Apa Benar, Ide Khilafah Bawa Kemunduran ?

Penulis : Ernadaa Rasyidah
(Penulis Bela Islam)

Generasi muslim saat ini, belum pernah menyaksikan keberadaan institusi Khilafah yang menerapkan Islam secara paripurna. Karena itu, sangat sulit memperoleh gambaran yang utuh yang mendekati fakta sebenarnya. Sebagaian besar umat Islam, di benaknya memiliki gambaran tentang Khilafah, tidak lepas dari standar sistem demokrasi yang rusak.

Adalah Prof Dede Rosyada, seorang Guru Besar Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah sesumbar memberikan tudingan kepada ajaran Islam yakni Khilafah, sebagai gagasan yang akan membawa umat kepada kemunduran.

"Salah satu dampak buruk dari konsep khilafah yang tidak disadari oleh berbagai kalangan adalah hilangnya sebagian hak demokrasi sebagai warga negara, sebagaimana yang terjadi saat ini. Pada akhirnya sistem khilafah hanya akan menyebabkan kemunduran bagi sebuah bangsa".

“Kalau ideologi khilafah itu dibiarkan berkembang, partisipasi masyarakat dalam politik akan sangat dibatasi. Karena sejarah khilafah yang baik, hanya pada masa Abu bakar, Umar, dan separuh pemerintahan Ustman bin Affan. Selebihnya sudah dimiliki dinasti atau kerajaan, kekuasaan ada pada khalifah, dan rakyat tidak memiliki peran. Ini (Khilafah) jelas kemunduran dalam kehidupan bernegara di zaman moden ini,” ujar Guru Besar Fakultas Ilmu Tabiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Prof Dede Rosyada, Kamis (19/9). (nu.or.id 20/09/19)

Tudingan diatas tidak lebih sebagai asumsi picik yang tidak berdasar dan jauh dari fakta sejarah kekuasaan Islam yang pernah menguasai 2/3 belahan dunia selama 13 abad lamanya.

Pengaruh tsaqafah asing berupa sekularisme-demokrasi, telah merasuki jiwa umat Islam, tidak terkecuali kaum intelektualnya. Dengan sekulerisme, Barat berupaya memisahkan agama dari kehidupan, memisahkan agama dari kekuasaan. Agama hanya dijadikan ibadah ritual yang tidak memiliki pengaruh kuat dalam kehidupan. Agama yang seharusnya menjadi solusi kehidupan, acapkali dijadikan kambing hitam yang harus disingkirkan.

Demikian halnya demokrasi, sebuah sistem rusak yang memberikan ruang bebas kepada manusia melahirkan aturan yang bersumber dari akal yang terbatas. Slogan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat faktanya hanya pepesan kosong yang melegitimasi nama rakyat untuk menindas rakyat. Suara mayoritas rakyat, berbanding terbalik dengan kebijakan-kebijakan negara yang tidak pro rakyat.

Dalam demokrasi, aturan manusia dipuja sekalipun melahirkan pertentangan dan kezaliman yang nyata. Kebenaran dihasilkan dari suara mayoritas atau jumlah kepala terbanyak, bukan kualitas isi kepala. Sebaliknya, unturan Allah dianggap sampah, karena mengusik keberadaan penjajah. Adalah sebuah kewajaran dalam demokrasi benar menjadi salah, dan salah menjadi benar tergantung kesepakatan dan kepentingan.

Tsaqafah asing yang tidak kalah berbahaya, dan telah meracuni pemikiran umat Islam adalah Nasionalisme. Sebuah konsep yang menjadi dasar emosinal dan fanatisme dari kalangan umat Islam, sehingga membatasi perjuangan dengan sekat-sekat wilayah. Nasionalisme adalah alat penjajah untuk memecah belah kekuatan umat, mencukupkan diri dengan "bedeng-bedeng" bernama nation state. 
Nasionalisme, telah membatasi semangat perjuangan dengan semangat kebangsaan. Nasionalisme menjadi benteng yang menghalangi persatuan umat dibawah ideologi dan aqidah yang sama, yaitu Islam.

Ditambah lagi dengan berbagai upaya pendistorsian sejarah Islam, yang ditulis oleh orang-orang yang memiliki rasa dengki dan kebencian pada islam, kemudian diambil sebagai rujukan oleh kaum muslim. Bagaimana mungkin ia mampu memerangi penjajah, sedangkan pada saat yang sama racun yang dimusuhi itu tertanam dalam dirinya dan bagaimana mungkin ia mampu menjadi pembela ajaran Islam, sementara ia lebih percaya kepada musuh Islam dibanding merujuk kepada kitab Al Qur'an dan As Sunnah.

Maka, sempurnalah modus operandi para antek penjajah dalam melancarkan misi perang pemikiran (gazwul fikr) di tengah umat Islam. Umat Islam dilemahkan, ditikam bertubu-tubi oleh tsaqafah asing, hingga gambaran akan kebangkitan islam, tegaknya kembali Khilafah adalah ilus dan kemustahilan.

Khilafah adalah institusi politik umat Islam, yang akan menerapkan syariah Islam secara totalitas. Upaya, berupa tudingan keji bahwa ide Khilafah membawa kemunduran adalah fitnah yang dilancarkan untuk menjauhkan umat dan menjegal upaya kebangkitan umat dalam naungan Khilafah. 

Pesan Mohammad Natsir, penting untuk dicermati, beliau pernah berucap, “Islam beribadah, akan dibiarkan, Islam berekonomi, akan diawasi, Islam berpolitik, akan dicabut sampai akar-akarnya.” 

Partisiasi politik umat dalam Khilafah justru sangat terlihat jelas, bahwa dalam Islam ada kewajiban untuk melakukan koreksi terhadap penguasa (khalifah). Rasulullah saw. bersabda : "Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan seseorang yang berani menentang penguasa zalim dan ia terbunuh karenanya." (HR. Abu Dawud).

Abdul Kareem Newall dalam buku Akuntabilitas Negara Khilafah mengatakan bahwa ada pengimbang kekuatan eksekutif Khalifah di dalam Khilafah, yaitu majelis umat dan mahkamah mazhalim. Sehingga rakyat yang merasa dirugikan, atau dizalimi oleh penguasa boleh mengadukan perkaranya ke mahkamah ini. Qadhi (hakim) juga mengawasi seluruh pejabat negara dan hukum perundang-undangan yang dilaksanakan, untuk memastikan semuanya berjalan sesuai syariah tanpa ada penindasan terhadap rakyat.

Adalah Majelis Umat, sebagai majelis yang menyalurkan aspirasi rakyat, dipilih oleh rakyat dan anggotanya terdiri dari perwakilan umat Islam maupun non muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Para anggota majelis ini mewakili konstituen mereka di dalam negara khilafah. Majelis ini tidak memiliki kekuasaan legislasi sebagaimana halnya lembaga perwakilan dalam sistem demokrasi. Namun demikian, anggota majelis dapat menyuarakan aspirasi politik mereka secara bebas tanpa dibayangi ketakutan terhadap sikap represif penguasa. Majelis umat melakukan fungsi utamanya dalam menjaga akuntabilitas pemerintahan di berbagai level dengan aktivitas musyawarah dan kontrol/muhasabah. 

Khilafah adalah negara yang akan mengemban Islam sebagai qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis), melanjutkan kehidupan Islam, mengembanya dalam dakwah dan jihad ke seluruh penjuru dunia.

Hujjatul Islam Imam Al Ghazali mengatakan, "Kekuasaan dan agama adalah saudara kembar; agama merupakan pondasi dan penguasa adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki pondasi akan hancur, dan apa saja yang tidak memiliki penjaga akan hilang. Dan tidaklah sempurna kekuasaan dan hukum kecuali dengan adanya pemimpin.” (Ihya ‘Ulumuddin, 1/17)

Karena itu sudah sangat jelas, khilafah bukanlah sebuah hayalan ahostoris, tapi sebuah kenyataan masa lalu yang menjadi harapan dan solusi praktis, merupakan kewajiban agung yang harus diperjuangkan penuh optimis.
Jelaslah, tudingan bahwa khilafah akan membawa pada kemunduran, menghilangkan aspirasi rakyat adalah asumsi picik, fitnah yang lahir dari kemunduran berfikir.

Wallahu a'lam bi shawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post