BPJS, Sistem Bathil Berkedok Program Mulia



Oleh : Maya Dhita, ST
Aktivis Pergerakan Muslimah dan Member Akademi Menulis Kreatif

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tahun 2019 mengalami defisit hingga mencapai 32 triliun rupiah. Hal ini yang mendorong pemerintah agar segera mengeluarkan Instruksi Presiden (inpres) yang berisi sanksi pelayanan publik. Karena selama ini dinilai hanya sebatas wacana saja tanpa eksekusi. Yaitu sanksi yang dipersiapkan bagi penunggak iuran BPJS Kesehatan yang masuk dalam kategori peserta mandiri dengan angka kolektabilitas mencapai 32 juta orang.  (www.tagar.id, 12/10/2019). Cara ini diambil karena melihat negara Korea selatan yang berhasil mendongkrak kolektibilitas dari 25% menjadi 90% dengan sanksi semacam ini.

Adapun sanksi-sanksi tersebut adalah penunggak tidak mendapat layanan akses :
1. Izin mendirikan bangunan (IMB)
2. Paspor
3. Surat izin mengemudi (SIM)
4. Surat tanda nomor kendaraan (STNK)
5. Sertifikat tanah

Pemerintah telah merencanakan kenaikan iuran BPJS akan dilaksanakan mulai periode awal tahun depan. Lagi-Iagi pemerintah membuat kebijakan yang memberatkan rakyat. Dengan tarif iuran lama saja rakyat sudah merasa keberatan sehingga tingkat pembayaran hanya mencapai 50%, apalagi jika tarifnya dinaikkan. Tentunya akan semakin memberatkan rakyat. Sementara rencana pelaksanaan sanksi yang akan diberikan pemerintah terhadap penunggak iuran BPJS semakin memperparah keadaan. Rakyat diposisikan seperti orang berhutang yang dikejar-kejar debt kolektor. Menurut humas BPJS, yang dilansir oleh (www.bisnis.tempo.co, 11/10/2019), direkrutnya kader JKN sebanyak 3200 orang adalah untuk bertugas melakukan penagihan dari pintu ke pintu dan mengumpulkan tunggakan iuran BPJS Kesehatan yang belum dilunasi.  

Apakah ini akan berhasil diterapkan di Indonesia? Belum tentu, karena rakyat semakin cerdas. Kenaikan tarif yang mencekik rakyat disertai sanksi yang tidak ada hubungannya dengan asuransi akan membuat kegaduhan dan konflik di mana-mana. Rakyat akan menilai hal ini sangat tidak berperikemanusiaan dan perikeadilan. Jaminan kesehatan seharusnya adalah tanggung jawab pemerintah bukan dibebankan sepenuhnya kepada rakyat melalui program "Asuransi" dengan dalih saling membantu sesama. 

Tingginya defisit anggaran di dalam pengelolaan BPJS menunjukkan gagalnya program ini dan zalimnya pemerintah pada rakyat. 

Beginilah jika sistem yang diterapkan bukan sistem yang berasal dari pemilik hidup yakni Allah Swt, pasti banyak cacat di mana-mana. Sudah saatnya umat sadar bahwa aturan hidup yang dipakai harus berdasarkan aturan Islam yaitu aturan yang lahir dari pemikiran Islam secara kafah. Agar seluruh permasalahan yang dihadapi negeri ini mendapatkan solusi yang mampu menyelesaikan persoalan secara sempurna yaitu sesuai dengan sudut pandang yang Islami.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post