Islam Solusi Tuntas Atasi Kerusuhan Wamena

Oleh : Susi 
(Forum Pena Dakwah Maros)

Ketua Dewan Pertimbangan MUI Prof M. Din Syamsuddin menyampaikan keprihatiannya atas jatuhnya korban jiwa dan luka-luka di Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua. “Kita semua yang memiliki hati nurani sangat sedih mengetahui terjadinya tindak kekerasandi Wamena yang menimbulkan puluhan korban tewas mengenaskan dan ratusan lain mengalami luka-luka berat dan ringan,” ungkap Din, seperti disampaikan pada PWMU.CO, Sabtu (28/9/19) siang.

Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahun 2005-2015 itu, kejadian tersebut tidak terlepas dari peristiwa di Papua sejak beberapa waktu lalu berupa aksi unjuk rasa di Sorong, Manokwari, Jayapura, dan tempat-tempat lain seperti di Ibu Kota Jakarta yang memprotes ketidakadilan dan bahkan menuntut kemerdekaan.

“Seyogyanya gerakan protes itu sudah bisa diatasi dan diantisipasi, dan terutama faktor pemicunya di Surabaya berupa penghinaan terhadap orang Papua sudah harus cepat ditindak tegas. Tapi, kita menyesalkan responaparat keamanan dan penegakan hukum sangat lamban dan tidak adil,” kata Din.Kalau hal demikian berlanjut, sambungnya, maka akan dapat disimpulkan bahwa negara tidak hadir membela rakyatnya. 

“Negara gagal menjalankan amanat konstitusi yakni melindungi rakyat dan seluruh tumpah darah Indonesia.Di berbagai tempat lain aparat keamanan danpenegak hukum terkesan dan patut diduga berperilaku tidak adil dalam menghadapi aksi unjuk rasa yang sebenarnya absah di alam demokrasi.

Menurut dia, pemerintah terjebak ke dalam sikap otoriter dan represif yang hanya akan mengundang perlawanan rakyat yang tidak semestinya. Oleh karena itu Din berpesan kepada semua pihak, khususnya pemangku amanat baik pemerintah maupun wakil rakyat, agar segera menanggulangi keadaan dengan penuh kesadaran akan kewajiban dantanggung jawab.

“Hindari perasaan benar sendiri bahwa negaraboleh dan bisa berbuat apa saja, baik ‘membunuh rakyatnya’ atau membiarkan rakyatnya dibunuh oleh sesama dan negara tidak bisa berbuat apa-apa,” pesan Din.

Mengutip kompas.compada kerusuhan yang terjadi di Kota Wamena, Senin (23/9/19), massa membakar 5 perkantoran, 80 mobil, 30motor dan 150 ruko. Hingga Selasa (24/9/19)malam, total 28 jenazah telah ditemukan dan 70 orang luka-luka. Selain itu, sekitar 5.000 warga mengungsi di 4 titik pengungsian.

Memahami Akar Masalahnya
Papua merupakan provinsi yang sangat strategis dan kaya. Secara geografis letak geografis Papua terletak di wilayah yang jauh dari pantauan Jakarta. Kemudian, Papua sangat kaya karena Papua memiliki semua sumber daya alam yang ada di pulau lain. Di sana ada hutan, emas, minyak, tembaga bahkan uranium. 

Bisa dibilang Papua itu kepulauan yang sangat komplit. Sedangkan keterikatan politik terhadap Jakarta secara historis bisa disebut paling lemah. Selain itu ada semacam persoalan laten yang belum juga terselesaikan yaitu kemiskinan, ada semacam diskriminatif. Walaupun dari segi alokasi anggarannya sudah sangat luar biasa, tapi, itu tidak menjawab persoalan di sana jadi hal-hal seperti itulah yang akhirnya gejolak itu timbul kemudian dimanfaatkan pihak asing yang ingin memang melepaskan Papua.

Problem Papua harus dikembalikan ke akar masalah. Persoalan Papua tidak pernah bisa lepas dari persoalan politik dan ideologi. Meski banyak spekulasi muncul mulai dari alasan ancaman nasionalisme, gerakan prokemerdekaan, ekonomi, penguasaan lahan, bahkan pragmatisme bisnis keamanan perusahaan-perusahaan yang melibatkan banyak aktor.

Sebenarnya pokok permasalahan Papua ada empat, yakni sejarah integrasi Papua ke Indonesia, trauma masyarakat Papua akan operasi militer, diskriminasi oleh pemerintah, dan kegagalan pembangunan Papua. 

Hal inilah pemicu konflik berkelanjutan. Ditambah lagi intervensi asing yang terlalu dalam mengenai masalah Papua. Sementara, mereka yang berteriak-teriak “NKRI harga mati” tak pernah peduli dengan permasalahan ini. Meskipun nyata di depan mata banyak berkibar bendera asing, namun tak tergerak sedikitpun untuk menuntaskan permasalahan. Justru terkesan mendukung asing dan bergandengan tangan dengannya.

Karena itu, Indonesia memang punya sejarah pahit dan panjang dengan ancaman disintegrasi bangsa. Aceh, Maluku, dan Timor Timur adalah wilayah yang pernah berkonflik hingga berdarah-darah. Aceh dengan GAM-nya, Maluku dengan RMS-nya, dan Timor Timur dengan Fretilin-nya. Di masa-masa itu jutaan orang menjadi korban. 

Namun seperti biasa, yang menjadi korban konflik kebanyakan adalah masyarakat sipil tak berdosa. Bukan hanya ekonomi yang berantakan, tapi juga ketenteraman dan rasa aman. Namun jika ditilik, semua itu selalu saja berawal dari ketidakadilan dan diskriminasi penguasa. Hingga sempat muncul narasi getir soal penjajahan bangsa Jawa. 

Dan lantas, muncullah di antara mereka pemikiran bahwa disintegrasi adalah solusinya. Namun, banyak pihak yang pesimis problem Papua akan selesai dengan tuntas. Karena akar penyebab konflik di Papua tak pernah sungguh-sungguh diselesaikan oleh penguasa. Bahkan banyak yang menduga sepanjang akarnya tak selesai, sampai kapan pun, Indonesia akan selalu dibayang-bayangi ancaman disintegrasi bangsa, salah satunya tanah Papua.

Islam Solusi Mengakar
Tuduhan Islam menjadi penyebab perpecahan dan persoalan juga hanya sekadar tuduhan tanpa bukti. Kekisruhan politik yang ada tidak pernah terbukti disebabkan oleh Islam. Faktanya, tak jarang kisruh diakibatkan oleh proses demokrasi, kecurangan dan persaingan memperebutkan kekuasaan yang menggunakan cara-cara machiavelis. 

Banyaknya korupsi juga tidak ada hubungannya sama sekali dengan Islam. Sudah banyak sekali ahli yang mengatakan, maraknya korupsi di antara faktor utamanya adalah proses demokrasi yang mahal. Begitu pula dengan konflik disintegrasi dan separatisme yang saat ini masih menyelimuti Papua, akibat adanya ketimpangan antara warga dan antardaerah. 

Rakyat tidak merasakan kemakmuran dari melimpahnya kekayaan alam. Makin menggunungnya utang Negara. Makin kuatnya cengkeraman asing dan kapitalis. Adanya segudang problem ekonomi. Semua itu pun bukan karena Islam, tetapi justru karena penerapan sistem di luar Islam, yakni kapitalisme-liberalisme. 

Artinya, berbagai kerusakan yang terjadi itu bukan karena Islam, tetapi justru karena penerapan sistem selain Islam, dengan meninggalkan Islam dan syariahnya. Fakta-fakta jelas menunjukkan yang demikian. Allah SWT pun sudah memperingatkan kita dalam firman-Nya: “Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, sungguh bagi dia kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkan dia pada Hari Kiamat nanti dalam keadaan buta… (TQS Thaha [20]: 124).

Karena itu, Pemerintah wajib menghentikan, bahkan menumpas tuntas berbagai bentuk gerakan separatisme dan intervensi asing yang akan memisahkan Papua dari rengkuhan wilayah NKRI. Pemerintah juga wajib melaksanakan pembangunan yang adil dan merata dengan menerapkan sistem ekonomi yang berkeadilan, yaitu sistem ekonomi Islam, bukan dengan sistem ekonomi kapitalisme. 

Semua itu haruslah dalam bingkai Khilafah Islamiyyah. Dengan penerapan Islam kaffah, Khilafah terbukti mampu menyatukan 2/3 belahan dunia dalam satu tatanan kehidupan yang harmonis. Islam jua yang mewajibkan Khalifah menjamin kehidupan seluruh rakyatnya, termasuk bagi warga Wamena Papua. 
Wallahu a’lam bish-shawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post