Sepekan yang lalu baru saja diperingati " Hari Pangan Sedunia" atau "World Food Day" tepatnya tanggal 16 Oktober 2019 dengan bertemakan "Tindakan kita adalah masa depan kita. Pola Pangan Sehat untuk #Zerohunger 2030". Menyoroti perlunya upaya yang lebih keras untuk mengakhiri kelaparan dan bentuk-bentuk kekurangan gizi lainnya. Semua pihak diminta ikut memastikan keamanan pangan dan pola pangan sehat tersedia untuk semua orang, dengan seruan tindakan lintas sektor utnuk membuat pola pangan yang sehat dan berkelanjutan dapat di akses dan terjangkau bagi semua orang.
Pola pangan yang ada saat ini secara drastis banyak berubah, karena akibat faktor dari globalisasi, urbanisasi, dan bertambahnya pendaptan, persolaan hilir dari buhul besar maslah ketahanan pangan adalah kemiskinan dan kurang gizi. Beralihnya pangan musiman, waktu untuk mempersiapkan makanan, pola makan yang tidak sehat dengan gaya hidup yang kurang aktif juga merupakan faktor dalam masalah pangan. Kombinasi dari pola pangan yang tidak sehat serta gaya hidup yang kurang aktif telah menjadi faktor risiko pembunuh nomor satu di dunia. Kebiasaan ini telah membuat angka obesitas melonjak. Di negeri kita saat ini lebih dari 670 juta orang dewasa dan 120 juta anak perempuan dan laki-laki (5-19 tahun) mengalami obesitas, dan lebih dari 40 juta anak balita kelebihan berat badan, sementara lebih dari 800 juta orang menderita kelaparan. Belum lagi 30,8 persen anak tergolong stunting (kekerdilan), 10,2 persen anak-anak di bawah usia 5 tahun kurus dan 8 persen mengalami obesitas.
Masalah tersebut terjadi tidak hanya di negara-negara maju saja tetapi juga terjadi di negara-negara yang berpendapatan rendah, di mana kekurangan dan kelebihan gizi sering terjadi bersamaan. Imbasnya terjadi ke pelosok-pelosok pedesaan khususnya pada masyarakat yang tidak mampu utnuk memenuhi kebutuhan pangan secara berkualitas dan kontinyu. Ini terjadi akibat penerapan sistem ekonomi neoliberal kapitalisme. Selain itu juga lepas tangannya pemerintah dalam mengurusi rakyatnya dengan cara mendirikan keluarga-keluarga petani dan petani-perani rakyat, namun di sisi lain korporatisasi pangan tidak dihentikan.
Masalah tersebut terjadi tidak hanya di negara-negara maju saja tetapi juga terjadi di negara-negara yang berpendapatan rendah, di mana kekurangan dan kelebihan gizi sering terjadi bersamaan. Imbasnya terjadi ke pelosok-pelosok pedesaan khususnya pada masyarakat yang tidak mampu utnuk memenuhi kebutuhan pangan secara berkualitas dan kontinyu. Ini terjadi akibat penerapan sistem ekonomi neoliberal kapitalisme. Selain itu juga lepas tangannya pemerintah dalam mengurusi rakyatnya dengan cara mendirikan keluarga-keluarga petani dan petani-perani rakyat, namun di sisi lain korporatisasi pangan tidak dihentikan.
Pada Desember 2014 silam, penguasa pernah berjanji akan mengupayakan swasembada pangan dalam 3 tahun masa pemerintahannya, namun belum sepenuhnya tercapai karena kenyataannya tidak semudah apa yang dijanjikan. Berdasarkan data Ombushman RI dalam kurun waktu 4 tahun (2015-2018) impor beras sebesar 4,7 juta ton, sedangkan dalam kurun waktu 210-2014 mencapai 6,5 juga ton. Jumlah total impor akan meningkat jika pemerintah melakukan kembali pada tahun 2019. Namun dengan jumlah stok yang relatif memadai (2,1 juta ton di akhir 2018) diperkirakan pemerintah tidak perlu memerlukan impor di tahun 2019, kecuali terjadi krisis besar. Ketahanan pangan bagi seluruh rakyat akan terwujud hanyalah jika pemerintah hadir secara utuh sebagai pelayan dan pelindung rakyat disertai penghentian implementasi sistem ekonomi neoliberal kapitalisme yang menyebabkan terjadinya korporatisasi pangan, mengingat bahwa Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar di Asia Tenggara butuh ketahanan pangan yang memadai.
Pola pangan sehat adalah pola pangan yang memenuhi kebutuhan individu dengan menyediakan makanan yang cukup, aman, bergizi, dan beragam utnuk menjalani kehidupan yang aktif dan mengurangi risiko penyakit. Makanan begizi yang merupakan pola pangan sehat hampir tidak tersedia atau terjangkau bagi banyak orang, hampir satu dari tiga ornag mengalami kekurangan atau kelebihan gizi. Solusi yang terjangkau untuk mengurangi semua bentuk kekurangan dan kelebihan gizi tersebut membutuhkan komitmen dan tindakan global yang lebih besar.
Ketahanan pangan dalam sistem Islam tidak terlepas dari sistem politik Islam. Politik ekonomi Islam yaitu jaminan pemenuhan semua kebutuhan primer ( kebutuhan pokok bagi individu dan kebutuhan dasar bagi masyarakat) setiap orang individu per individu secara menyeluruh. Terpenuhinya kebutuhan pokok akan pangan bagi tiap individu ini akan menentukan ketahanan pangan Daulah ( Nagara). Ketahanan pangan dalam Islam yaitu mencakup :
1. Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok pangan
2. Ketersediaan pangan dan keterjangkauan pangan oleh individu masyarakat
3. Kemandirian pangan negara
Negara memiliki tugas untuk melakukan kepengurusan terhadap seluruh urusan rakyat, untuk semua warga dan warga daulah. Islam mewajibkan negara menjamin pemenuhan kebutuhan pokok pangan (selain kebutuhan pokok sandang dan papan serta kebutuhan dasar pendidikan, kesehatan, dan keamanan) seluruh rakyat individu per individu. Rasulullah Saw bersabda : "Segala sesuatu selain naungan rumah, roti tawar, dan pakaian yang menutupi auratnya, dan air, lebih dari itu maka tidak ada hak bagi anak Adam di dalamnya" ( HR Imam Ahmad).
Wallahu a'lam bi as-shawab
Post a Comment