By : Mia Fitriah El
Menurut Faozan Amar, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UHAMKA bahwa Badan Pusat Statistik (BPS), manyatakan angka kemiskinan di Indonesia sampai Maret 2019 masih 9,41 persen dari total jumlah penduduk. Artinya, ada 25,14 juta orang Indonesia yang masih miskin, meski data mencatat ada penurunan 0,53 juta orang pada September 2018 dan menurun 0,80 juta orang dari Maret 2018 (Kumparan.com, 1 September 2019).
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
Komitmen pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan. Bisa terlihat dari program-programnya mulai dari bansos untuk rakyat mencakup Program Indonesia Pintar (PIP), Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN-KIS), Program Keluarga Harapan (PKH), Bansos Rastra/ Bantuan Pangan Non Tunai dan Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Namun, tindakan pemerintah itu menuai komentar yang akan
menimbulkan perilaku ketergantungan bagi masyarakat miskin akan bantuan tersebut.
Seharusnya mengurangi kemiskinan adalah dengan cara mendidik, mengubah pola pikir, dan pola tindak, mental dan perilaku itu yang dibenahi.
Kemiskinan bukan hal yang salah. Kaya dan miskin adalah sebuah realitas yang objektif, tidak sedikit orang yang menghadapi keadaan yang pahit. Namun, membiarkan hidup dengan bermental miskin itu tidak bisa dibenarkan. Jika mental miskin ini masih bersua, akan sulit memutuskan rantai kemiskinan.
Salah satu mental miskin
adalah tak ingin maju dan beranggapan bahwa kemiskinan itu adalah takdir, yang berakibat malas bekerja, gampang menyerah, banyak mengeluh, suka bergaya dan bermuka melas agar dikasihani oleh orang lain,
mudah merasa terdzolimi padahal tidak ada yang berusaha menyakitinya; Orang yang berkarakter seperti ini umumnya pandai mendramatisir sebuah keadaan.
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi keseimbangan. Orang kaya diperintahkan untuk gemar bersedekah. Di sisi lain, orang miskin dilarang meminta-minta. Islam menginginkan umat Islam tampil sebagai pribadi mulia. Mulia sebagai orang kaya yang gemar bersedekah. Mulia sebagai orang miskin yang pantang meminta-minta.
Islam sangat menuntut umatnya untuk bermental kuat; bekerja dan tidak bermalas-malasan, tidak mengemis, dan apalagi menggantungkan hidup kepada orang lain.
Mental kuat itu tidak hanya memiliki tujuan duniawi. Namun juga, memiliki tujuan jangka panjang yang berdimensi ukhrawi.
Mental kuat itu juga bukan hanya demi materi. Meskipun tidak dapat dipungkiri, kuatnya dorongan materi sangat besar peranannya untuk menggeser pribadi-pribadi islami.
Islam tidak menempatkan orang yang kaya dan berkelebihan materi di atas segala-galanya. Harta bukanlah tujuan, melainkan tidak lebih hanya sebagai salah satu sarana dan bekal untuk beribadah kepada Allah swt.,
Maka itu, mental bekerja dalam Islam bukan sekedar mencari uang, Islam menekankan bekerja untuk kemanfaatan dirinya, supaya tidak jadi beban dan kemanfaat untuk orang lain dengan cara bersedekah, infak dan sebagainya.
Bukannya sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bisa bermanfaat kepada orang lain??. Dan bukan menjadi parasit buat yang lainnya.
Post a Comment