By : Hexa Hidayat
Beberapa hari yang lalu kita memperingati hari pangan sedunia, tepatnya jatuh pada pada tanggal 16 Oktober setiap tahunnya. Tentu saja yang ada dalam pikiran kita dengan adanya hari pangan setiap tahunnya bisa mengontrol dan menekan angka kelaparan yang selama ini menjadi masalah yang seakan-akan tidak akan pernah berakhir. Apalagi pemerintah sudah menetapkan program zerohunger 2030, bahkan menurut Kepala Perwakilan FAO (Food and Agriculture Organization) Indonesia, Stephen Rudgard dalam keterangannya diterima di Jakarta, Rabu tanggal 16 oktober 2019 mengatakan, “ Hari pangan sedunia 2019 menyerukan aksi untuk membuat pola pangan sehat dan berkelanjutan dapat diakses dan terjangkau bagi semua orang. Untuk ini kemitraan adalah hal yang mendasar. Petani, pemerintah, Peneliti, sektor swasta dan konsumen, semuanya memiliki peran untuk dimainkan." (https://www.antaranews.com/berita/1115334/hari-pangan-sedunia-2019-serukan-pola-pangan-sehat-dan-berkelanjutan )
Pernyataan dari kepala FAO diatas seakan menekankan pentingnya peran bersama dalam mengatasi masalah pangan ini. Artinya secara tidak langsung pemerintah membuka ruang kerjasama kepada pihak swasta ikut andil dalam masalah pengelolaan pangan ini. Sebelum kita membahas lebih lanjut, kita lihat dulu fakta yang berkata sampai tahun 2018, sekitar 20 juta penduduk Indonesia masuk kategori rawi, menunjukkan kelaparan di Indonesia selama dua tahun terakhir naik ke level serius.
Fakta tersebut belum ditambah lagi dengan banyaknya bencana-bencana alam yang terjadi hingga 2019, dari gempa di Lombok, palu, kabupaten pandegelang yang menyebabkan hilangnya mata pencaharian sebagian penduduk,hilangnya tempat tinggal sehingga tidak sedikit dari mereka yang sampai sekarang masih hidup dalam tahap memprihatinkan, dan tentu saja masalah pangan menjadi salah satu keluhan mereka saat ini. Semua itu hanya sebagian dari kisah pilu yang menyelimuti masyarakat miskin negeri ini. Bahkan fakta yang lebih menyedihkan lagi adalah apa yang diungkap oleh salah satu suku anak dalam (SAD) di daerah Jambi pada saat musim kemarau yang panjang ini, karena murahnya getah karet , beras pun tidak ada terpaksa mereka harus mencari monyet untuk dikonsumsi. (harianjogya.com 17/10/2019)
Program-program pemerintah seperti menetapkan HET (Harga Eceran Tertinggi), program TTI (Toko Tani Indonesia), juga program BPNT (Bantuan Pangan Non tunai), ternyata tidak menyelesaikan masalah pangan secara signifikan bahkan malah membuka ruang baru bagi kartel. Padahal sejatinya dengan adanya hari pangan seharusnya mampu menangani masalah pangan tapi kenyataannya justru masih banyak penderita kekurangan pangan seperti fakta-fakta diatas. Hal ini disebabkan adanya salah pengaturan sistem yang diberlakukan oleh negara terhadap pengurusan sumber daya alam tidak memakai aturan yang Islami. Negara memberikan kelonggaran pengaturan kepada mafia-mafia pangan bahkan korporasi untuk mengelola kekayaan sehingga para kapitalis ini semakin leluasa untuk mengambil kekayaan negara tanpa ada rasa takut, tujuan mereka tak lain hanya untuk memperkaya, memuaskan nafsu mereka saja tanpa harus memikirkan nasib dari rakyat.
Semua masalah diatas hanya bisa diselesaikan dengan memakai sistem Islam sebagai solusi menyeluruh. Dimana dalam sejarah peradaban Islam berlangsung selama 13 abad yang meliputi hampir 2/3 dunia mampu menyejahterakan kehidupan masyarakat. Negara tidak hanya sebagai regulator tetapi lebih dari itu negara harus mampu menjadi raa’in dan junnah bagi rakyatnya. Ditegaskan Rasulullah SAW, artinya “ Imam (Khalifah) raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggungjawab terhadap rakyatnya” (HR Ahmad, Bukhari ); Imam adalah perisai orang-orang berperang dibelakangnya dan berlindung kepadanya “ (HR Muslim). Hadist tersebut menunjukkan bahwa negara berhak mengurus keperluan rakyatnya, dan kepemilikan kekayaan SDA tidak bisa diserahkan kepada pihak swasta dalam pengelolaanya. Negara menjalankan sistem pemerintahannya hanya berdasarkan kepada empat sumber hukum yaitu Al Qur’an, Hadist, Ijma’ dan qiyas sehingga akan lahir kehidupan yang sempurna dan selaras dengan fitrah Insaniah. Wa’allahualam bish shawabi
Post a Comment