Oleh : Hamsina Halisi Alfatih
Hari Pangan Sedunia atau World Food Day yang diperingati setiap tanggal 16 Oktober, pada tahun 2019 menyoroti perlunya upaya yang lebih keras untuk mengakhiri kelaparan dan bentuk-bentuk kekurangan gizi lainnya. (antaranews.com, 16/10/19).
Hari Pangan Sedunia diinisiasi sebagai bentuk perhatian bahwa semakin rawannya krisis pangan di dunia telah diingatkan oleh FAO (Food and Agriculture Organization) sejak diselenggarakan Konferensi Pangan Sedunia di Roma tahun 1974. Dengan mengadopsi tema yang berbeda setiap tahunnya agar mampu menyoroti bidang-bidang yang diperlukan untuk untuk segera disikapi bersama. Maka tahun ini,peringatan Hari Pangan Sedunia (World Food Day) yang jatuh setiap tanggal 16 Oktober mengambil tema "Our Action Our Future, Healthy Diets for #Zerohunger World".
Kepala Perwakilan FAO Indonesia, Stephen Rudgard, dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu 16/10/19 mengatakan " Untuk mencapai 'Tanpa Kelaparan' (zero hunger) tidak hanya tentang mengatasi kelaparan, tetapi juga memelihara kesehatan manusia dan bumi ".
Saat ini, lebih dari 670 juta orang dewasa dan 120 juta anak perempuan dan laki-laki (5-19 tahun) mengalami obesitas, dan lebih dari 40 juta anak balita kelebihan berat badan, sementara lebih dari 800 juta orang menderita kelaparan. (antaranews.com, 16/10/19)
Ketahanan Pangan merupakan suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Jika ditelusuri, Indonesia sendiri terbilang negara agraris dibanding negara-negara di wilayah Asia Tenggara. Sebagai negara yang memiliki SDA yang melimpah ruah, terutama dalam sektor pertanian diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat baik di pedesaan maupun perkotaan. Namun masalah pangan saat ini justru menjadi problem utama masyarakat. Pasalnya dibalik melimpahnya kekayaan alam di negri ini, justru masyarakat dihadapkan dengan kemiskinan berunjuk pada kelaparan dan obesitas akibat gizi buruk.
Permasalahan ini tentu tak terlepas dari peranan ekonomi liberalisme. Dimana pemerintah lebih mengupayakan agribisnis dan produksi besar-besaran melalui impor pangan seprti, beras, gandum, biji-bijian, mineral, dan sebagainya. Liberalisasi dalam.sektor pertanian inilah yang membawa petani kecil mengalami kerugian sehingga sulitnya memenuhi kebutuhan pangan secara kualitas dan kontinyu. Walhasil, kemiskinan pun merambah sampai kepedesan. Tak hanya itu diperkotaan pun masyarakat lebih menikmati perbelanjaan di supermarket dengan mengonsumsi makanan siap saji yang memungkinkan terjadinya gizi buruk pada anak maupun orang dewasa seperti halnya obesitas.
Permasalahan tak hanya menyelimuti Indonesia saja, hal ini pun merambah sampai ke beberapa negara lainnya yang mengalami kelaparan hebat. Dari laman liputan6.com, 23/02/19, kelaparan hebat didunia dialami Republik Afrika Tengah (CAR) tetap berada di urutan teratas dalam daftar ini sebagai "negara paling lapar di dunia." Republik Afrika Tengah telah mengalami ketidakstabilan, kekerasan etnis dan konflik sejak 2012. Hal ini mengganggu produksi pangan dan menggusur lebih dari satu juta orang. Lebih dari separuh penduduk membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Tak hanya itu, di Chad, kekeringan terus-menerus terjadi dan kehadiran hujan yang sulit diprediksi. Hal semacam ini akhirnya menyebabkan petani gagal panen. Negara ini telah berjuang melawan krisis kelaparan selama bertahun-tahun. Sekitar sepertiga dari populasi mengalami kekurangan gizi kronis dan 40 persen anak di bawah lima tahun menjadi kerdil.
Persolaan yang menimpa umat manusia dalam krisis pangan berujung kemiskinan kelaparan dan gizi buruk adalah bagian dari emplementasi liberal kapitalisme secara global. Ketiadaan Islam sebagai ideologi penegakkan khilafah membawa manusia dalam ketimpangan dan penderitaan. Terlebih lagi negara gagal meriayah rakyatnya dengan lebih mengutamakan kepentingan korporasi yang tak lain adalah pihak asing.
Untuk itu hadirnya Islam sebagai sebuah aturan yang mampu memecahkan semua persolan manusia dalam segala aspek kehidupan. Meninjau keberadaan pangan ini merupakan sesuatu yang penting yang tidak bisa berdiri sendiri terkait dengan sistem kehidupan lainnya. Islam menjadikan al qur’an sebagai sumber hukum dalam pengaturan semua aspek kehidupan, salah satunya pemenuhan pangan, setidaknya ada lima prinsip dasar dalam membangun ketahanan pangan:
Pertama, optimalisasi produksi yaitu mengoptimalkan seluruh potensi lahan untuk melakukan usaha pertanian berkelanjutan yang dapat menghasilkan bahan pokok. Disinilah peran berbagai aplikasi sains dan tehnologi, mulai mencari lahan, tehnik irigasi, pemupukan, penanganan hama hingga pemanenan dan pengolahan pasca panen.
Kedua, adaptasi gaya hidup, agar masyarakat tidak berlebih-lebihan dalam dalam kosumsi pangan, kalaupun berlebih-lebihan menganggu kesehatan dan menimbulkan limbah.
Ketiga, manajemen logistik, masalah pangan dan hal yang menyertainya (irigasi,pupuk,anti hama), sepenuhnya dikendalikan oleh pemerintah, yaitu memperbanyak cadangan saat produksi melimpah dan mendistribusikan secara selektif ketika ketersediaan mulai berkurang.
Keempat, prediksi iklim, yaitu analisis kemungkinan terjadinya perubahan iklim dan cuaca ekstrim dengan mempelajari fenomena alam semisal curah hujan, kelembaban udara, penguapan air permukaan serta intensitas sinar matahari yang diterima bumi.
Kelima, migasi bencana kerawanan pangan, yaitu antisipasi terhadap kondisi rawan pangan yang disebabkan oleh perubahan drastis kondisi alam dan lingkungan. (Media, Umat, Juli-Agustus 2018).
Jika prinsip tersebut dijalankan oleh negara dalam memenuhi ketahanan pangan maka permasalahan kelaparan dan gizi buruk tidak akan menimpa umat saat ini. Karenanya pentingnya penerapan islam secara kaffah agar ketahanan pangan mampu diwujudkan dalam mensejahterakan seluruh umat manusia.
Wallahu A'lam Bishshowab
Post a Comment