Oleh : Leni Ummu Najid
(Pemerhati Masalah Sosial)
Rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diputuskan oleh pemerintah akan membawa konsekuensi naiknya Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN. Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk pembayaran iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 sebesar Rp48,8 triliun. Subsidi kesehatan warga miskin tersebut naik nyaris dua kali lipat dari alokasi tahun ini Rp 26,7 triliun lantaran memperhitungkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. (https://katadata.co.id/berita/2019/09/10/iuran-bpjs-naik-subsidi-kesehatan-orang-miskin-bertambah-jadi-rp-49-t)
Menurut Kepala Dinsos Balikpapan, Purnomo, warga miskin di Balikpapan yang masuk dalam penerima manfaat di dalamnya juga termasuk PBI. Apabila iuran naik, maka otomatis penganggaran juga akan naik. Dan tentu saja beban kepada anggaran yang dicover dari APBN atau APBD ini mengharuskan rekapan ulang terkait berapa banyak yang harus dibayarkan.
"Usulan PB yang berasal dari APBD jumlahnya jelas bertambah kebutuhannya. Jumlah peserta itu 2,4 persen dari jumlah penduduk. Dan mereka itu memang masuk daftar basis terpadu kita yang diusulkan sebagai penerima manfaat JKN-KIS," beber Purnomo ditemui di kantornya (11/9). (https://balikpapan.prokal.co/read/news/246660-anggaran-pbi-jkn-bakal-membengkak.html)
Adanya tambahan jumlah penerima bantuan tersebut menjadi beban tersendiri bagi pemerintah daerah. Sebab, anggaran yang disediakan Pemkot untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) sangatlah terbatas. Sehingga, tentu saja nantinya akan banyak permasalahan yang timbul karena sudah dianggarkan.
Dampak yang timbul adalah mulai dari adanya pemangkasan penerima bantuan hingga terganggunya pelayanan kesehatan Seperti pelayanan kesehatan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Rumah Sakit (RS) bagi masyarakat kurang mampu. Selain itu, hak mereka untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tidak bisa terjamin.
Sejatinya yang menjamin pelayanan kesehatan rakyat adalah kewajiban negara, bukan kewajiban pribadi atau kelompok masyarakat terlebih korporasi. Untuk itu, negara tak boleh abai terhadap kewajiban ini. Dengan meninggalkan kewajibannya, sesungguhnya negara telah mengkhianati rakyat. Regulasi kesehatan melalui mekanisme BPJS ini bukan hanya bentuk pengkhianatan negara, tetapi juga bentuk kezaliman yang merupakan dampak karena negeri ini mengadopsi sistem kapitalisme.
Jaminan Kesehatan dalam Islam
Dalam Islam, kebutuhan atas pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi kewajiban negara. Rumah sakit, klinik dan fasilitas kesehatan lainnya merupakan fasilitas publik yang diperlukan oleh kaum Muslim dalam terapi pengobatan dan berobat.
Jadilah pengobatan itu sendiri merupakan kemaslahatan dan fasilitas publik. Kemaslahatan dan fasilitas publik (al-mashâlih wa al-marâfiq) itu wajib disediakan oleh negara secara cuma-cuma sebagai bagian dari pengurusan negara atas rakyatnya. Ini sesuai dengan sabda Rasul saw.: "Pemimpin adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus." (HR al-Bukhari).
Sebagai kepala negara, Nabi Muhammad saw. pun menyediakan dokter gratis untuk mengobati Ubay. Ketika Nabi saw. mendapatkan hadiah seorang dokter dari Muqauqis, Raja Mesir, beliau menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi masyarakat (HR Muslim).
Jaminan kesehatan dalam Islam itu memiliki tiga ciri khas. Pertama, berlaku umum tanpa diskriminasi, dalam arti tidak ada pengkelasan dan pembedaan dalam pemberian layanan kesehatan kepada rakyat. Kedua, bebas biaya, rakyat tidak boleh dikenai pungutan biaya apapun untuk mendapat pelayanan kesehatan oleh Negara. Ketiga, seluruh rakyat harus diberi kemudahan untuk bisa mendapatkan pelayanan kesehatan oleh Negara.
Demikianlah pengaturan Islam dalam bidang kesehatan, ini bisa menjadi solusi atas permasalahan pelayanan kesehatan yang terjadi saat ini. Indonesia sebagai negara kaya akan sumber daya alamnya pasti mampu memberikan pelayanan kesehatan dengan optimal dan bahkan gratis asalkan dengan catatan kekayaan alam yang dimiliki Indonesia harus betul-betul dikelola oleh negara dan tidak diserahkan kepada pihak swasta.
Sistem jaminan kesehatan Islam ini akan terlaksana secara sempurna ketika Islam diterapkan secara komprehensif dalam kehidupan kita dengan negara sebagai pelaksananya. Wallahu ‘alam.
Post a Comment