Menyongsong Perubahan Hakiki

Oleh : Hana Annisa Afriliani,S.S
(Penulis Buku dan Aktivis Dakwah)

Beberapa waktu lalu, kita disuguhkan dengan aksi mahasiswa di berbagai wilayah yang begitu massif. Bahkan disusul dengan aksi solidaritas dari para pelajar STM yang ikut turun ke jalan. Mereka menuntut agar presiden mengeluarkan Perppu untuk membatalkan revisi UU KPK yang telah diketok palu oleh DPR. Para mahasiswa menilai bahwa revisi UU KPK hanyalah upaya untuk melemahkan KPK, sehingga para pejabat koruptor dapat menyelamatkan kursinya. Maka wajib ditolak. Lebih-lebih pengesahannya yang terkesan terburu-buru, yakni hanya 13 hari sejak diwacanakan. Apalagi pembahasan RUU KPK tidak masuk ke dalam Prolegnas. Lalu timbul pertanyaan, ada apa?

Tak hanya itu mereka juga menggugat RUU KUHP yang isinya dinilai banyak bermasalah, di antaranya soal pasal penghinaan presiden, pasal makar, pasal perzinahan, sampai pasal gelandangan. Semuanya bermasalah. Berpeluang disalahgunakan, alias bersifat 'karet', dapat ditarik sesuai kepentingan penguasa. Ini jelas berbahaya jika sampai disahkan.

Maka, adanya gelombang aksi tersebut layak mendapat apresiasi positif. Karena sejatinya aksi tersebut merupakan wujud kritik terhadap kebijakan penguasa. Mengingat baru kali ini mahasiswa yang notabenenya sebagai 'agen of change', baru kembali bangun dari tidur lelapnya. Mahasiswa mulai berani tampil, menunjukkan jati dirinya sebagai kaum intelektual yang peduli terhadap negeri dan merindu perubahan.

//Arah Perubahan//

Namun demikian, mahasiswa tidak boleh terjebak dengan perubahan yang parsial. Yakni perubahan yang hanya di permukaannya saja, namun tidak mencabut akar masalahnya. Karena hal tersebut jelas tidak akan menghasilkan apa-apa kecuali euforia semata.

Maka mahasiswa harus jeli melihat akar masalah di balik hadirnya semua RUU bermasalah tadi. Bahwa sesungguhnya produk hukum yang lahir di negeri ini berasal dari rahim sekularisme liberal. Pemisahan agama dari kehidupan yang telah lama bercokol menjadi asas di negeri ini, telah menghasilkan berbagai aturan yang  jauh dari rasa keadilan. Betapa tidak, aturan dibuat oleh manusia yang notabenenya lemah dan terbatas. Setiap kepala bisa berbeda dan tidak dinafikan seringkali aturan dibuat hanya untuk mengakomodasi kepentingan partainya atau lebih jauh lagi pesanan asing. Maka, jelas jika banyak yang terciderai rasa keadilannya atas produk hukum di negeri ini.

“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih daripada (hukum) Allah bagi oang-orang yang yakin?.” (QS. Al Maidah: 50).

Inilah akar masalah sesungguhnya, yakni diterapkannya sistem sekular liberal. Sehingga tidak menjadikan Tuhan sebagai rujukan dalam membuat aturan. Agama seolah haram mengatur urusan bermasyarakat dan bernegara. Agama cukup dipakai diranah privat individu saja. Ini jelas kesalahan berpikir yang fatal. Padahal sejatinya, aturan yang berasal dari Sang Pencipta adalah aturan terbaik yang jika diterapkan secara totalitas dalam kehidupan tentu akan mewujudkan kemaslahatan bagi seluruh manusia, baik muslim maupun non muslim.

Ketika sistem Islam diterapkan, semestinya tak perlu ada KPK, sebab sistem Islam telah memiliki seperangkat aturan yang akan menjadi mencegah para pejabat atau siapapun melakukan praktik korupsi.  Sistem Islam akan menciptakan suasana ketakwaan yang kental, sehingga setiap orang akan memiliki benteng yang akan mencegahnya dari mengambil hak milik orang lain. Ketika menjabat sebagai penguasa pun, ia akan melakukannya semata-mata dengan spirit keimanan, bukan ajang memperkaya diri. Sebab sejatinya setiap jabatan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Maka jelaslah, dalam sistem Islam celah korupsi akan ditutup rapat-rapat. Ketika pun terjadi kasus korupsi, maka Islam memiliki aturan tegas bagi pelakunya. Tidak ada ampun, karena pelaku korupsi telah merugikan negara dan merupakan perbuatan maksiat di hadapan Allah.
Berbeda dengan hari ini. Ketika jabatan dapat diperjualbelikan. Politik transaksional menjadi lumrah adanya. Bahkan anggota dewan dituding bukan lagi sebagai Dewan Perwakilan Rakyat melainkan Dewan Pengkhianat Rakyat. Itu pulalah yang menjadi latar belakang munculnya tagar Mosi Tidak Percaya pada DPR beberapan waktu lalu.

//Perubahan Hakiki//

Maka, perubahan hakiki hanya dapat terwujud manakala kita mengubah sistem yang ada menjadi sistem Islam saja. Bukan sistem kapitalisme liberal yang menafikkan peran agama untuk mengatur urusan manusia. Ingatlah bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi semesta. Maka, negeri yang dirahmati dan berkahi hanya akan terwujud apabila siste Islam diterapkan di atasnya.


Oleh karena itu, mahasiswa sebagai agen-agen perubahan harus memiliki visi perubahan yang terarah, bukan reaksioner semata. Jangan sampai kita mengulang sejarah reformasi di masa lalu, era berganti tapi kondisi tetap sama, malah semakin parah. Mengapa? Sebab sistem yang diterapkan tetap sama, yakni kapitalise-sekuler. Untuk itulah perlu ada perubahan mendasar, yakni dengan Islam saja.Wallahu'alam bi shawab.

Allah Swt berfirman:
“Demi Rabbmu, sekali-kali mereka tidaklah beriman, sampai mereka menjadikanmu -Muhammad- sebagai hakim/pemutus perkara dalam segala permasalahan yang diperselisihkan diantara mereka, kemudian mereka tidak mendapati rasa sempit di dalam diri mereka, dan mereka pun pasrah dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisaa’: 65)

Post a Comment

Previous Post Next Post