Aksi Mahasiswa Kearah Mana ?

Oleh : Dini Rafsanjani

Mahasiswa dari berbagai universitas baik daerah maupun pusat menggelar aksi demo di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pusatnya di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (23/9/2019). (Jakarta, Kompas.com)

Para mahasiswa menyuarakan penolakan terhadap Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Dalam orasinya, para mahasiswa meneriakkan penolakan terhadap UU KPK yg dinilai akan mematikan pergerakan KPK untuk memberantas korupsi dan RKUHP berisi pasal karet yang akan menjerat para pengkritik pemerintah. Ini yang menguatkan para mahasiswa bahwa Jokowi mempersiapkan rezim anti kritik dan menjadi penanda lahirnya kembali rezim otoriter new orde baru.

*Catatan Sejarah Pergerakan Mahasiswa*
Pergerakan mahasiswa baru-baru ini menunjukkan bahwa mahasiswa mulai sadar dan tidak nyaman dengan kondisi politik yang ada. Mahasiswa adalah “Agent of Change”, dan dalam sejarahnya mahasiswa telah berkali-kali menjadi elemen yang menggerakkan perubahan dan memiliki kekuatan besar ketika mereka bersatu. Sayangnya perubahan yang dilakukan  mahasiswa tidak secara fundamental  hingga menyentuh akar masalah. Hanya sebatas mengganti rezim lama dengan rezim yang baru, sementara masalah bangsa tidak terselesaikan dan justru hanya menambah masalah baru. 

Jika kita lihat kembali pada sejarah, mahasiswa 98  yang menginginkan reformasi. Terpilihnya Soeharto untuk terakhir kalinya mendapatkan kecaman dari mahasiswa karena krisis ekonomi yang membuat hampir setengah dari seluruh penduduk Indonesia mengalami kemiskinan. Ditambah kasus pelanggaran HAM, era orde baru di zaman Presiden Soeharto menyebabkan banyaknya nyawa yang melayang. Belum lagi media diawasi, masyarakat dilarang berorganisasi, dan adanya kasus korupsi yang menguras uang negara.

Tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa dengan agenda reformasi mendapat simpati dan dukungan dari rakyat. Meski salah satu agenda perjuangan mahasiswa yaitu menuntut lengsernya sang presiden tercapai, namun banyak yang menilai agenda reformasi belum tercapai atau malah gagal. Gerakan mahasiswa Indonesia 1998 juga mencuatkan tragedi Trisakti yang menewaskan empat orang pahlawan reformasi.

Akhirnya setelah Soeharto mundur,
Baharuddin Jusuf Habibie tampil menggantikan Soeharto sebagai presiden RI BJ Habibie menjadi Presiden RI ke-3 untuk periode 1998-2003, pada November 1998. Harapannya bisa lebih baik lagi, nyatanya muncul kembali Tragedi Semanggi. Tragedi ini terjadi pada tanggal 11-13 November 1998, dan terjadi kembali pada tanggal 24 September 1999.

Ditambah Habibie memperbolehkan diadakannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor Leste). Ia mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik saat itu, Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi negara terpisah yang berdaulat pada tanggal 30 Agustus 1999. Mahasiswa menganggap bahwa rezim BJ Habibie masih sama dengan rezim Soeharto. Hal ini pun mampu menurunkan tahta kepresidenan Habibie yang cuma bertahan 1 tahun. 

Setelah jatuhnya rezim Habibie, muncullah Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presiden RI pada tahun 1999 yang disokong oleh Poros Tengah. Kebijakan pluralisme dan keterbukaan, serta memperbolehkan komunis hidup kembali dicanangkan oleh Gus Dur. Padahal, sudah jelas ini merupakan kebijakan yang anti-Islam bukan?

Setelah rezim Gus Dur berakhir, tampuk kekuasaan RI 1 dipegang oleh Presiden Megawati yang “katanya” jauh lebih baik. Padahal pada rezim tersebut terjadi penjualan perusahaan BUMN ke pihak asing dan kasus BLBI yang menimbulkan kerugian terhadap negara jauh lebih besar dari Century.

Terakhir, stabilitas politik Indonesia justru semakin hancur sejak Kabinet Indonesia Bersatu yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) yang seharusnya dibasmi seperti yang dilantangkan pemuda dan mahasiswa pada era reformasi 1998, malah tumbuh subur di rezim SBY. Sungguh ironis.

Lalu digantikan dengan Jokowi sebagai Presiden ke-7 Indonesia, juga dinilai gagal memimpin Indonesia. Sejak dilantik 20 Oktober 2014 hingga hari ini dengan segudang janji-janji palsunya yang tak dipenuhi. Puncaknya dengan akan disahkannya RKUHP dan UU KPK hingga menyulut kemarahan mahasiswa untuk melakukan demo besar-besaran di sejumlah daerah. Dampaknya, banyak mahasiswa ditangkap hingga sampai melayangnya jiwa. Namun, demo tak kunjung menyelesaikan masalah secara konkret.

*Sadarlah Mahasiswa!*
Mahasiswa harusnya menyadari dan belajar dari sejarah terdahulu, reformasi yang dilakukan oleh pendahulunya tidak membuahkan hasil yang nyata untuk menyelesaikan masalah negeri. Seharusnya mahasiswa lebih kritis dalam melihat akar masalah negeri ini, dan sadar bahwa upaya pergantian rezim bukan cara yang fundamental. Kerusakan yang terjadi seperti korupsi yang membudaya di negeri ini tidak lepas dari ideologi kapitalisme dan sistem politik demokrasi yang diterapkan. Korupsi telah merasuk ke setiap instansi pemerintah, parlemen atau wakil rakyat, dan swasta.

Gaji dan tunjangan yang tak seberapa membuat para penguasa mencari cara cepat mengembalikan biaya politik dalam proses pemilu, yaitu dengan korupsi. Inilah lingkaran setan korupsi dalam sistem demokrasi.

Demokrasi meletakkan kedaulatan hukum di tangan manusia. Sistem ini sejatinya sebuah bentuk diktatorisme gaya baru yang berbalut “kedaulatan rakyat”. Demokrasi selalu mengatasnamakan rakyat demi memeras rakyat. Dalam demokrasi, wakil rakyat dan penguasa terpilih selalu terikat transaksi antara mereka dengan para pemilik modal yang nantinya akan ‘bekerja sama’ untuk mengeruk kekayaan Indonesia dan menggerogoti uang rakyat.

Sistem ini menjadikan standar untung-rugi sebagai asas dalam menetapkan setiap kebijakan. Betapa tidak, banyak kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan DPR yang sejatinya memuluskan langkah kapitalis untuk menguasai kekayaan rakyat, di antaranya UU Minerba, UU Migas, UU Sumber Daya Air, UU Penanaman Modal, dan sebagainya. Demokrasi telah menjadi alat para pemilik modal untuk tetap melanggengkan kekuasaannya.

*Kembalikan kepada Aturan Allah*
Segala bentuk keterpurukan yang dialami oleh Indonesia memang karena menerapkan sistem jahiliyyah buatan manusia. Manusia sebagai makhluk yang lemah tidak bisa dibandingkan dengan Tuhan sebagai pembuat hukum. Alhasil, hanyalah kerusakan yang nampak ketika demokrasi diterapkan.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
(QS Ar Rum 41)

Islam telah memberi solusi untuk segala permasalahan manusia. Dalam Islam, kedaulatan hukum hanya ada di tangan Allah SWT. Islam memberi solusi bagi sistem politik, ekonomi, pendidikan, industri, persanksian, hukum, dan lain sebagainya. Penerapan syariat Islam telah memberi bukti nyata ketika dulu berdiri Daulah Islam dari zaman Nabi Muhammad SAW yang dilanjutkan khalifah-khalifah setelahnya selama 13 abad.

Allah SWT berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum jahiliyyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?
(QS Al Maidah 50)

Tidak bisa dipungkiri bahwa reformasi atau pergantian kekuasaan saja tidak bisa menjadi harapan dalam mewujudkan kebangkitan. Dibutuhkan juga perubahan sistemik yang didukung oleh sebuah ideologi pembangkit. Itulah revolusi. Mengapa demikian? Karena revolusi yang mengusung ideologi pembangkit, sejatinya akan mewujudkan kebangkitan dari sebuah negara.

Fakta sejarah membuktikan bahwa Inggris dengan kapitalismenya dan Rusia dengan komunismenya mampu bangkit dari keterpurukan. Ideologi kapitalisme menjadikan Inggris mampu mewujudkan industri yang kuat. Bahkan, Inggris juga menjadi negara imperialis yang hingga saat ini menjajah negeri-negeri kaum Muslim dengan paham ekonomi kapitalisnya. Sedangkan ideologi komunisme mampu mewujudkan stabilitas Rusia dan akhirnya Rusia (Uni Soviet) menjadi negara adidaya ketika itu.

Oleh karena itu, kebangkitan Indonesia tidak akan pernah terwujud apabila tidak ada ideologi (mabda’) pembangkit yang lahir dari tubuh negara. Islam merupakan sebuah ideologi yang tepat apabila Indonesia ingin bangkit. Bukan hanya bangkit, tetapi juga keberkahan Allah SWT akan diberikan kepada negeri tersebut. Sadarlah, Indonesia butuh revolusi! Revolusi ideologi Islam.

Kegagalan reformasi karena asas pergerakan tidak jelas. Akankah kita mengulang kekeliruan yang sama dengan hanya mengganti rezim tanpa menyentuh akar masalah?

_Wallahua’lam bish shawwab._

Post a Comment

Previous Post Next Post