Oleh : Ummu Aimar
Presiden Joko Widodo kembali memimpin pemerintahan untuk lima tahun ke depan. Beliau menjadi presiden hingga 2024 ditemani Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Ada sejumlah visi dan misi yang dicanangkan. Itu semua juga sudah dipaparkan selama berkampanye saat Pilpres 2019 masih berjalan.
Jokowi-Ma'ruf Amin bertekad menjalankan program-program tersebut. Akan tetapi, bukan berarti Jokowi bisa sepenuhnya fokus merealisasikan janji kampanyenya lalu mengabaikan permasalahan yang muncul di periode pertama.
Sebut saja soal penanganan radikalisme, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), kerusuhan di Papua, masalah korupsi dan KPK, pertumbuhan ekonomi serta beberapa hal lainnya. Tentu publik bakal menyoroti warisan masalah di periode pertama jika muncul kembali di periode kedua. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191017141005-32-440369/jokowi-maruf-dan-tujuh-masalah-membara-di-jilid-dua
Pada tanggal 20 Oktober 2019 yang lalu, Rezim ini resmi dilantik dan kembali berkuasa untuk 5 tahun ke depan. Namun, belum genap satu bulan rezim ini memerintah, tapi prediksi kegagalan akan pemerintahannya sudah bisa dibaca oleh rakyat indonesia. Misalnya, di tengah situasi rakyat yang sedang sulit, alih-alih membuat kebijakan yang meringankan beban rakyat, justru malah membuat rakyat makin terhimpit dalam berbagai sendi.
Diantaranya yaitu menaikkan iuran BPJS (Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial) sebesar 100%, trik pemalakan negara berbungkus iuran BPJS. Padahal dalam pandangan Islam, layanan kesehatan merupakan kewajiban pemerintah terhadap rakyat yang harus dipenuhi secara langsung melalui dana APBN bukan melalui mekanisme asuransi. Pelayanan publik yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara.
Pada kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014-2019 lalu, Jokowi pernah menyatakan tidak akan impor, kemudian berjanji tidak akan menambah utang dan kemiskinan akan menurun. Dalam perjalanannya, Indonesia masih dan akan mengimpor barang dan jasa dari negara lain. Tercatat, impor sepanjang tahun lalu mencapai US$188,63 miliar.
Impor beras di tengah stok yang mencukupi sebenarnya semakin menunjukkan kebobrokan paradigma sistem ekonomi kapitalis dan kebijakan politik sekularis. Ada dua hal yang bisa kita lihat dari peristiwa impor beras ini, yaitu kesalahan menjadikan kelangkaan sebagai problematika ekonomi dan kebijakan ekonomi yang tidak pernah berpihak kepada rakyat. Karena Impor yang mereka lakukan sebenarnya hanya untuk mendapatkan rente, bukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat . Ini terbukti walaupun stok beras cukup ternyata masih banyak rakyat yang mati karena kelaparan.
Begitupun dengan Penuntasan Karhutla, hingga saat ini masih banyak perusahan dalam kasus karhutla dan tidak ada solusi cepat dan tepat untuk menuntaskannya sampai banyak korban berjatuhan akibat asap karhutla di berbagai daerah.
Belum lagi masalah radikalisme. Apa yang Presiden Jokowi pesankan saat pelantikan, melekat pada semua tupoksi ini. Salah satunya agar mereka serius menuntaskan persoalan radikalisme yang dianggap kian membahayakan. Membahayakan persatuan, kebinekaan, dan yang terutama, investasi modal asing.
Wacana screening dan pembersihan ASN serta aparat radikal yang akhir-akhir ini suaranya menguat, akan kian masif dilakukan di semua level kelembagaan dan kemasyarakatan. Begitu pun proyek deradikalisasi yang selalu disandingkan dengan moderasi Islam, ditengarai akan makin dikukuhkan melalui kebijakan keagamaan dan pendidikan.
Di luar itu, dunia maya pun tak akan luput dari incaran. Hal ini ditegaskan Menko Polhukam Prof. Mahfud MD saat diwawancara salah satu stasiun TV. Menurutnya, medsos sudah saatnya ditertibkan karena selama ini (dianggap) telah menjadi alat yang membahayakan keutuhan bangsa dan ideologi negara.
Tak heran jika ada yang menengarai rezim kedua Jokowi ini akan lebih represif dari sebelumnya. Narasi radikalisme akan dijadikan alat legitimasi untuk menekan rakyat dan oposan agar selalu tunduk pada keinginan penguasa dan tak lagi berani menggagas dan/atau memperjuangkan perubahan mendasar, apalagi ke arah Islam.
Kriminalisasi, alienasi, dan brainwashing pun akan lebih gencar dibanding sebelumnya. Apalagi, kini penguasa telah memiliki dukungan internasional serta seperangkat proyek dan alat pukul untuk membungkam pelakunya. UU ITE salah satunya.
Ya, Islam memang nampak menjadi sasaran utama proyek deradikalisasi ini. Mengingat geliat kebangkitan kesadaran akan rusaknya sistem hidup berdasar sekularisme demokrasi yang dimotori kelompok Islam dan ulama-ulama ideologis memang berbenturan dengan kepentingan kelompok penguasa yang telah diuntungkan oleh penerapan sistem rusak ini.
Rasulullah saw. bersabda:
الإِÙ…َامُ رَاعٍ Ùˆَ Ù‡ُÙˆَ Ù…َسْؤُولٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ
Setiap pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Pemimpin akan ditanya diakhirat nanti atas amanah yang dijalankan nya dengan baik atau tidak dan harus dipertanggung jawabkan ketika amanah itu tidak dijalankan dengan sesuai perintah Allah.
Karna Amanah merupakan tanggung jawab yang besar.
Rasulullah saw. pun bersabda:
سَÙŠِّدُ الْÙ‚َÙˆْÙ…ِ Ø®َادِÙ…ُÙ‡ُÙ…ْ
Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka (HR Abu Nu‘aim).
Hadis ini menjelaskan bahwa pemimpin lah pelayan rakyat, pelayan publik yang bertugas sepenuhnya untuk rakyat yang turut andil dalam berbagai macam untuk kemajuan, kesehatan, kesejahteraan dan keadilan rakyatnya. Di sinilah pentingnya pemimpin meri'ayah rakyatnya dengan sungguh,-sungguh bukan malah menyengsarakan rakyat dan dzolim atas aturan yang diterapkan. Wallahua'lam
Post a Comment