Beban penderitaan yang dirasakan masyarakat dipastikan akan semakin berat saja. Bukan hanya karena harga kebutuhan pokok yang semakin meroket, semakin meningkatnya jumlah pengangguran, biaya transportasi BBM yang bisa naik turun secara tiba-tiba, biaya pendidikan yang semakin mahal, kini harus ditambah dengan beban lainnya yaitu dengan adanya kebijakan menaikkan biaya BPJS sebesar 100% pada awal tahun depan.
Untuk melegalkan dan menginstruksikan pandangan batil liberalisme diperkuat dengan dibentuknya Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) yang keturunannya menjelaskan tentang kesehatan dan fungsi negara yang tak lebih dari jasa komersil dan negara regulator bagi kepentingan korporasi dalam hal ini BPJS Kesehatan.
Sejak Januari 2019 berdasarkan pasal 14 UU No 24/2011 tentang BPJS Kesehatan, semua penduduk Indonesia diwajibkan, dipaksa menjadi peseta asuransi kesehatan (BPJS). Sebagaimana ditetapkan oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2018 (PerPres RI No 82/2018) tentang Jaminan Kesehatan Pasal 17. Sebagaimana dilansir oleh Liputan6 com.Jakarta tanggal 30 Oktober 2019, pemerintah resmi menerbitkan aturan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, pada tanggal 24 Oktober 2019. Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (PerPres) No 75 tahun 2019 tentang perubahan atas PerPres No 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Berdasarkan peraturan yang akan diberlakukan nanti, bayi yang baru lahir pun diwajibkan ikut BPJS dan akan mendapatkan sanksi jika tidak didaftarkan. Jika dalam jangka waktu maksimal 28 hari sejak bayi dilahirkan, kelalaian dalam mendaftarkan atau terjadi penunggakan pembayaran, selain akan ditagih oleh debt collector, juga diberlakukan sanksi yang berefek sistemik, yaitu tidak bisa mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM), paspor, bahkan keikutsertaan menjadi anggota BPJS akan menjadi salah satu persyaratan anak untuk masuk sekolah. Sanksi ini sesuai Instruksi Presiden (InPres).
Bukan hanya itu PerPres pun menaikan biaya BPJS Kesehatan tidak tangung-tanggung hingga 100%. Kelas 3 menjadi Rp 42.000. Kelas 1 dan 2 masing-masing menjadi Rp 160.000 dan Rp 110.000. Meski banyak yang protes dan menolak, seperti yang terlihat dari hasil pooling pembaca detikFinance yang dilakukan selama 24 jam dengan peserta 10.385 akun Twitterada, yaitu 63% menyatakan keberatan. Namun tidak menyurutkan keinginan pemerintah untuk menaikkan premi pada tahun 2020. Bahkan tidak boleh ada alasan bayar telat dan paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. Ditegaskan PerPres RI No 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 40 ayat 1. Jika telat atau menunggak akan di Sanksi sebagaimana ketentuan Pasal 42 ayat 1.
Program BPJS tidak lebih merupakan kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Dengan adanya BPJS ini, negara yang seharusnya menjadi pihak yang bertanggungjawab memberikan pelayanan kesehatan, seolah berlepas tangan dan menyerahkannya pada lembaga tertentu. Publik seolah dipaksa membeli dengan dalih gotong royong dan subsidi silang, yang kaya membantu yang miskin. Rakyat diseru untuk menghindari bencana keuangan saat sakit karena kesehatan itu mahal harganya.
Apakah dengan cara itu otomatis bisa menyelesaikan masalah? Ternyata tidak, kenaikan premi tidak sebanding dengan peningkatan pelayanannya, karena dengan menjadi anggota BPJS Kesehatan tidak otomatis layanan kesehatan mudah diakses. Ada sebagian rakyat akhirnya memilih berobat mandiri karena buruknya pelayanan. Dan ini sudah menjadi rahasia umum di tengah masyarakat tentang adanya aspek diskriminasi yang begitu menonjol. Apalagi bagi kelompok miskin Penerima Bantuan Iuran yang preminya dibayarkan pemerintah. Pelayanan kesehatan, fasilitas seperti rumah sakit dan puskesmas sudah berada dalam cengkeraman industrialisasi, berubah menjadi tempat pertaruhan nyawa manusia.
Sejak program JKN dan BPJS berdiri Januari 2014 hingga saat ini telah banyak kasus akibat diskriminasi pelayanan telah menelan korban. Bahkan banyak nyawa yang melayang sia-sia. Diberitakan, misal bayi lahir prematur akhirnya meninggal karena tidak segera mendapatkan pelayanan medis karena orangtua harus mengurus terlebih dahulu kartu BPJS. Terjadinya beberapa kasus dimana rumah sakit menolak pasien dengan alasan IGD penuh. Atau ada juga yang meninggal karena tidak mendapat tindakan apapun dari rumah sakit hanya karena tidak memiliki kartu BPJS Kesehatan.
Jadi persoalannya bukan karena kebijakan baru atau tidak, tetapi kesalahannya mengarah pada prinsip dan dasar. Adanya manfaat yang dirasakan sejumlah orang tentu tidak dapat menafikan fakta buruk pelayanan kesehatan BPJS. Sesungguhnya manfaat BPJS dan JKN ini hanya bersifat semu, sebab setiap orang berpotensi didera penderitaan.
Berbeda denga Islam, sistem ini meniscayakan penyediaan pelayanan yang memadai untuk segala aspek yang dibutuhkan oleh masyarakat. Islam melakukan pengelolaan pelayanan kesehatan sesuai dengan prinsip yang sahih, diantaranya adalah: Pertama, pemerintah bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan, termasuk dalam hal pelayan kesehatan masyarakat tanpa kecuali, namun pelayanan tersebut meskipun gratis namun tetap berkualitas, bisa berlaku bagi siapapun, kapanpun dan dimanapun. Hal ini merupakan kewajiban seorang pemimpin atas rakyat yang dipimpinnya. Sesuai dengan sabda Rasulullah saw. menegaskan,
"Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Hanyalah dia yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya." (HR al-Bukhari).
Kedua, pelayanan kesehatan adalah kebutuhan publik bukan jasa untuk dikomersilkan. Ketiga, pembiayaan berbasis Baitul Mal dengan anggaran mutlak,
Konsep cemerlang pengelolaan pelayanan kesehatan negara Khilafah tidak hanya menyejahterakan rakyat namun sekaligus memuliakan manusia. Khilafah adalah ajaran Islam yang disyaratkan Allah swt kepada umat manusia. Perrwujudan pelayanan kesehatan berkualitas terbaik bagi tiap individu pernah terjadi pada masa kekhilafahan. oleh karenanya adalah suatu hal mendesak bagi umat untuk memgembalikanya Khilafah di tengah-tengah umat saat ini, untuk membawa keberkahan bagi semesta alam.
Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Post a Comment