Smart City Direspon Positif Bermuatan Negatif

Oleh : Rahmi Surainah, M.Pd 
Alumni Pascasarjana Unlam 

Smart City atau dikenal kota cerdas jadi idaman setiap wilayah. Setiap pemimpin wilayah berusaha dan berlomba agar wilayahnya mencapai target smart city. Memang smart city setelah digagas direspon positif tanpa adanya muatan keberatan atau pandangan negatif oleh berbagai pihak bahkan dianggap sebagai kebutuhan tidak lagi prestise semata. 

Seperti yang diungkapkan ketua Menteri Sabah Malaysia saat berkunjung ke Balikpapan, Kaltim di Blue Sky Hotel Balikpapan Senin (30/9/19). Dalam agenda kunjungan tersebut Gubernur Kaltim, Isran Noor sempat membahas Balikpapan sebagai Smart City.

Menanggapi hal tersebut Walikota Balikpapan Rizal Effendi kepada awak media mengatakan bahwa konsep Smart City ini sudah menjadi kebutuhan internasional dan menjadi kebutuhan dunia.

Smart city, kota yang cerdas memanfaatkan potensi-potensinya, termasuk teknologi dan smart dalam pengelolaan lingkungan. Rizal menyatakan dapat belajar banyak dari Negeri Jiran, terkait kerjasama dengan Balikpapan sejak dulu sudah ada. Khususnya UMKM, seperti amplang dan batik. (https://kaltim.tribunnews.com/2019/09/30/isran-noor-singgung-smart-city-balikpapan-di-hadapan-ketua-menteri-sabah-begini-respon-walikota)

Positif Negatif Smart City 

Pada dasarnya, setiap masyarakat pasti menginginkan lingkungan tempat tinggal yang layak dan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai seperti perumahan, dukungan air dan udara yang bersih, ruang publik yang hijau, aman dari bencana, adanya sarana pendidikan, kesehatan, transportasi publik serta pelayanan administrasi pemerintahan yang didukung oleh sarana informasi yang lengkap, dan lain sebagainya. 

Hanya saja untuk memenuhi sarana dan prasarana tersebut sangat tergantung dari cara pandang tertentu tentang tata kelola kehidupan masyarakat. Seperti yang diketahui saat ini, masyarakat memandang kehidupannya dengan sudut pandang Kapitalisme. Kebahagiaan hidup hanya diukur dengan kepuasan materi atau asas manfaat.

Selain itu, Kapitalisme juga meyakini konsep mekanisme pasar yakni memposisikan pemerintah sebagai regulator semata dalam pengambilan kebijakan, sementara di sisi lain swasta atau asing yang berperan untuk membangun kehidupan tersebut. 

Progam smart city memerlukan modal yang artinya pemerintah membuka kran investasi, khususnya swasta bukan lagi modal dari negara. Hal ini sama saja membuka potensi liberalisasi dalam pengaturan tata kelola kota dan bidang lainnya. Ketika pemerintah berperan sebagai regulator semata dan swasta sebagai penyedia sarana prasarana publik, maka yang terjadi adalah pemenuhan kebutuhan publik dan kualitasnya berada dalam kendali swasta. Segalanya akan diukur oleh swasta dengan kacamata bisnis bukan kemaslahatan layanan terbaik bagi masyarakat.

Perusahaan swasta akan memperlakukan masyarakat seperti layaknya konsumen yang dilayani dengan memperbaiki pelayanan untuk mendapatkan keuntungan. Jika demikian tentu segala fasilitas lengkap smart city hanya ditujukan untuk orang berduit.

Dibalik mengejar target sebagai kota smart city ada pemenuhan sarana kebutuhan primer masyarakat yang terabaikan. Skala prioritas pembangunan terabaikan, seperti jalanan rusak, sekolah tak layak, jembatan genting, kebutuhan pokok terjangkau demi mengejar predikat smart city. 

Namun dalam menjalankan progam smart city yang tentunya perlu modal, pemerintah tidak bisa lepas dari Barat dalam hal standar, nilai, modal, dan hasil bahkan progam yang selalu melibatkan para kapitalis. Revolusi Industri 4.0 melatarbelakangi kota menjadi Smart City, artinya Indonesia masuk dalam agenda dunia dan berarti smart city merupakan progam pesanan global.

Teknologi yang canggih tersebut tentu tak mudah mewujudkannya. Diantara kendalanya adalah mahal dan langkanya perangkat yang mendukung smart city. Tidak semua daerah siap dengan infrastruktur yang memadai untuk pemanfaatan IoT. Tantangan berikutnya adalah mempersiapkan masyarakat menuju digitalisasi. 

Pembiayaan yang mahal sering menyebabkan gagalnya keberlangsungan smart city. Pengadaan Command Center hanya pada saat peresmian, namun selanjutnya tak ada perubahan berarti pada pelayanan publik dan masyarakat. Untuk itu, pemerintah daerah menggandeng investor dalam membiayai keberadaan smart city. Aplikasi pendukung smart city pun tak luput dari iklan para investor, sebagai kompensasi dana yang telah digulirkan para pengusaha tersebut.

Setiap manusia menginginkan kemudahan dalam segala kegiatan dan urusannya. Selain mudah, manusia pun mendambakan efektif dan efisien di dalam setiap aktivitasnya. Keberadaan smart city digadang-gadang akan memberikan akses mudah dan pelayanan yang efektif dan efisien dari pemerintah daerah kepada rakyat. 

Dengan mengandalkan sistem aplikasi dan meminimalkan campur tangan manusia akan terbentuk suatu corak masyarakat yang baru. Kecanggihan teknologi dalam nuansa sistem kapitalisme akan melahirkan masyarakat individualis. Masyarakat yang merasa sibuk dengan urusannya sendiri, tanpa sempat memikirkan orang lain yang mungkin pada saat yang sama membutuhkan bantuan kita. 

Bermainnya investor menjadikan rakyat sebagai sasaran empuk untuk menarik keuntungan yang diharapkan para pengusaha. Mental para petugas yang berhadapan langsung dengan rakyat pun masih dalam bingkai kapitalisme, tidak merasa sebagai pelayan rakyat. Tak jarang suatu urusan yang mudah menjadi sulit. Meskipun sudah berbasis komputer ataupun aplikasi, tetap saja warga bolak balik mengurus hal yang bersifat administratif. 

Sistem Islam dalam Tata Kelola, Melebihi Smart City

Tujuan adanya smart city ini adalah membangun kota dengan pelayanan publik yang mudah, efektif, dan efisien. Jauh sebelum dicanangkannya smart city, dulu ada sebuah peradaban yang telah menjalankan prinsip ini. Landasan keimanan yang memupuk mental para pelayan rakyat ini membuat mereka selalu memberikan pelayanan prima untuk masyarakat. Itulah peradaban Islam yang menjadi corak sebuah sistem pemerintahan Khilafah yang telah berlangsung selama 14 abad. Tak ada peradaban yang lebih mulia dari ini. 

Konsep tata kelola kekhilafahan bertentangan dengan kapitalis liberal. Dalam Islam, pemerintah tidak hanya berperan sebagai regulator melainkan juga bertanggung jawab penuh mengurusi rakyatnya. Artinya, dalam hal tata kelola perkotaan Khalifah memiliki kewenangan dan tanggung jawab penuh, tidak akan diserahkan kepada swasta atau korporasi pengambang dengan alasan apa pun.

Rasulullah saw bersabda: "Seorang imam (khalifah) adalah junnah (tameng atau perisai), dibelakangnya umat berperang dan kepada dirinya umat berlindung." (HR. Muslim)
"Imam adalah penjaga dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya." (HR. Bukhari)

Khalifah berkewajiban memastikan warganya hidup layak, nyaman, berkualitas, aman dari bencana dan terakses dalam layanan publik bagi semua, baik kaya maupun miskin. Selain itu, konsep pembangunan kota memastikan terjaganya ketakwaan penduduknya, semangat dalam dakwah dan jihad. 

Pembangunan kota dalam kekhilafahan Islam memiliki tujuan-tujuan mulia; seperti  Makkah dan Madinah yang berfungsi untuk menjaga keimanan dan persatuan serta menyebarkan kebenaran. Pada dinasti Abasiyah, ada Baghdad sebagai kota yang berfungsi untuk menyebarkan pengetahuan. Dari Baghdad, banyak terlahir ilmuwan Islam yang meletakkan pondasi ilmu pengetahuan dunia. 

Selain Baghdad, di Cordova atau Kairo, ada Universitas tertua Al-Azhar sebagai tempat masyarakat seluruh dunia menimba ilmu. Zaman Dinasti Umayyah, ada Damaskus yang menjadi pelopor rumah sakit dunia serta memiliki sistem tata kota paling teratur di dunia. Ada juga Konstantinopel yang sekarang bernama Istanbul, yang dianggap sebagai kota paling indah dan warganya merasa aman karena kotanya memiliki benteng yang tak bisa ditembus pada masanya.

Jika kita mau bercermin dari fungsi kota-kota pada zaman kekhilafahan, penerapan smart city memerlukan sebuah perangkat sistem hidup yang baru, yaitu sistem Islam. Agar setiap individu pemimpin dan penduduk kota bisa mewujudkan
kesalihannya dalam kehidupan individu dan sosial. Dengan terwujudnya kesalihan maka akan sempurna peradaban sebuah kota. Sistem Islam akan membawa kota tidak hanya smart city namun masyarakat beradab di masa keemasan.
Wallahu'alam...

Post a Comment

Previous Post Next Post