Oleh : Fitri Suryani, S. Pd
(Guru Asal Kabupaten Konawe,
Sulawesi Tenggara)
Guru yang sejatinya merupakan pendidik yang tidak hanya mengemban tugas untuk mencerdaskan anak bangsa, tetapi juga mengajarkan tentang bagaimana siswa agar memiliki budi pekerti yang luhur. Namun, tak jarang ada saja guru yang memperoleh perlakuan buruk dari anak didiknya.
Sebagaimana, pelajar SMK di Manado berinisial F menikam gurunya hingga tewas. Pelaku mengaku kesal karena ditegur guru saat merokok di lingkungan sekolah.
Penikaman ini berawal saat pelaku terlambat masuk sekolah. Guru bernama Alexander Pangkey memberikan sanksi kepada pelaku. Kapolresta Manado Kombes Benny Bawensel pun mengatakan pelaku diminta mengangkat tanah dalam plastik. Setelah itu pelaku istirahat dan merokok di sekolah. Guru agama ini datang menegur karena merokok dan pelaku tersinggung.
Dari situ, pelaku pulang ke rumah yang tak jauh dari sekolah lalu mengambil pisau. Saat korban keluar sekolah menggunakan motor, pelaku menikamkan pisau ke tubuh gurunya (Detik.com, 22/10/2019).
Kasus tersebut tentu bukan yang pertama kalinya terjadi. Sebelumnya pun seorang siswa SMA Negeri 1 Torjun, Sampang, Jawa Timur bernisial HI menganiaya guru kesenian bernama Budi Cahyono hingga meninggal dunia (Cnnindonesia.com, 02/02/2018).
Fakta di mana guru meregang nyawa di tangan siswa, semakin menambah daftar panjang betapa para pendidik anak bangsa tak sedikit diperlakukan tidak semestinya oleh anak didik mereka sendiri. Mulai dari kata-kata buruk yang diperoleh guru dari siswanya, hingga siswa yang menghabisi nyawa gurunya sendiri. Miris!
Pertanyaannya, apakah mereka tidak memperolah pendidikan moral di sekolah? Tentu saja tidak. Karena sesungguhnya pendidikan moral, tak terkecuali agama tak hanya cukup diperoleh di lingkungan sekolah, tetapi butuh kerja sama antara lingkungan keluarga dan masyarakat.
Selain itu, sebagai guru yang mendidik murid-muridnya tentu tidak hanya berorientasi agar murid dapat menjadi pintar dari segi sains dan teknologi, tetapi tak kalah penting pendidikan agama dan moral yang harus ditanamkan pada benak anak didik.
Di samping itu, tak terbayang apa jadinya jika anak didik saat ini minim moralitas. Tidak menutup kemungkinan generasi mendatang akan semakin hancur. Padahal generasi muda saat ini merupakan pelanjut perjuangan cita-cita bangsa yang akan datang. Banyak harapan ditumpukan pada mereka.
Tak bisa dipungkiri pula, remaja saat ini tak sedikit telah mengalami pergesaran dalam bersikap kepada orang yang lebih tua, seperti orang tua dan guru. Hal ini pun disebabkan oleh bayak faktor. Faktor tersebut di antaranya: Pertama, minimnya pendidikan agama dan akhlak yang diperoleh dari lingkungan keluarga. Karena tak jarang orang tua sekedar mencukupkan pendidikan yang diperoleh anaknya hanya dari bangku sekolah.
Kedua, lingkungan masyarakat. Ini tak kalah penting sebab anak terpengaruh oleh lingkungan di mana mereka berada. Jika lingkungan sekitar mereka berada jauh dari nilai-nilai akhlak yang mulia, maka kemungkinan besar mereka akan mudah terwarnai dengan hal-hal negatif.
Ketiga, lingkungan sekolah. Hal itu juga bisa berpengaruh, karena jika guru mengajar dan hanya mencukupkan diri untuk membuat murid-murudnya cerdas secara akademis, tetapi minim nilai akhlak yang mulia. Maka anak didik akan kering dari nilai moral.
Karenanya, penting adanya kerja sama antara lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat dalam mewujudkan anak didik yang tidak hanya cerdas secara akademis, namun juga berbudi pekerti yang luhur.
Sementara itu, jika membaca bagaimana gambaran para Sahabat Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, muridnya Rasulullah, tidak pernah didapati mereka beradab buruk kepada gurunya. Mereka tidak pernah memotog ucapannya atau mengeraskan suara di hadapannya, bahkan Umar bin Khattab yang terkenal keras wataknya tak pernah menarik suaranya di depan Rasulullah, bahkan di beberapa riwayat, Rasulullah sampai kesulitan mendengar suara Umar jika berbicara.
Begitu pun ketika berada di depan guru, tentu seorang murid mesti memperhatikan adab-adabnya. Sebagaimana Syaikh Bakr Abu Zaid Rahimahullah di dalam kitabnya Hilyah Tolibil Ilm mengatakan, “Pakailah adab yang terbaik pada saat kau duduk bersama syaikhmu, pakailah cara yang baik dalam bertanya dan mendengarkannya.”
Sesungguhnya, ketika seorang anak didik menghormati gurunya dengan menjaga akhlaknya, insya Allah, seorang murid akan mendapat keberkahan ilmu yang diberikan oleh gurunya tersebut. Sebagaimana Imam Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy, “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”
Dengan demikian, tentu penting sekali adanya sinergi antara pendidikan yang diperoleh anak di lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah. Karena tanpa adanya ketiga peran tersebut akan sulit mewujudkan generasi yang memiliki budi pekerti yang luhur. Wallahu a’lam bi ash-shawwab.
Post a Comment