudah jatuh tertimpa tangga, inilah nasib yang kini harus diterima oleh buruh. Kaum buruh seolah tak ada habisnya memperjuangkan hak-hak mereka, May Day menjadi kegiatan rutin tiap tahunnya yang terus menyuarakan suara kaum buruh. Belum tuntas persoalan buruh kini mereka dihadapkan dengan wacana Menaker yang akan memangkas upah minimum kabupaten/kota yang semula 4,2 juta menjadi 1,6 juta.

Dilansir oleh cnbcindonesia.com, UMP 2019 Jawa Barat sebesar Rp 1,668,372, sementara itu UMK 2019 Jawa Barat yang tertinggi ada di Kabupaten Karawang, yakni Rp 4.234.010. Sedangkan yang terendah terdapat di Kabupaten Pangandaran, sebesar Rp 1.714.673.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan "jika UMK ditiadakan, maka buruh di Karawang yang selama ini upahnya 4,2 juta hanya mendapatkan upah 1,6 juta," kata Iqbal dalam keterangan resminya, Kamis (14/11).
Iqbal menyatakan wacana tersebut ngawur, bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan, dan secara sistematis akan memiskinkan kaum buruh. (cnbcindonesia.com, 14/11/19)

Rencana penghapusan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) dan hanya memberlakukan UMP (Upah Minimum Provinsi) yang akan dilakukan Menaker, Ida Fauziyah, membuat kalangan buruh dirugikan. Pasalnya, UMK seringkali lebih tinggi dibanding UMP karena menghitung tambahan upah buruh dan faktor perbedaan tingkat pemenuhan kebutuhan di kota metropolis.

Persoalan upah mengupah yang tidak menemukan titik terang lantaran kesalahan dalam mekanisme pengupahan. Pengusaha hanya menghitung biaya hidup pekerja sebagai variable penentuan upah. Bahkan apa yang semestinya menjadi kewajiban negara seperti jaminan kesehatan dan pendidikan serta perumahan pun turut menjadi penentu upah. Semestinya penghitungan upah objektif dari nilai barang atau jasa yang dihasilkan pekerja. Jaminan kesehatan, pendidikan dan tunjangan hidup lainnya dibebankan kepada negara. Dengan pengelolaan sumber daya alam yang baik oleh negara dan pendistribusian yang benar kepada masyarakat dengan harga terendah bahkan gratis maka akan meringankan pengusaha dalam pengupahan tenaga kerjanya.

Keikutsertaan Indonesia dalam MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) menjadi salah satu faktor penyebab terpuruknya buruh di negeri ini. Persaingan tenaga kerja menjadikan buruh terpinggirkan, di samping itu pemerintah mengimpor tenaga kerja asing yang tidak sedikit jumlahnya, semakin menambah persoalan buruh di tanah air. Agaknya Indonesia belum siap menghadapi MEA karena tidak hanya sekedar SDA yang tersedia yang akan menjadi lahan garapan MEA akan tetapi sumber daya manusianya pun harus dipersiapkan.

Adanya iklim usaha yang tidak kondusif inilah penyebab pengusaha dan buruh selalu diwarnai konflik. Pengusaha sendiri dirugikan oleh negara karena kewajiban membayar pajak kepada negara, belum lagi mengupah pekerja. Negara pun hanya berperan sebagai regulator dan pebisnis, itu mengapa biaya hidup saat ini begitu tinggi. Karena negara tidak berperan sebagai periayah rakyat. Inilah ciri khasnya sistem ekonomi kapitalisme, memperoleh keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan dampaknya, baik atau buruk. Diperparah dengan lepasnya negara dalam bertanggug jawab mengurusi rakyat akhirnya dibebankan kepada pengusaha.

Di dalam Islam dikenal dengan _Ijaroh_ , yaitu pemilikan jasa dari seorang _'ajir_  (orang yang dikontak tenaganya) oleh _musta'jir_  (orang yang mengontrak tenaga), serta pemilikan harta dari pihak musta'jir oleh _'ajir_. Dimana _ijaroh_ merupakan transaksi terhadap jasa tertentu dengan disertai kompensasi. Upah mengupah atau kontrak kerja (ijaroh) tertuang dalam Alquran:

"Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (QS. Az Zukhruf: 32)

Islam pun mengatur dengan adil persoalan upah mengupah. Dimana pekerja akan diupah sesuai dengan jasa atau tenaga yang dihasilkan. Sebagaimana hadis Rasulullah saw.:

Apabila salah seorang diantara kalian mengontrak tenaga seorang pekerja maka hendaknya diberitahukan kepadanya upahnya. Demikian juga jenis pekerjaan dan waktu kerja harus jelas. (HR. Daruqutni)

Dan Islam melarang untuk menunda pemberian upah kepada pekerja:

“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)

Sedangkan tunjangan hidup pekerja maka daulah yang bertanggung jawab bukan pengusaha. Sistem ekonomi dalam Islam sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Sumber daya alam yang tersedia maka akan digunakan untuk kebutuhan rakyat seluas-luasnya. Dengan mekanisme negara sebagai pengelola dan mendistribusikan kepada warga negaranya. Maka demikian pengelolaan SDA yang tepat akan menghasilkan pendapatan negara yang akan diberikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan dan fasilitas umum serta infrastruktur demi kemajuan dan kesejahteraan dimana rakyat tidak dipungut biaya. 

Demikianlah sempurnanya Islam, tidak hanya mengurusi urusan ritual, urusan keduniaan pun diatur sedemikian adil tanpa ada kedzaliman di dalamnya. Jadi penentu kesejahteraan pekerja bukan dilihat dari jumlah upah yang didapatkan, melainkan dilihat dari tanggung jawab sebuah negara terhadap rakyatnya. Oleh karena itu iklim usaha akan kondusif ketika menggunakan aturan yang sesuai dengan fitrah manusia, syariat Islam. Dan sistem ekonomi Islam akan berjalan dengan baik ketika memiliki institusi yaitu Daulah Khilafah Islamiyah.
Wallahu'alam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post