Oleh : Iceu Nurhayati
Isu radikalisme kembali menghiasi panggung politik di negeri ini. Kali ini Pemerintah dengan tegas meminta kepada seluruh jajaran kabinetnya untuk mengurusi dan mengawasi Radikalisme. Isu ini dinilai politis yang hanya untuk mengalihkan kompleksnya persoalan negara sebenarnya. Setiap kejadian kejadian selalu dihubungkan dengan radikalisme, baik itu Penusukan Wiranto, Bom Medan, Kurikulum pelajaran agama di sekolah. Standar penilaian “radikal” dan” tidak radikal” diserahkan pada standar pelaku sistem kapitalisme. Maka siapapun atau apapun yang bertentangan dengan kepentingan mereka, baik hanya berupa paham maupun tindakan maka disebut “Radikal”.
Mendudukan Radikal dan Radikalisme
Radikal diambil dari bahasa Latin yakni radix yang berarti “akar”. Dalam Kamus Besar hahasa Indonesia (KBBI), kata radikal memiliki arti: mendasar (sampai pada hal yang prinsip). Istilah Radikal digunakan sebagai kebalikan dari istilah “Moderat” dimana moderat ini menggambarkan suatu sikap jalan tengah ketika menghadapi konflik dengan ide lain dan cenderung kompromistis atau kooperatif.
Maka Muslim radikal artinya: muslim yang sangat memegang prinsif hidupnya sesuai dengan keyakinan yakni agama islam baik secara keyakinan, ucapan dan perbuatan semuanya dikembalikan kepada agama islam sebagai bentuk prinsif hidupnya. Dan secara bahasa, Islam adalah ajaran yang radikal. Sebabnya, Islam terdiri atas akidah Akidah memberi jawaban yang komprehensif dari pertanyaan mendasar tentang kehidupan, yaitu: Kita hidup dari mana? Setelah hidup kita mau kemana? Hidup kita ini untuk apa? Islam menjawab: Kehidupan berasal dari Allah. Setelah kehidupan ini manusia akan menghadap Allah.
Adapun istilah radikal ditambah isme di belakangnya sehingga menjadi radikalisme, menurut KBBI, memiliki arti: paham. Ada perbedaan mendasar antara istilah radikal dan radikalisme. Radikalisme adalah paham tentang satu tindakan secara keras terhadap kebijakan serta tidak mau bekerjasama. Radikalisme dengan arti ini jelas bertolak-belakang dengan Islam. Di dalam al-Quran, misalnya, disebutkan: Lâ ikrâha fî ad-dîn (Tak ada paksaan dalam memeluk Islam) (QS al-Baqarah [2]: 256).
Dengan demikian jelas berbeda antara radikal dan radikalisme. Bisa dikatakan bahwa Islam adalah radikal, namun Islam menolak radikalisme. Mungkin ada yang mengatakan itu sikap tidak konsisten, yakni menyebut radikal namun menolak radikalisme. Sebenarnya tidak. Contoh: Islam mengakui manusia sebagai makhluk sosial, tetapi Islam menolak Sosialisme. Islam mengakui bahwa berbisnis butuh kapital (modal), tetapi Islam menolak kapitalisme. Tambahan kata isme itulah yang membuat arti sebuah kata berubah secara fundamental.
Namun, karena kuatnya media dalam memberitakan radikalisme ini, istilah ini kemudian melekat pada mereka yang teguh dalam melaksanakan ajaran Islam. Mereka yang terlihat berpenampilan secara islami seperti celana cingkrang, cadar, jilbab/kerudung, misalnya, akan dicap sebagai Muslim yang telah terpapar radikalisme. Umat Islam yang menyerukan untuk kembali pada ajaran Islam yang kaffah juga akan dicap sebagai Muslim berpaham radikalisme.
Semakin luasnya tuduhan tuduhan yang dianggap Radikal, maka apa saja yang mereka lakukan? Diantaranya Mereka melakukan Deradikalisasi diantaranya :
1.Screening terhadap pegawai negeri yang dianggap terlalu ‘islami’ terjadi. Kriminalisasi terhadap pengguna cadar, pemakaian kalimat tauhid.
2. Narasi Menyerang Khilafah. Narasi yang mereka bangun di atas terkait adanya pihak-pihak yang terpapar khilafah, baik dari TNI, ASN, mahasiswa, pegawai swasta dan lainnya. Tujuannya, untuk memberikan opini kepada masyarakat bahwa khilafah adalah paham radikalisme yang harus dilawan. Dan untuk menjadikan tertuduh sebagai common enemy atau musuh bersama.
3.Membuat Survey Tentang Radikalisme. Survey yang dilakukan oleh beberapa lembaga survey. Misalnya, survey yang dilakukan oleh Setara Institute. Direktur Riset Setara Institute, Halili mengungkapkan, sebanyak 10 perguruan tinggi negeri di Indonesia terpapar paham radikalisme.
4.Yang tidak kalah extrim mereka melakukan Tindakan Persekusi. Contohnya sebagaimana yang dialami oleh Ustadz Abdul Shomad, Ustadz Felix Siauw, KH Tengku Dzulqarnain dan lainnya. Dugaan terpapar radikalisme juga menimpa umat Islam.
5. Menyoal Artis Hijrah. Di tengah gemerlap dunia para artis, alhamdulillah kita menyaksikan bagaimana beberapa artis akhirnya memilih hijrah. Mereka meninggalkan profesi keartisannya. Bahkan mereka kemudian membentuk kegiatan yang dikenal dengan Hijrah Fest. Sayang, fenomena artis hijrah tersebut diikuti dengan opini kekhawatiran akan masuknya paham radikal di kalangan artis. Ini tidak terlepas dari opini yang dibangun oleh sebagian pihak.
Alat Propaganda
Terlalu banyak fakta yang menunjukkan bahwa perang melawan radikalisme adalah perang melawan Islam dan umatnya. Setelah isu terorisme mulai tidak laku, negara-negara Barat kafir imperialis yang dipelopori AS kini jualan baru: radikalisme. Tujuannya masih sama: memerangi Islam dan umatnya. Kali ini di balik ‘perang melawan radikalisme’. Hal ini yang menyebabkan seolah masyarakat menjadi terbelah menjadi kubu-kubu, yang tidak lagi pragmatis, namun lebih substansial. Dugaannya adalah disebabkan oleh menguatkan pemahaman radikalisme, khususnya radikalisme agama di negeri ini. Di sisi lain, isu terorisme yang menjadi turunan dari isu radikalisme dianggap sudah usang dan tidak mendapatkan relevansinya. Aksi-aksi teror yang terjadi tidak sekuat pada masa sebelumnya.
Proses penangangan terorisme pun mendapatkan kritik karena dianggap tidak menyelesaikan akar masalahnya. Radikalismelah yang kemudian disasar. Karena itu isu radikalisme kembali mencuat menggantikan isu terorisme. Mereka telah menggambarkan perang ini sebagai sebuah perjuangan ideologis untuk melestarikan peradaban Barat, seperti dulu ketika berperang melawan Nazisme dan Komunisme.
Siapa pemain dibalik isu ini?
Isu radikalisme awalnya dihembuskan oleh Barat. Isu ini kemudian dipropagandakan oleh Barat dalam rangka menggerus nilai-nilai fundamental yang bertentangan dengan keyakinan sekularisme ala Barat. Pada pidato pertamanya tanggal 28 Februari 2017, Presiden Donald J. Trump dalam sidang Kongres mengucapkan dua kata yang tidak pernah dikatakan presiden Amerika di depan umum, yakni terma “Islam radikal.”Padahal dua presiden sebelumnya, Bush dan Obama, memilih menggunakan ungkapan “Perang Melawan Teror” atau “War on Terror”. Secara resmi, Presiden George W. Bush pertama kali menggunakan ungkapan “perang melawan teror” pada tanggal 20 September 2001, pada sebuah pidato dalam Kongres, sesaat setelah serangan terhadap World Trade Center di New York pada tanggal 11 September. Pada tahun 2013, Pemerintahan Obama mengumumkan bahwa AS adalah tidak lagi melakukan “perang melawan teror". Dan untuk merealisasikannya, mereka menggandeng Raja Salman, dimana Raja Salman dan Presiden AS Donald Trump meresmikan Pusat Global untuk memerangi Ideologi extrim (GCCEI) Global Center for combating Extrimist Ideologi yang diresmikan Ahad 12 mei 2017. Dengan menggandeng para penguasa muslim pro Barat, ada dua hal yang ingin dicapai yaitu membangun nilai baru islam yang lebih “ramah” terhadap barat dan mempertahankan hegemoni barat terhadap islam. Bahkan mereka akan membentuk koalisi militer islam yang pro barat. Penguasa komprador di negeri-negeri Muslim senantiasa mengikuti arahan dari negara-negara Barat dalam menghadang kebangkitan Islam melalui proyek radikalisme tersebut.
Kebangkitan Islam dianggap sebagai ancaman bagi penguasa sekular, yang senantiasa membuat penghalang untuk menggagalkan kebangkitan umat Islam.
Ada sebagian dari umat Islam yang justru menjadi bagian yang ikut terlibat bahkan menjadi pemain dalam isu radikalisme Ada beberapa kemungkinan :
Pertama: Mereka adalah agen dari Barat untuk turut bermain dalam isu radikalisme ini.
Kedua: Mereka adalah orang-orang yang mencari keuntungan pribadi dengan isu radikalisme ini, mencari uang dari proyek-proyek Barat. Mereka tidak peduli bahwa apa yang mereka lakukan justru akan menghancurkan Islam dan umatnya.
Ketiga: Mereka adalah orang-orang yang terbawa oleh arus tsaqafah Barat. Menganggap isu radikalisme adalah hal yang wajar sesuai dengan kealamiahan perkem-bangan isu sosial. Mereka tidak peka, bahwa di balik isu yang berkembang, pasti ada pihak yang berkepentingan.
Tuduhan- tuduhan terhadap islam
Mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Balir, pernah menyatakan ideologi Islam sebagai ‘ideologi setan’ (evil ideology). Dalam pidatonya pada Konferensi Kebijakan Nasional Partai Buruh Inggris, Blair menjelaskan ciri ideologi setan, yaitu:
(1) Menolak legitimasi Israel;
(2) Memiliki pemikiran bahwa syariah adalah dasar hukum Islam;
(3) Kaum Muslim harus menjadi satu kesatuan dalam naungan Khilafah;
(4) Tidak mengadopsi nilai-nilai liberal dari Barat
Islam adalah agama yang diturunkan pencipta manusia melalui Rosulullah SAW, ajarannya sesuai fitrah manusia, sesuai akal dan menentramkan hati. Islam mengatur seluruh hal yang berhubungan dengan manusia, kehidupan dan Alam semesta, baik dari hal yang kecil sampai hal yang besar, islam punya solusi dalam setiap masalah, dimana solusinya adalah menyelamatkan kehidupan dunia dan kehidupan kelak di akhirat. Dalam Islam setiap aktivitas seorang hamba lakukan wajib terikat hukum syara dalam seluruh asfek kehidupan. Termasuk didalamnya institusi pemerintahan. Rosulullah SAW mewariskan sistem yang wajib umat islam adopsi karena dengan sistem itulah, semua hukum syara dari pencipta yaitu AlLah SWT akan terwujud. Didalam Alquran, Hadist, ijma' sahabat, dan juga pendapat para ulama dari berbagai mazhab serta kaidah syara menunjukkan penegakkan islam secara total dalam naungan khilafah merupakan kewajiban. Tegaknya khilafah adalah merupakan janji Allah swt dan busyra (kabar gembira) dari Rosulullah SAW. Khilafah pasti akan tegak kembali baik kita ikut menegakkan atau tidak, atau malah menghalanginya. Sedangkan Sistem kufur dari barat adalah sistem yang akan merusak kehidupan dan tidak akan menyelamatkan diakhirat kelak. Dengan tuduhan diatas, sudah saatnya seluruh elemen umat Islam bersatu merapatkan barisan untuk melawan isu radikalisme yang dikembangkan Barat dan para kompradornya di negeri ini.
Kesimpulan
Umat Islam tidak boleh takut menunjukkan kesejatian dirinya. Sebagai dorongan dari keyakinan akidah dan bukti keimanan Kepada Allah SWT dan terhadap Islam yang kaffah. Kita harus dapat menunjukkan bahwa apa yang dituduhkan dengan isu radikalisme ini adalah sebuah kesalahpahaman terhadap Islam. Disinilah fungsi penting dari dakwah Islam secara kaffah. Kita juga harus memahami bahwa isu radikalisme ini adalah upaya dari musuh Islam untuk menjauhkan Islam dari kesejatiannya. Islam kaffah. Caranya dengan memberikan stigma buruk terhadap Islam, dan mendekatkan Islam dengan pemahaman keliru ala sekularisme Barat. Pastinya, ini akan semakin menjauhkan Islam dari umatnya, dan akan menjauhkan dari upaya umat untuk menerapkan Islam secara kaffah. Barat berusaha menjauhkan umat Islam dari pemahaman agamanya yang hakiki. Dalam konteks inilah, proyek deradikalisasi digerakkan. Barat melakukan monsterisasi bahwa Islam adalah paham radikal yang membahayakan. Monsterisasi inilah yang kelak melahirkan islamophobia di Barat dan seluruh dunia.
Pada saat yang sama Barat mendukung mereka yang dikategorikan sebagai Islam moderat. Jangan heran bila muncul istilah Islam Nusantara, sebagai lawan Islam radikal. Ini adalah bagian dari desain deradikalisasi yang digerakkan dengan menggunakan orang Islam sendiri sebagai garda terdepannya. Tujuan jahat, yaitu menghantam Islam dan kaum Muslim yang menginginkan tegaknya Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Untuk merealisasikan hal itu, Barat tidak bekerja sendirian, namun dengan meminjam tangan penguasa komprador di negeri-negeri Muslim, termasuk di Indonesia.
Isu radikalisme yang marak kembali pada opini publik sejatinya adalah dalam rangka mengalihkan persoalan dari kegagalan kapitalisme liberalisme di negeri ini. Kegagalan Ekonomi dengan segala masalahnya tertutup dengan bergulirnya isu ini.Pemilu tahun 2019 telah menyisakan persoalan yang kompleks. Korupsi menjerat para pejabat dan politisi semakin masif. Penguasaan Sumber Daya Alam (SDA) oleh asing dan aseng semakin tak terbendung. Kenaikan BBM dan tarif dasar listrik serta kebijakan pungutan pajak yang semakin mencekik rakyat terus terjadi.
WALLAHU’ALAM BISHOWAB
Post a Comment