Oleh : Euis Purnamasari
Pasca pelantikan Presiden beserta kabinet kerja jilid 2 nya, semakin terlihat akan seperti apa Indonesia 5 tahun ke depan. Pasalnya, pada Jumat 18/10/2019 Kemenkopolhukam, Kemenkominfo, Kemenkum HAM, BIN, BNPT serta Badan Kepegawaian Negara (BKN) menggelar rapat pembahasan penanganan ASN yang terpapar paham radikal di kantor KemenPANRB.
Dalam rapat tersebut dicapai kesepakatan untuk membentuk satuan tugas/ Task Force. Kesepakatan itu diambil karena menurut kepala BKN, Bima Haria Wibisana mengatakan kondisi ASN yang terpapar paham radikal saat ini sudah menyimpang dari apa yang diamanatkan undang-undang, sehingga pemerintah perlu segera melakukan tindakan untuk meredam pelanggaran yang ditimbulkan ASN terpapar paham radikal (https://www.bkn.go.id)
Kekhawatiran berlebihan juga terlihat dalam pengamanan pelantikan presiden yang mengerahkan sekitar 31 ribu personil polri dan TNI yang melebihi jumlah aparat yang dikerahkan pada pengamanan periode sebelumnya.
Fakta diatas semakin menunjukan bahwa pemerintah saat ini mengidap Islamphobia bahkan terhadap warga negaranya sendiri. Terbukti, dengan banyaknya ulama dan para aktivis yang dipersekusi, para ASN yang ditindak karena dituding terpapar paham radikalisme serta program - programnya yang mengatasnamakan "melawan radikalisme". Padahal, jika dicermati kasus-kasus yang menimpa mereka adalah bentuk kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.
Inilah wajah buruk demokrasi, alih-alih memberikan kebebasan berpendapat justru membungkam suara-suara kritis. Jelas, demokrasi menutup celah muhasabah terhadap penguasa, namun berpihak terhadap kepentingan Kapitalis.
Telah banyak korban yang diakibatkan program-program "melawan radikalisme" melalui UU ITE, ujaran kebencian dll. Masihkah kita berharap pada demokrasi??
Dalam Islam justru dibuka selebar-lebarnya pintu muhasabah terhadap penguasa bagi rakyatnya. Karena dalam Islam harus terjadi aktivitas amar ma'ruf nahi mungkar termasuk kepada penguasa, karena kontrol atas kebijakan-kebijakan penguasa ada di tangan rakyat. Rasulullah Saw telah memuji aktivitas mengoreksi penguasa zhalim." Sebaik-baik jihad adalah perkataan yang benar kepada pemimpin yang zhalim."(HR. Ahmad, Ibnu Majah, abu Dawud, al-Nasa'i, alhakim dll).Rasulullah Saw juga pernah ditegur oleh salah seorang sahabatnya ketika menyerahkan tambang garam kepada seseorang yang memintanya padahal hasilnya akan terus mengalir.
Maka dari itu, mengoreksi kebijakan-kebijakan penguasa adalah wajib dalam Islam, tentu hal ini bertolak belakang dengan demokrasi yang membungkam suara-suara kritis terhadap penguasa bahkan dengan ide-ide nya sendiri yang mengusung kebebasan berpendapat. Sudah saatnya lah kita mengganti sistem kehidupan kita dengan sistem Islam melalui bingkai Dawlah Khilafah Islamiyyah yang sesuai metode kenabian. Wallahu a'lam bishawab
Post a Comment