Oleh: Devita Nur Arini Kusumah, S.Pd.
Indonesia memang sebuah negeri penuh sensasi, begitulah kiranya komentar anak negeri ketika melihat berbagai fenomena saat ini, khususnya politik dan politisi. Baru saja dilantik namun Kabinet Indonesia Maju yang dinahkodai Jokowi membuat masyarakat kaget kembali, kali ini sensasi itu datang dari Menkopolhukam Prof. Mahfud MD yang mengatakan bahwa sistem negara Khilafah tidak ada dalam Islam.
Komentar Mahfud MD tersebut menyusul berkembangnya opini Sistem Khilafah di tengah masyarakat yang semakin besar. Masyarakat bawah hingga elit oligarki nampaknya telah terbawa propaganda mulia bahwa mendirikan sistem khilafah adalah kewajiban bagi kaum muslimin, sehingga pro dan kontra sikap politik pun terbentuk seiring berkembangnya opini tersebut. Ijtima ulama IV misalnya, menjadi angin perubahan baru ditengah masyarakat dengan statement-nya yakni “Khilafah adalah Ajaran Islam” tentu ini membuat kubu rezim yang tidak suka akan sistem Khilafah menjadi “galau” dan “wajib” mengambil tindakan agar kekuasaannya tidak runtuh.
Rezim yang baru saja dilantik memiliki misi khusus yaitu memberantas radikalisme di tengah-tengah masyarakat yang katanya dirasa sudah cukup meresahkan. Menteri-menteri yang dilantik menyanyikan mars yang sama tentang pemberantasan radikalisme. Mulai dari kementerian Pendidikan, Kementerian dalam Negeri, Kementerian agama, Kementerian Pertahanan, hingga kementerian yang dipimpin oleh Mahfudz MD. Aneh memang, kenapa isu radikalisme yang menjadi agenda utama. Padahal, Presiden baru kita dilantik di tengah permasalahan negeri yang kian carut marut mulai dari LGBT yang semakin meresahkan, peredaran narkoba, korupsi yang kian merajalela dan ingin dilegalkan, kemiskinan, disintegrasi, serangan import, lapangan pekerjaan yang semakin sempit, harga-harga melonjak tak terjangkau, kriminalisasi ulama, hingga tingkah laku para buzzer yang menistakan Islam.
Radikalisme dianggap menjadi momok yang sangat menakutkan dan seolah-olah darurat untuk segera ditangani. Radikalisme hanya ditujukan kepada Islam, terutama yang menghendaki diterapkannya Islam dalam bingkai khilafah untuk memperbaiki negeri ini. Apa kabar dengan disintegrasi di Papua dan wilayah lain? Label Radikalisme tidak pernah tersemat kepada mereka. Radikalisme yang bermakna akar atau mengakar, jika itu ditujukan kepada Islam justru adalah istilah yang baik. Karena Akar Islam adalah akidah Islam, jika orang-orang kembali menguatkan akarnya, berarti menguatkan akidahnya, hanya menjadikan Islam sebagai kepemimpinan berfikirnya. Namun radikalisme kini mengalami peyorasi dan monsterisasi layaknya hantu gentayangan yang menakutkan dan akan menyantet siapapun. Atau layaknya penjahat yang akan mengancam nyawa.
Sistem khilafah adalah sistem terbaik sepanjang sejarah yang terbukti mampu menyelesaikan seluruh permasalahan manusia. Jika radikalisme dengan makna yang buruk disematkan kepada orang-orang yang ingin menegakkan khilafah, tentu ini salah alamat. Para pejuang khilafah sangat mencintai negeri ini sebagai tanah milik Allah yang mengelolaannya harus dikembalikan kepada Pemiliknya. Mereka terus bergerak melalukan perbaikan di negeri ini. Menyelamatkan generasi dari pergaulan bebas, mengingatkan penguasa untuk menjaga kesatuan negara, membongkar makar asing yang akan membahayakan negeri ini, memahamkan umat dengan konsep hidup yang berorientasi akhirat, dan menjadikan Indonesia sebagai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Adakah bahaya yang nyata yang telah dilakukan oleh kaum yang mereka anggap radikal seperti melakukan korupsi, membunuh 600 anggota kpps, melakukan aborsi atau membantai kaum muslimin di Wamena?
Jajaran prajurit dan ponggawa Penguasa yang baru saja dilantik jelas memiliki misi yakni meredam gejolak keinginan masyarakat untuk diterapkannya sistem mulia Khilafah Islamiyyah. Melakukan monsterasi ide khilafah dan mencitraburukkan para pengembannya dengan sebutan radikal dan ekstrimis. Padahal, khilafah dengan segala kebaikannya bukan hanya sekedar prinsip namun lebih kepada sistem tata kelola negara yang menyeluruh dengan aqidah Islam. Rezim ini pun sebenarnya telah disumpah di bawah kemuliaan alqur’an ketika dilantik. Seharusnya merekalah yang paling bertanggungjawab menerapkan semua isi alqur’an. Namun , seringkali ini hanya dijadikan symbol ritual lima tahunan yang tanpa makna. Dengan disumpahnya mereka dengan Alqur’an, Ternyata rezim pun meyakini Al-Qur’an itu baik dan membawa kebaikan, ini sebetulnya trigger bagi rezim agar tak hanya menilai khilafah dari satu sisi saja, melainkan harus menyeluruh termasuk sistem tata kelola negaranya.
Selain itu, menilai khilafah sebagai suatu prinsip dalam Al-Qur’an dan membebaskan negara untuk menerapkan sistem selain Islam seperti demokrasi-kapitalisme, dan sosialisme merupakan kesalahan besar bagi seorang negarawan. Mengapa demikian? Karena hal tersebut mengindikasikan bahwa negarawan itu tidak bisa utuh dalam melihat suatu visi besar yang siap menjadi solusi bagi permasalahan Indonesia. Meski kata khilafah yang secara langsung diperintahkan dalam Alqur’an, akan tetapi perintah untuk berhukum dengan hukum yang Allah turunkan telah membawa manusia untuk menelusuri seperti apa dan bagaimana caranya berhukum dengan hukum Allah. Seoalah perintah ini semacam kode yang Allah berikan supaya manusia mampu memecahkannya, atau mencari kunci gemboknya.
Nah, perjalanan hidup Rasulullah dan para sahabatlah yang menjadi penunjuk jalan bagi manusia untuk sampai pada perintah Allah tersebut. Negara Islam dan khilafah Islam adalah bentuk baku yang Rasulullah dan para sahabat wariskan kepada kita sebagai bentuk ketaatan kepada perintah Allah tersebut. Bukankah dalam Alqur’anpun tidak dijelaskan secara detail tentang perintah shalat maghrib, Isya dan lainnya?
Bagi muslim/muslimah yang objektif dan ideologis tentu mereka tidak akan bisa dialihkan oleh propaganda tidak utuh yang dikeluarkan dari lisan pejabat rezim. Disamping hal tersebut dapat menyesatkan, hal itu pula tidak kuat dalam sisi fakta. Bahkan jika sampai melabeli para pejuangnya dengan sebutan radikal, tentu ini sangat membahayakan. Ternyata sistem Khilafah yang dikatakan rezim hanya sekedar prinsip dalam Al-Qur’an itu pernah berjaya selama lebih dari 1.300 tahun di dunia. Maka jika propaganda ini terus dipaksakan kepada kaum muslimin tentu ini akan menjadi boomerang bagi rezim, solusinya adalah akui saja bahwa Khilafah itu adalah sistem negara terbaik dan rezim ikut andil dalam usaha untuk menerapkannya. That’s it!
Post a Comment