Riuhnya, Film The Santri ?

Penulis : Mia Fitriah El

Baru sebatas trailer saja sudah menuai reaksi masyarakat. 

Baru  dipublish di kanal youtube NU Channel saja, sudah  memantik pendapat banyak kalangan. Banyak yang setuju, tapi juga tidak sedikit yang menolak. Argumentasi dibangun berdasarkan landasan masing-masing. 

Ada yang berkomentar tentang " kehidupan santrinya yang tidak sesuai dengn kehidupan  santri sebenarnya, ada yang berkomentar masalah toleransi yang kebablasan,  ada yang berkomentar tentang "Amerika nya" dan banyak lagi.

The Santri merupakan film yang diinisiasi PBNU melalui NU Channel bekerja sama dengan sutradara Livi Zheng dan Ken Zheng.

Film ini, walaupun belum rilis ada pesan yang ingin disampaikan. 

Pertama santri itu tidak selalu berkiblat ke timur, tidak selalu melanjutkan ke negara pencentak kiai dan ulama. Karena memang para yai dan ulama kebanyakan lulusan dari berbagai perguruan tinggi terkemuka di Timur Tengah.

Film The Santri ingin  mengarahkan bahwa satri harus berkiblat juga  ke Barat.

Kalau  kita intip sedikit adegan ketika pemeran santri putri, Wirda Mansur yang berhasil mewujudkan mimpinya pergi ke negeri Paman Sam. 

 Mungkin Sutradara melihat banyak konflik dan instabilitas yang terjadi di sejumlah negara timur, atau ingin merubah image, atau ingin mengangkat santri Ke Negri Paman Sam, atau juga ketidaktahuan Sutradara akan mindset santri yang terbiasa bermimpi melanjutkan pendidikannya ke negara bersejarah Islam.

Tapi sebenarnya pemeran santri Wirda Mansur ke Amerika dalam film itu, mau belajar atau bekerja??? 

Kedua, Santri yang tidak terlepas dari sejarah kemerdekaan Indonesia, ingin digambarkan sebagai komunitas yang  sangat menjaga toleransi dan kerukunan antar umat beragama.

 Meskipun salah satu cuplikan yang ditampilkan agak kelewat batas. Dua orang santri putri  membawa tumpeng masuk gereja, mempersembahkannya pada para pemuka non-muslim, entah itu dalam konteks acara apa.

Toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, 
suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

Toleransi yang biasa dengan tasamuh yang bermakna sikap membiarkan (menghargai), lapang dada.

 Jadi toleransi beragama membiarkan mereka beribadah menurut kepercayaannya, jangan dihalangi dan diganggu.

Toleransi itu bukan juga harus sehati, berpartisipasi, menyerupai. 

Saling mengerti antar pemeluk secara proporsional dan tepat, ketika  dalam kategori sacral atau lebih didominasi doktriner (dalam ranah aqidah dan syariah) maka penghormatan untuk wajib ada. 

Karena dalam Islam, kita diperintah untuk mengakui akan kemajemukan pluralitas agama, kebaragaman keyakinan,  tidak ada paksaan dalam agama sebagaimana tertera dalam surah  Al-Baqarah/2 : 256. , mengakui eksistensi agama lain serta menjamin adanya kebebasan beragama, sebagaimana digariskan dalam surah  Al-Kafirun/109 :1-6 

Agama Islam tidak memperkenankan umatnya untuk mencaci dan menghina simbol-simbol agama orang lain sebagaimana pada surah al-An'am /6: 108. 

Dan di film itu ketika simbol itu ada dan tertampang, bukankah sesuatu bablas "
 membawa tumpeng masuk gereja dan mempersembahkannya". 

Masuk ke gereja ulama pun berbeda pendapat, kategori boleh pun dengn beberapa syarat.  Bukan berarti lngsung memvonis murtad terhadap seorang muslim yang memasuki gereja. 

Ketiga, sepakat dengan  Dosen UNUSIA Jakarta A Khoirul Anam. Yang mengatakan tidak semua hal harus diurusi oleh NU (PBNU). Masyarakat mempunyai pra-anggapan terhadap NU sebagai organisasi para kiai.

Dalam kasus “The Santri”, film ini seakan langsung ditangani PBNU, dengan melibatkan orang luar (sangat luar) yang bergelut di dunia film. Sekali lagi, NU tidak perlu ngurusin film.

Post a Comment

Previous Post Next Post