Rezim Represif Semakin Panas

By : Ashri

Kedua kalinya aksi bela tauhid kembali terjadi di daerah Banten. Dipicu oleh tindakan Ketua PC GP Ansor Kabupaten Lebak, Provinsi Banten Deden Farhan, merampas bendera bertuliskan kalimat Tauhid dari seorang santri yang sedang membawa bendera berlafazkan Allah Swt dan Rasulullah Saw di saat perayaan Hari Santri Nasional di Alun-alun Rangkasbitung, Senin (21/10/2019). Kembali penodaan terhadap Islam terulang menimbulkan rasa sesak dan sedih mengapa tidak karena yang merampasnya adalah Muslim namun masih belum paham dan menuduh bendera Tauhid yang dibawa oleh seorang santri tersebut milik sebuah ormas tertentu. Meski akhirnya ketua PC GP Ansor itu megakui kekhilafannya dan menyatakan permohonan maaf pada masyarakat. Kegagalan paham yang sudah tersistemik oleh paham radikalisme sengaja diciptakan rezim saat ini.

Islam radikal – upaya yang terus-menerus di besar-besarkan oleh kalangan kafir kepada pihak-pihak yang berseberangan dengan ideologi Barat (Kapitalisme, Sekularisme, dan Demokrasi). Bahkan pengemban dakwah yang sedang berjuang menerapkan syariah Islam tidak luput dicap “teroris”, yaitu tindakan seseorang dengan kekerasan untuk mencapai tujuan tertentu. Hal ini bertolak belakang dengan Islam, bahwa Islam tidak pernah mentolerir kekerasan dalam berdakwah. Sementara Jihad bukanlah kekerasan seperti yang dituding oleh kaum kafir melainkan perintah untuk membela agama dan memerangi musuh-musuh Allah Swt. 

Pemerintah berupaya untuk membuat kebijakan dalam melindungi negara NKRI dari paparan radikalisme, berlaku untuk semua lapisan usia – masyarakat, PNS, mahasiswa, pelajar, bahkan anak usia dini. Misalnya pengajian akbar yang mengundang para santri baru digelar di kampus Islam Negeri / IAIN Salatiga dengan ‘ngaji moderasi’. Seorang penceramah pada acara tersebut mengatakan keprihatinannya atas fenomena ekstrimis  yang melukai seorang pejabat. Lalu ceramahnya pun menghimbau para santri sebagai agen perdamaian dalam mempertahankan NKRI. Mencintai bangsa dan negara karena menurutnya bagian dari iman. Selain itu melakukan Aksi bela Tauhid, tahlilan. Aksi bela Nabi, solawatan. Aksi bela ulama, manakiban. Aksi bela negara, istiqosahan. Aksi bela Qur’an, seaman. Aksi bela ilmu, sorogan. Acara ini disambut baik oleh Wakil Rektornya. Hal ini mempersempit arti dalam  membela Islam, sebab bukan hanya aksi damai semata, namun aksi ‘heroik’ pun harus di pahami dengan siyasiyah Islamiyah. Selain itu, pemerintah menggelar rapat pembahasan penanganan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terpapar radikal dan mendorong Satuan Tugas Penanganan Tindakan Radikalisme ASN segera bekerja. 

Pemerintah pun tidak segan-segan memberikan sanksi disiplin berupa pencopotan jabatan atau non job terhadap ASN yang meng-unggah konten pro-Khilafah di medsos, seperti penonjoban terhadap seorang ASN di Balikpapan yang mengunggah kalimat “Era Kebangkitan Khilafah Telah Tiba”. Begitulah terhadap yang pro Khilafah langsung di bungkam. Begitupun terhadap yang vocal memasalahkan ideologi Pancasila, menyebarkan ideologi lain selain Pancasila akibatnya akan dikeluarkan dari pekerjaannya.

Sejak diterapkan demokrasi hingga hari ini belum mampu memberi solusi bagi pembangunan bangsa dan negara. Sebab demokrasi bukanlah berasal dari Islam melainkan sistem yang datang dari barat/ Yunani. Dalam sistem demokrasi, kedaulatan (hukum yang akan digunakan oleh manusia) berada di tangan rakyat. Padahal dalam Islam, kedaulatan untuk membuat hukum hanya ada di tangan Allah Swt. Demokrasi yang di anut bangsa ini memperlihatkan betapa penguasa terlihat lemah dalam menentukan regulasi birokrasi. Sangat cepat merespon kepentingan kapitalissi, membela mati-matian setiap pesanan asing. Semua sektor: Hukum, ekonomi, pendidikan, hankam, agama, politik, sosial, kesehatan, dan strategis lainnya tidak ada yang tidak luput dari campur tangan asing akhirnya negeri ini ibarat kerbau yang di cucuk hidungnya, sikap pemerintah lebih pro pada kepentingan Kapitalis. Nasehat para Ulama soleh tidak lagi didengar bahkan berbalik menuduh sebagai pemecah belah persatuan, perusak NKRI, akhirnya berakhir dijeruji besi. Bahkan Sikap penguasa berani mengganti  ayat-ayat Al-Qur’an, tidak percaya akan hari akhir. Aparat keamanan menjadi alat penguasa dan pengusaha. Pantaslah bila kepemimpinan negeri ini semakin tidak terkendali, karena jauh dari keberkahan dan ridho Allah Swt. 

Kedamaian dan kesejahteraan bangsa akan tercapai dengan diterapkan seluruh syariat Islam dalam sistem Khilafah ala minhaji nubuwwah. Dengan kekhasan – keunikan nya yang tidak bisa disamakan dengan demokrasi, teokrasi dan sebagainya. Khilafah berlandaskan pada empat pilar. 

Pertama, perubahan prinsip kedaulatan di tangan rakyat menjadi kedaulatan di tangan syara (as-siyadatu li asy-syar’iy). Artinya, yang berhak menetapkan hukum benar-salah, halal-haram, terpuji-tercela dan dosa-pahala adalah hukum syara. 

Kedua, perubahan kekuasaan di tangan pemilik modal menjadi kekuasaan di tangan umat (as-sulthanu lil ummah). Pemimpin hanya yang dipilih oleh umat untuk menetapkan syariat. Tidak boleh ditentukan putra mahkota. 

Ketiga, adopsi hukum berada di tangan khalifah. Dalam perkara-perkara individual hukum diserahkan kepada ijtihad para mujtahid. Perbedaan pendapat dijamin. Sedangkan dalam masalah sistem (sosial-ekonomi-politik) khalifah mengambil salah satu pendapat terkuat di antara pendapat para mujtahid yang telah digali dari sumber-sumber hukum Islam. Hukum Islam yang diadopsi khalifah inilah yang berlaku di tengah masyarakat. keempat, menyatukan kaum Muslimin dengan mengangkat satu orang khalifah untuk seluruh dunia. 

Kegagalan kapitalisme saat ini hanya dapat diperbaiki dengan tegaknya khilafah. Diawali dari ketaatan dan kesadaran kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, takut akan siksa dan azab-Nya, semoga negeri kaum Muslim menjadi rahmatan lil ‘al-amin.

Post a Comment

Previous Post Next Post