Akankah BPJS Naik, Derita Rakyat Ikut Naik ?


Oleh : Yanti M. Lubis 
(ibu rumahtangga)

Mulai 1 Januari 2020, iuran BPJS Kesehatan naik hingga lebih dari dua kali lipat. Kenaikan ini disinyalir sebagai akibat kinerja keuangan BPJS Kesehatan yang terus merugi sejak lembaga ini berdiri pada 2014. Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Oktober 2019 lalu. Dalam Pasal 34 Perpres tersebut, tarif iuran kelas Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri golongan III dengan manfaat pelayanan di ruang kelas perawatan kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per bulan tiap peserta. Kenaikannya mencapai Rp 16.500.


Sementara itu,  iuran kepesertaan BPJS Kesehatan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I naik dua kali lipat dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000 per bulan untuk tiap peserta. Wakil Presiden Ma'ruf Amin menilai, kenaikan iuran ini sebenarnya merupakan cara pemerintah untuk berkolaborasi dengan masyarakat dalam memberikan pelayanan kesehatan yang prima. Dengan kenaikan ini, masyarakat yang sehat dan memiliki kemampuan lebih, dapat membantu masyarakat yang sakit dan yang lebih membutuhkan. "Sebab kala orang iuran BPJS itu kan untuk dirinya sendiri. Yang tidak miskin itu untuk dirinya sendiri. Andai kata dirinya tidak memerlukan, sehat terus, juga untuk menolong orang lain. Artinya BPJS itu bentuk layanan sosial baik dari pemerintah maupun masyarakat," kata Ma'ruf di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (1/11/2019).

 Apa yang terjadi saat ini adalah dampak dari kegagalan pemerintah dalam meri'ayah ummat, disamping itu yang paling fatal adalah dampak dari diterapkannya sistem Sekuler-Demokrasi yang misahkan agama dari kehidupan sehingga aturan aturan-aturan dibuat sesuai dengan kehenndak manusia. Walaupun aturan itu adalah aturan yang bertentangan dengan agama. Kesehatan adalah kebutuhan dasar rakyat. Negara bertanggung jawab untuk memenuhinya secara optimal dan terjangkau oleh masyarakat.Di dalam pemerintahan Islam yang dipimpin oleh seorang Khalifah memosisikan dirinya sebagai penanggung jawab urusan rakyat, termasuk urusan kesehatan.

Khilafah tidak akan menyerahkan urusan kesehatan pada lembaga asuransi seperti BPJS. Lembaga asuransi bertujuan mencetak untung, bukan melayani rakyat. Islam meletakkan dinding tebal antara kesehatan dengan kapitalisasi, sehingga kesehatan bisa diakses oleh semua orang tanpa ada kastanisasi secara ekonomi. Dari manakah dana untuk menggratiskan layanan kesehatan di Khilafah Islam? Dalam Khilafah, kesehatan merupakan salah satu bidang di bawah divisi pelayanan masyarakat (Mashalih an-Nas). Pembiayaan rumah sakit seluruhnya ditanggung oleh negara. Dananya diambil dari baitulmal yakni: 

Pertama, dari harta zakat, sebab fakir atau miskin (orang tak mampu) berhak mendapat zakat. 

Kedua, dari harta milik negara baik fai’, ghanimah, jizyah, ‘usyur, kharaj, khumus rikaz, harta ghulul pejabat dan aparat, dsb. 

Ketiga, dari harta milik umum seperti hutan, kekayaan alam dan barang tambang. Jika semua itu belum cukup, barulah negara boleh memungut pajak (dharibah) hanya dari laki-laki muslim dewasa yang kaya. 

Demikianlah, layanan kesehatan dalam khilafah yang begitu bagus kualitasnya dan juga gratis. Layanan kesehatan seperti ini hanya ada dalam Khilafah. Solusi Islam ini akan efektif mengatasi polemik BPJS Kesehatan. Saat Khilafah tegak, sehat tak lagi mahal. Wallahu'alam bishawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post