Tidak Ada Kawan Sejati Selain kepentingan Sejati

Oleh : Susi Maryam Mulyasari, S.pd.I 
(ketua LSPI Divisi Annida periode 2009-2010)

Jarkon kepentingan merupakan hal abadi di dalam sistem politik demokrasi bukan buaian semata melainkan sebuah realitas politik yang tak bisa dipungkuri kebenarannya.  Diatas jarkon ini para elit politik melakukan manuver politik pencitraan sekaligus politik rekonsiliasi (tawar menawar) hanya sebatas untuk meraih kepentingan entitas yang diwakilinya. 

Pengumuman dan pelantikan kabinat kerja baru jilid 2 yang dikomandoi oleh pasangan presiden dan wakil presiden terpilih telah usai di gelar, tak sedikit mata terbelalak dengan banyak pertanyaan yang mungkin muncul di benak masyarakat Indonesia. 

Komposisi kabinet Indonesia maju yang berasal dari kalangan profesional dan partai politik koalisi menjadi hal yang patut untuk dianalisa eksistensinya.  Keberadaan nama baru yang agak sedikit kontroversi karena antara jabatan yang dipangkunya dengan latarbelakang pendidikan dan kepakarannya nyaris tidak bersinggungan secara linear. 

Misalnya muncul sosok nama yang secara usia masih relatif sangat muda yang menjabat sebagai menteri yang sangat strategis yaitu kementrian pendidikan dan kebudayaan yaitu Nadiem Makarim.  Melalui tangan Nadiem inilah diharapkan permasalahan pendidikan Indonesia bisa terselesaikan walaupun kita sangat sulit menemukan portopolio yang sempat dihasilkan oleh Nadiem di dunia pendidikan.  Kita tahu bahwa sosok Nadiem adalah bos Gojek Online yang tiga tahun terakhir mampu memberikan dobrakan di dunia transfortasi umum, keberadaan Gojek  online ini di sinyalir oleh beberapa pihak mampu menjadi alternatif positif karena mampu mengurangi kemacetan dan efisiensi waktu perjalan. 

*Namun demikian sudah kah cukup sukses di bisnis ojek online akan sukses juga didalam merancang sistem pendidikan bagi rakyat Indonesia?*

Selain Nadiem yang menjadi perhatian banyak kalangan adalah terpilihnya Prabowo Subianto yang merupakan kontestan no 02 di bursa pemilihan presiden tahun ini menjadi menteri pertahanan menimbulkan kontroversi , publik menganggap bahwa terpilihnya Prabowo Subianto menjadi menteri pertahanan di kabinet Indonesia maju ini menunjukan bahwa tak ada kawan sejati melainkan kepentingan sejati.  

Tak sedikit pihak yang merasa terkhianati, bahkan banyak pihak yang terlibat di ijtima ulama menganggap bahwa inilah tipu daya demokrasi yang menyebabkan disorientasi perjuangan untuk meraih keadilan di negeri yang mayoritas Islam namun sekuler ini. 

Prabowo sosok yang layak untuk dipilih mengganti rezim sebelumnya yang disinyalir pro terhadap asing dan aseng.  Bahkan pihak Prabowo menganggap kekalahan nya di pilpres 2019 lalu disebabkan karena terjadinya kecurangan yang sistematik yang harus di selesaikan oleh MK (mahkamah konstitusi), yang pada akhirnya MK memutuskan pasangan nomor 01 sah sebagai pemenang pilpres 2019. 

Pengumuman oleh MK ini untuk beberapa waktu menimbulkan polemik bahkan harus diselesaikan dengan rekonsiliasi antara pihak Jokowi dan Prabowo.

*Apa makna dari rekonsiliasi itu?*

Banyak spekulasi yang bermunculan bahwa rekonsiliasi itu merupakan sikap bijak dan sikap kenegaraan yang dimiliki oleh elit politik yang berkompetisi dalam rangka menyamakan visi dan misi meamajukan bangsa Indonesia diatas kepentingan pribadi dan golongan. 

Namun setelah pengumuman kabinet Indonesia maju beberapa waktu lalu, publik semakin paham bahwa makna rekonsiliasi itu tiada lain adalah bentuk tawar menawar jabatan diantara konstentan yang berkompetisi. 
Artinya bahwa tanpa melalui mekanisme pemilu masa depan bangsa Indonesia ini sudah mampu di tebak kemana ujung dari masa depan ini. 

Lantas ketika Prabowo masuk menjadi bagian rezim ini siapa yang menjadi tumpuan umat berikutnya?. 

Secara analisa politik sangatlah wajar keterlibatan Prabowo di kabinet Indonesia maju yang dikomandoi oleh jokowo, karena sudah dua kali ikut di bursa pemilihan presiden tidak juga memenangkan pemilihan umum, maka jalan pragmatisnya adalah bergabung dengan rezim.

*Pertanyaan besarnya lantas kalau model sistem pemerintahan kaya gini, bagaimana nasib bangsa Indonesia?*

Siapa yang akan menyelamatkan bumi Pertiwi ini dari cengkraman neoliberalisme dan kapitalisme yang sekarang sudah sangat jelas menggerogoti kedaulatan bangsa Indonesia melalui hubungan bilateral ekonomi dan politik serta yang lainnya. 

Tentu kita tidak akan pernah lagi berharap pada elit politik yang sejak awal berkomitmen untuk memperkuat cengkraman asing di negeri ini. Yang bermunculan sebagai para komprador-komprodor para kapitalis yang hidup untuk meraih kekuasaan semata. 

Sudah saatnya kita beralih ke sistem politik Islam yang bersumber dari dzat yang menciptakan alam semesta, manusia dan kehidupan yaitu Allah SWT. 

Jaminan kesejahteraan akan terwujud karena para elit politik yang berkiprah di dunia politik Islam adalah orang-orang yang takut kepada Allah SWT dan mencitai Rasulnya.

Namun demikian sistem politik Islam tidak akan pernah terwujud apabila tidak ada institusi yang  penerapannya. Oleh karena itu sudah saatnya umat untuk dibina dan diarahkan keperjuangan melanjutkan kehidupan Islam di bawah bingkai Khilafah diatas manhaj kenabian.

Wallahu alam bishowab

Post a Comment

Previous Post Next Post