Solusi Islam Mengatasi Masalah Kesehatan

Penulis : Salma Rufaidah
Ibu rumah Tangga

Masyarakat Indonesia belum lama ini dikejutkan dengan berita yang membuat semakin gerah. Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko  meminta masyarakat memahami rencana pemerintah menaikkan iuran BPJS. Selain menaikkan iuran, pemerintah akan berjanji turut membenahi manajemen di tubuh. Dengan kenaikkan itu, Moeldoko tak ingin masyarakat beranggapan sehat itu murah. 

Menurutnya, masyarakat perlu memahami bahwa sehat itu mahal dan perlu perjuangan. Hal ini senada dengan pernyataan menteri keuangan Sri Mulyani. Beliau  menegaskan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak akan menyusahkan masyarakat miskin. Justru pemerintah selalu berupaya membantu masyarakat kelompok kecil. (www.cnnindonesia.com )

Kenaikan ini bukan tanpa sebab melainkan faktor defisit yang dialami oleh lembaga ini. Nampaknya, Jaminan Kesehatan Nasional ini, tidak akan pernah lepas dari yang namanya kerugian. Mengingat bukan kali ini saja, kabar defisit ramai. Di tahun-tahun sebelumnya, hal yang sama juga pernah terjadi.

Fenomena kenaikan premi BPJS ini pada akhirnya, melahirkan sebuah framing baru di tengah publik bahwa demikianlah adanya, ‘sehat itu butuh biaya mahal’. Sebagaimana diungkapan diatas langsung diucapkan oleh salah satu petinggi bangsa.
Benarkah demikian adanya? Bahwa untuk memperoleh badan yang sehat, kita harus siap dengan biaya yang besar untuk mencapainya?

Ternyata, kesehatan menjadi mahal karena bawaan dari sistem sekuler kapitalis yang hari ini diterapkan. Pada sistem ini, layanan kesehatan menjadi mahal sebab memang tidak ada pelayanan gratis dalam aturan main sistem ini. Ambisi dalam mengejar pencapaian materi yang sebanyak-banyak tidak dapat terkendali. Sampai pada urusan pengaturan kesehatan masih juga berhitung laba dan rugi. Padahal menyangkut nyawa dan keselamatan setiap pribadi.

Ya, kesehatan yang sejatinya merupakan kebutuhan dasar bagi setiap individu, dipandangnya sebagai lahan untuk meraub keuntungan atau bisnis. Maka tidak heran apabila penguasa tidak ingin dirugikan dalam hal ini. Tanpa kita sadari, pemberlakuan jaminan kesehatan di mana rakyat diwajibkan membayar iuran tiap bulannya, adalah bentuk bahwa pemerintah tidak lagi sepenuhnya menanggung beban dalam mengupayakan pemenuhan kebutuhan kesehatan atas rakyatnya. Sebab dalam sistem BPJS rakyat membayar sendiri untuk biaya berobatnya kelak bila sakit, melalui iuran setiap bulannya.

Komersialisasi dalam bidang ini pun semakin teryakini, tatkala adanya ungkapan terbuka dari General Agreement on Trade Service bahwa kesehatan kini telah menjadi jasa komersial. (Mediasiar, 15/02/2019).

Maka jelas sudah, kemana arah layanan kesehatan kita saat ini. Pasti akan mahal adanya. Hal ini pun kian nyata, ketika pasien kerap mengalami penolakan dari pihak Rumah Sakit (RS) akibat tidak mempunyai uang atau bahkan ketika telah mengantongi kartu BPJS pun masih juga mengalami perlakuan serupa.

Ironisnya lagi, pasien yang ditolak, sebagian ada yang dalam kondisi kritis bahkan sampai merenggang nyawa karena tidak mendapatkan pelayanan sebab tidak punya biaya. Miris bukan? Rasa iba sudah tiada lagi, dibutakan oleh materi. Kapitalisme sungguh sangat mengerikan.

Dalam Islam, Sehat Tidak Harus Mahal
Hanya dalam Islam saja, sehat tidak harus butuh biaya mahal. Siapapun dia, terlepas dari latar belakang sosial, ras, agama dan sukunya, ia berhak memperoleh layanan kesehatan mudah dan murah bahkan gratis. Hal ini dikarenakan, Islam memandang kesehatan sebagai kebutuhan dasar bagi setiap indvidu.

Sebagaimana sabda Nabi ï·º, “Siapa saja di antara kalian yang bangun pagi dalam keadaan diri dan keluarganya aman, fisiknya sehat, dan ia mempunyai makanan untuk hari itu, maka seolah-olah ia mendapatan dunia” (HR at-Tirmidzi)

Untuk itu, pengadaan layanan kesehatan yang baik, mudah dan murah diupayakan oleh penguasa. Mengingat sehat merupakan harta terpenting dalam hidup setiap insan. Setiap orang tidak akan bisa beraktivitas dalam hidupnya, bila kondisi badan tidak sehat. Itulah mengapa, seorang pemimpin atau khalifah harus mengupayakan pencapaian hal ini. Karena pemimpin di dalam Islam bertindak sebagai junnah (perisai) serta pelayan atas rakyatnya. Sebagai perisai, khalifah harus melindungi rakyat yang dipimpinnya dari bahaya baik itu mengancam jiwa maupun nyawa.

Di samping itu, sebagai pelayan atas rakyatnya, seorang pemimpin juga kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah subhanahu wa ta'ala atas apa yang ia pimpin. Apakah telah melakukan pemenuhan terhadap seluruh kebutuhan dasar rakyatnya ataukah tidak. Termaksud dalam mengupayakan layanan kesehatan pun akan dipertanggungjawabkan.

Karenanya, kesehatan di dalam Islam digratiskan kepada segenap penduduk negeri di masa kepemimpinannya dahulu. Di masa itu, rumah sakit megah banyak dibangun dengan sebaik-baik perencanaan juga fasilitas. Kenyamanan pasien menjadi prioritas. Hal ini dapat terlihat ketika bangunan dan kelengkapan RS di masa itu kian tidak tertandingi. Salah satu keunikannya tatkala dinding-dinding bawah lantainya dialiri air agar ruangan selalu dalam keadaan sejuk.

Selain itu, Ruang-ruang kamar pasien juga dibuat dengan sangat luas. Begitu pula dengan ruang rawat antara pria dan wanita yang dibuat terpisah. Dokter wanita hanya akan berkonsentrasi menangani para pasien wanita, Sedangkan para dokter pria juga hanya menangani pasien pria. Para dokter yang bekerja ini juga bukanlah sembarangan. Mereka bahkan telah melalui uji kelayakan yang ketat. Mereka bekerja di bawah pengawasan langsung sang Khalifah.

Tidak sampai di situ saja, pasien yang telah dibolehkan pulang, akan diberi uang. Dengan tujuan, agar yang bersangkutan bisa tetap memenuhi kebutuhan hidupnya selama ia belum bekerja. Sungguh betapa peduli dan perhatiannya sang khalifah di masa itu. Kita tentu sangat merindukan kepemimpinan demikian ini. Mengulangi hal serupa tentu bukanlah tidak mungkin.

Fenomena ini tentu bisa kita raih, tatkala kita kembali menitih jalan Ilahi dengan mengambil Islam secara menyeluruh dalam kehidupan ini. Hanya dengan cara inilah, kita akan menikmati layanan kesehatan yang murah bahkan gratis. Mengapa? Sebab apapun akan diupayakan oleh Islam demi meraih kemaslahatan di tengah umat juga menggapai ridho Ilahi.
Darimana sumber pembiayaan negara dalam layanan kesehatan?

Sehubungan dengan itu, dipundak pemerintah pulalah terletak tanggung jawab segala sesuatu yang diperlukan bagi terwujudnya keterjaminan setiap orang terhadap pembiayaan kesehatan; penyediaan dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan; penyediaan dan penyelenggaraan pendidikan SDM kesehatan; penyediaan peralatan kedokteran, obat-obatan dan teknologi terkini; sarana pra sarana lainnya yang penting bagi terselenggaranya pelayanan kesehatan terbaik, seperti listrik, transportasi dan air bersih; dan tata kelola keseluruhannya. Artinya, apapun alasannya merupakan perbuatan batil yang dibenci Allah SWT manakala fungsi pemerintah dikebiri sebatas regulator dan fasilitator, sementara fungsi dan tanggungjawab lainnya, seperti penyelenggaraan/pelaksanaan diserahkan kepada korporasi. Hal demikian karena pembatasan fungsi tersebut pasti berujung pada kelalain pemerintah dalam menjalankan tanggung jawabnya, yang hal tersebut merupakan perbuatan tercela, sebagaimana ditegaskan Rasulullah SAW, artinya “Tidak beriman orang yang tidak bisa menjaga amanah yang dibebankan pada- nya. Dan tidak beragama orang yang tidak menepati janjinya” (HR Ahmad bin Hambal). Selain itu, pembatasan peran Negara hanya sebagai regulator telah melapangkan jalan bagi penjajahan Barat dan hilangnya kemandirian dan kedaulatan Negara. Sementara itu, penjajahan apapun bentuknya diharamkan Allah SWT, demikian firman-NYa, QS An Nisa(4): 141, artinya, “Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan bagi orang kafir untuk menguasai orang mukmin”.

Adapun tentang peran masyarakat, swasta, bila dipandang penting peran tersebut, seperti ketika Negara tidak memiliki teknologi kedokteran tertentu, pada hal sangat dibutuhkan masyarakat, maka dibatasi pada transaksi jual beli atau yang semisal, tidak boleh lebih dari pada itu. Disamping diberikan arahan dan motivasi agar beramal sholeh, seperti wakaf, dan shadaqah. 

Ketiga: Pembiayaan Berkelanjutan yang Sesungguhnya . Pembiayaan jaminan kesehatan Khilafah adalah model pembiayaan berkelanjutan yang sesungguhnya, setidaknya dikarenakan dua hal, Pertama, pengeluaran untuk pembiayaan kesehatan telah ditetapkan Allah SWT sebagai salah satu pos pengeluaran pada baitul maal, dengan pengeluaran yang bersifat mutlak. Artinya, sekalipun tidak mencukupi dan atau tidak ada harta tersedia di pos yang diperuntukkan untuk pelayanan kesehatan, sementara ada kebutuhan pengeluaran untuk pembiayaan pelayanan kesehatan, seperti pembiayaan pembangunan rumah sakit, maka ketika itu dibenarkan adanya penarikan pajak yang bersifat sementara, sebesar yang dibutuhkan saja. Jika upaya ini berakibat pada terjadinya kemudaratan pada masyarakat, Allah SWT telah mengizinkan Negara berhutang. Hanya saja penting dicatat, pajak tersebut jauh berbeda dengan pajak dalam pengertian kapitalisme karena selain bersifat temporal juga hanya diambil dari harta orang kaya yang didefinisikan secara islami, yaitu kelebihan harta individu masyarakat yang sudah terpenuhi semua kebutuhan pokoknya, dan kebutuhan sekundernya secara ma’ruf. Hutang yang dimaksud adalah hutang yang sesuai ketentuan syara’.

Kedua, sumber-sumber pemasukan untuk pembiayaan kesehatan, sesungguhnya telah didesain Allah SWT  sehingga memadai untuk pembiayaan yang berkelanjutan, itu adalah hal yang pasti bagi Allah.  Salah satunya berasal dari barang tambang yang jumlahnya berlimpah. Yaitu mulai dari tambang batu bara, gas bumi, minyak bumi, hingga tambang emas dan berbagai logam mulia lainnya, yang jumlahnya berlimpah. Anggaran Pendapatan Belanja Negara Khilafah, dimana tidak sepeserpun harta yang masuk maupun yang keluar kecuali sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Model APBN ini meniscayakan Negara memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk menjalankan berbagai fungsinya. Pembiayaan dan pengeluaran tersebut diperuntukan bagi terwujudnya pelayanan kesehatan gratis berkualitas terbaik bagi semua individu masyarakat. Yaitu mulai dari pembiayaan pembangunan semua komponen sistem kesehatan, seperti penyelenggaran pendidikan SDM kesehatan berkualitas secara gratis dalam rangka menghasilkan SDM kesehatan berkualitas dalam jumlah yang memadai; penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dengan segala kelengkapannya; industri peralatan kedokteran dan obat-obatan; penyelenggaraan riset biomedik, kedokteran; hingga seluruh sarana prasarana yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan, seperti listrik, air bersih dan transportasi. 

Dengan demikian Islam tidak mengenal pembiayaan berbasis pajak, asuransi wajib, pembiayaan berbasis kinerja, karena semua itu konsep batil yang diharamkan Allah SWT. Fenomena ini tentu bisa kita raih, tatkala kita kembali menitih jalan Ilahi dengan mengambil Islam secara menyeluruh dalam kehidupan ini. Hanya dengan cara inilah, kita akan menikmati layanan kesehatan yang murah bahkan gratis. Mengapa? Sebab apapun akan diupayakan oleh Islam demi meraih kemaslahatan di tengah umat juga menggapai ridho Ilahi.
Wallahu’alam

Post a Comment

Previous Post Next Post