Oleh: Fitri Suryani, S. Pd
(Tenaga Pendidik Asal Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara)
Kekerasan seksual seolah tiada habis dalam pemberitaan di media. Motifnya pun beragam. Begitu pula korbannya tak jarang mengalami trauma yang mendalam. Bahkan tak sedikit korban di kemudian hari menjadi pelaku kekerasan seksual yang serupa. Sehingga berbagai bentuk sanksi pun digunakan dengan harapan akan menimbulkan efek jera.
Seperti hukuman kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak, baru pertama kali terjadi di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Vonis hukuman itu dijatuhkan Pengadilan Negeri Mojokerto terhadap Muh Aris (20), pemuda asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Pemuda tukang las itu dihukum penjara selama 12 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, Aris dikenakan hukuman tambahan berupa kebiri kimia. Aris dihukum penjara dan kebiri kimia setelah terbukti melakukan 9 kali pemerkosaan di wilayah Kota dan Kabupaten Mojokerto (Kompas.com, 25/08/2019).
Hukuman kebiri kimia yang dijatuhkan Pengadilan Mojokerto terhadap seorang predator anak, Muhammad Aris pun menimbulkan polemik. Banyak yang setuju, namun ada juga yang menyayangkannya.
Seperti Wakil Ketua Komisi VIII dari Fraksi PKB Marwan Dasopang mengaku setuju adanya hukuman kebiri kimia untuk predator anak di Mojokerto. Menurutnya bila tak ada hukuman kebiri kimia, ada kemungkinan korban bertambah.Sementara Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati tak setuju dengan hukuman itu karena dianggap tidak menimbulkan efek jera(Detik.com, 27/08/2019).
Sementara Ikatan Dokter Indonesia atau IDI tetap pada sikap awalnya tak bersedia mengeksekusi hukuman kebiri kimia kepada pelaku kekerasan seksual. Sebagaimana Sekretaris Jenderal Pengurus Besar IDI Adib Khumaidi mengatakan, eksekusi kebiri kimia bertentangan dengan sumpah, etika, dan disiplin kedokteran yang berlaku internasional.
Sikap menolak kebiri kimia ini sudah disampaikan IDI sejak 2016, yakni pada saat pembahasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Tempo.co, 26/08/2019).
Menyelisik Sanksi Kebiri
Adanya wacana sanksi kebiri tersebut dengan anggapan untuk membentengi anak-anak dari kejahatan seksual, apakah efektif untuk para pelaku predator seksual tersebut? Mengingat banyaknya hukuman yang diberlakukan bagi para pelaku tindak kriminal, namun setiap tahun jumlah pelaku kejahatan belum mengalami penurunan. Miris!
Selain itu, para dokter tentu tidak mudah menyetujui untuk melakukan kebijakan tersebut. Karena mereka bertindak selaku pihak yang seharusnya menyembuhkan seseorang agar lebih baik, bukan justru sebaliknya. Sebab hal itu merupakan bentuk pelanggaran dari sumpah dokter. Sehingga jika sanksi kebiri tersebut dilakukan oleh para dokter, maka mereka akan dilema. Karena disatu sisi mereka bertanggung jawab untuk menjaga sumpahnya, namun disisi lain harus taat terhadap tugas yang dibebankan kepada mereka.
Disamping itu, kebiri yang dilakukan pastinya akan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Karena besarnya anggaran negara yang dialokasikan untuk merawat secara teratur para pelaku kejahatan seksual tersebut. Padahal dana tersebut dapat dialihkan untuk masyarakat yang lebih membutuhkan dibanding hanya sekedar merawat pelaku kriminal.
Di sisi lain, tak sedikit yang melatarbelakangi maraknya pelaku tindak kejahatan seksual disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya banyaknya media baik cetak maupun elektronik yang minim nilai edukasi, bahkan tak sedikit dari media tersebut justru menampilkan nilai negatif yang berdampak besar bagi masyarakat. Tak ketinggalan sangat mudahnya mengakses situs-situs porno bagi semua kalangan.
Ditambah lagi masih banyaknya beredar obat-obatan terlarang dan miras yang mudah didapat oleh masyarakat. Padahal telah jelas dan nyata hal itu dapat merusak kesadaran akal sehat bagi yang mengonsumsinya, bahkan memicu berbagai tindak kekerasan dan kriminal lainnya.
Lebih dari itu, sesungguhnya sanksi kebiri seolah pincang karena disatu sisi pelaku diberikan sanksi yang berat, namun di sisi lain kurangnya tindakan preventif yang dapat menjauhkan seseorang dari kejahatan seksual ataupun tindak kriminal lainnya. Padahal sejatinya hukum bertujuan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku itu sendiri dan orang lain yang berkeinginan melakukan hal yang serupa. Jadi selama faktor penyebab tindak kejahatan yang ada tidak dihilangkan, kehormatan, keamanan dan nyawa anak-anak akan terus terancam.
Kacamata Islam Mengenai Kebiri
Dalam Islam hukum kebiri (al ikhsha) adalah haram, karena beberapa alasan. Pertama, syariah Islam secara tegas mengharamkan kebiri pada seseorang. Sebagaimana dari Ibnu Mas’ud RA dia berkata dahulu kami pernah berperang bersama Nabi SAW sedang kami tidak bersama isteri-isteri. lalu kami berkata (kepada Nabi) ‘Bolehkah kami melakukan Pengebirian?’ Maka Nabi SAW melarang demikian itu(HR Bukhari, Muslim, Ahmad, Ibnu Hibban).
Kedua, syariah Islam telah menetapkan rincian hukuman bagi pelaku pedofilia (pencabulan dan pemerkosaan). Pertama, jika pelaku pedofilia melakukan perbuatan zina, maka hukumnya yaitu hukuman untuk pelaku zina (dirajam jika telah menikah atau dicambuk 100 kali jika belum menikah). Kedua, jika pelaku pedofilia melakukan homoseksual, maka hukumannya berupa hukuman mati. Ketiga, jika yang dilakukan pelecehan seksual, maka hukumannya berupa ta’zir (Abdurrahman Al Maliki, Nizham Uqubat, hlm.93)
Namun, dalam sistem Islam tentu tidak hanya memberlakukan sanksi yang berat, tetapi jauh sebelum itu terjadi ada tindakan preventif. Tindakan tersebut dapat berupa tidak adanya media yang menyiarkan sesuatu yang tidak bernilai edukatif dan yang dapat merangsang syahwat, apalagi situs porno yang telah jelas bertentangan dengan nilai agama.
Tak hanya itu, berbagai bentuk minuman/makanan yang dapat menghilangkan akal sehat, bahkan merusak tidak akan diproduksi. Walaupun hal itu diinginkan oleh masyarakat dan dianggap menguntungkan karena mendatangkan pundi-pundi rupiah yang banyak.Seperti minuman beralkohol yang telah nyata banyak membawa kemudaratan.
Oleh karena itu, sesungguhya sanksi kebiri belum cukup sebagai tindakan yang mampu memberantas pelaku pedofilia, jika masih banyak penyebab yang memicu tindakan tersebut. Karena hakikatnya hukuman yang dapat membuat efek jera bagi pelaku dan orang lain, hanyalah hukum yang bersumber dari-Nya. Sebab yang lebih tahu mana yang terbaik untuk manusia hanyalah aturan dari yang menciptakan manusia itu sendiri yakni Allah swt. Sehingga Islam akan benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh insan.Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Post a Comment