Oleh : Lilis Sumyati
(Pendidik dan Ibu Rumah Tangga)
Pembangunan Infrastruktur dan industrialisasi sesungguhnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Wacana Tahun 2021, pembangunan proyek jalan Kereta Cepat Jakarta-Bandung ditargetkan akan beroperasi. Ironisnya proyek transportasi tersebut murni berasal dari swasta yaitu China PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) dengan jaminan 3 BUMN Indonesia yaitu PT KAI, PTPN VIII dan Jasa marga. Jika sudah beroperasi, moda transportasi baru ini diyakini dapat mengurangi kemacetan sepanjang perjalanan Jakarta-Bandung yang mencapai 140 ribu orang per hari, dan dapat menyerap 87 ribu tenaga kerja langsung (data KCIC).
Berdasarkan catatan merdeka.com (25/3/2019) PT Wijaya Karya (Persero) Tbk atau WIKA sendiri mencatat konstruksi kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) telah mencapai 9,2 persen sampai dengan Februari 2019. Perusahaan menargetkan pembangunan KCJB mencapai 55 persen pada tahun ini. “Kereta cepat itu sekarang progresnya 8 hampir 9,2 persen. Sampai akhir bulan lalu 9,2 persen,” ujar Direktur Utama WIKA, Tumiyana.
Salah satu permasalahan yang menjadi kontra dari proyek ini adalah penanganan pembebasan lahan. Sehingga pengerjaan KCJB menjadi terkendala. Namun kini perkembangan pembebasan lahan sudah menyentuh 94 persen. Adapun sisanya enam persen merupakan proses fasos (fasilitas sosial) dan fasum (fasilitas umum).
Dilansir dari berita 89news.co (20/8/2019) Salah satu lahan yang akan dibebaskan adalah pembongkaran Gedung tempat belajar dan mengajar SDN Tirtayasa Cileunyi yang berada di Desa Cibiru Hilir Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat yang dilakukan pada Pukul 9.00 WIB di bongkar oleh pihak PT. PSBI Sebagai penyedia lahan untuk pembangunan proyek Kereta Api Cepat yang memakai anggaran dari pihak Luar Negeri tersebut pada senin 19/08/2019.
Sayangnya, pembangunan kereta cepat ini belum sepenuhnya matang, karena dengan adanya pembongkaran sarana dan prasarana pendidikan tanpa adanya relokasi representatif menunjukkan kurang matangnya perencanaan proyek ini. Sehingga terkesan meninggalkan korban ‘proyek'. Misalnya psikologis para siswa dan anggota sekolah yang harus menempuh perjalanan yang sangat jauh dari tempat tinggalnya.
Seyogianya pembangunan infrastruktur ini tidak merusak sarana pendidikan, namun ketika terpaksa maka pengalihan/relokasi sarana pendidikan ini harus ada kompensasi yang sesuai atau bahkan lebih baik. Hal ini tidak bisa dipungkiri bahwa dalam proses pendidikan, untuk mencapai kualitas pendidikan yang memadai dukungan sarana dan prasarana menjadi standar sekolah atau instansi pendidikan yang terkait. Sarana dan prasarana sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam belajar. Hal ini menunjukkan bahwa peranan sarana dan prasarana sangat penting dalam menunjang kualitas belajar siswa. Oleh karena itu, masalah pendidikan adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi, sehingga sarana dan prasarananya harus dilindungi dan tidak boleh dirusak.
Islam memandang bahwa pembangunan infrastruktur menjadi hal yang perlu jika kebutuhannya mendesak. Rancangan Tata Kelola Ruang dan Wilayah dalam negara Islam khilafah di desain sedemikian rupa sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagai contoh, ketika Baghdad dibangun sebagai ibu kota, maka dibangun pula masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan, pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah. Tak ketinggalan pula transportasi yang memudahkan akses warga negara Khilafah. Dengan demikian, warga tak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, baik untuk menuntut ilmu atau bekerja karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua memiliki kualitas yang standar.
Dari sini bisa dipahami bahwa, proyek pembangunan ala kapitalis hanya melancarkan mobilitas barang dan jasa para pemilik modal, bukan melayani transportasi massal sesungguhnya. Hal ini diperkuat oleh wacana mahalnya biaya tiket KCBJ. Jadi, infrastruktur tersebut hanyalah melayani akses rantai pasokan global mereka. Dalam Islam aset yang terkategori milik umum seperti jalan-jalan umum, laut, sungai, danau, kanal, lapangan umum, sekolah, rumah sakit, mesjid dll tidak boleh dimiliki oleh individu atau swasta asing. Sedangkan sarana transportasinya seperti kereta api, pesawat terbang, kapal laut dll bisa dimiliki atau dikuasai oleh individu, namun sekedar hanya mengambil manfaatnya saja dengan memandang kebaikan dan kemaslahatan kaum muslimin saja.
Semua uraian diatas bisa terjadi andai kata Islam menjadi aturan kehidupan, sehingga dapat menjamin pembangunan infrastruktur yang bagus dan merata di seluruh negeri Islam, dan semua ini hanya dapat terlaksana secara paripurna dalam bingkai Khilafah Islam sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan dilanjutkan oleh para khulafaur rasyidin hingga khilafah utsmaniyyah.
Wallahu a’lam biash-shawab
Post a Comment