Oleh : Fathimah Bilqis, S.Pd
Praktisi Pendidikan Purwakarta
Praktisi Pendidikan Purwakarta
Menteri Kabinet Indonesia Maju diumumkan ke publik pada Rabu (23/10) lalu, langsung oleh Presiden RI Joko Widodo. Tersebutlah Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Jokowi meminta Nadiem untuk membuat terobosan di dunia pendidikan. Terobosan yang signifikan dalam pengembangan SDM. SDM Siap kerja, siap berusaha, link and matched antara pendidikan dan industri. [m.kumparan.com/ 22-10-2019]
Nadiem Makarim (35) adalah seorang pebisnis muda sukses tanah air. Pendiri sekaligus CEO jasa transportasi Go-Jek, pelopor jasa transportasi berbasis online. Bahkan berhasil menghantarkan Go-Jek sebagai startup paling sukses karya anak bangsa. Mandat dari Presiden untuk menjadikan pendidikan negeri ini siap kerja atau ‘siap pakai’ tidak bisa dilepaskan dari latar belakang Mendikbud terpilih, Nadiem Makarim. Dengan latar belakang seorang pebisnis muda yang inovatif ini, arah pendidikan negeri ini akan semakin terarah kepada generasi harapan Presiden yang siap kerja.
Buruh di Negeri Sendiri
Link and Match adalah kebijakan Departemen Kemendikbud RI yang dikembangkan untuk meningkatkan relevansi SMK dengan kebutuhan dunia kerja, dunia usaha maupun dunia industri. Hal itu sejalan dengan UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), dinyatakan bahwa tiga tantangan besar dalam bidang pendidikan di Indonesia, (salah satunya) adalah mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten dan mampu bersaing dalam pasar kerja global.
Merebaknya SMK dirasa menjadi angin segar bagi pendidikan di Indonesia. Terlebih di era Industri 4.0, dengan jumlah industri yang semakin meningkat menjadi lapangan pekerjaan bagi para SDM terampil tersebut.
Pengembangan SDM siap kerja maupun siap berusaha, yang link and match antara pendidikan dan industri manjadikan generasi hanya siap ‘pakai’ atau ‘dipakai’ oleh para pemilik bisnis. Pengembangan SDM semacam ini hanya akan menghasilkan buruh-buruh industri kapitalisme. Seolah merebaknya SMK dan berpartisipasi aktifnya di kancah industri sebagai bentuk ketercapaian pendidikan negeri ini.
Namun, hal tersebut menjadi bumerang bagi bangsa ini. Pendidikan hanya mampu menghasilkan banyak para buruh –sebagai tenaga kerja menengah, sedangkan tenaga ahli masih milik asing. Pendidikan seperti ini hanya akan menjadikan manusia sebagai robot-robot atau mesin-mesin dalam industri. Tidak menjadikan manusia berpikir sebagaimana sejatinya tujuan pendidikan manusia.
Di alam kapitalisme wajar saja hal ini terjadi, karena kapitalisme hanya akan melihat keuntungan dalam setiap aspeknya, termasuk pendidikan. Di mana ada peluang bisnis dalam pendidikan yaitu dibutuhkannya para tenaga terampil maka diarahkanlah pendidikan yang hanya menghasilkan SDM yang siap pakai. Menjadikan bangsa ini terbiasa untuk didikte, tidak terbiasa memimpin bangsanya sendiri.
Output Pendidikan Islam
Berbeda dengan Islam memandang pendidikan. Bukan karena islam tidak memandang penting keterampilan, hanya pendidikan dalam Islam lebih mengedepankan aspek berpikir untuk kebangkitan umat. Seorang shahabat Rosulullah saw., Salman al Farisi r.a beliau memiliki keterampilan dalam membuat Manjanik (alat peperangan, alat pelontar). Keterampilan beliau disalurkan dalam strategi alat perang untuk kemajuan umat islam dalam memenangkan pertempuran melawan musuh islam.
Maryam al Ijliya atau dikenal dengan Maryam al astrolabe adalah seorang muslimah penemu astrolabe. Astrolabe adalah instrumen posisi matahari dan planet-planet, yang kemudian umat muslim menggunakannya untuk menemukan kiblat dan menentukan waktu shalat dan hari mulai Ramadhan dan Idul Fitri. Pendidikan dalam islam melahirkan para pemikir yang terampil, bukan hanya sebatas buruh yang disuruh.
Allahu ‘alam bi ash showab.
Post a Comment